ECONOMICS

Thailand Bakal Bebaskan Pelancong untuk Karantina Mulai 1 November Mendatang

Syarifudin 12/10/2021 16:14 WIB

10 negara yang dianggap berisiko rendah termasuk Inggris, China, Jerman, dan Amerika Serikat (AS).

Thailand Bakal Bebaskan Pelancong untuk Karantina Mulai 1 November Mendatang (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Thailand berencana akan mengakhiri persyaratan karantina Covid-19 untuk turis yang sudah divaksinasi penuh dari 10 negara berisiko rendah mulai 1 November mendatang. 

Keputusan ini untuk mendorong sektor pariwisata yang terpukul akibat pandemi. Perdana Menteri (PM) Thailand Prayuth Chan-ocha mengakui keputusan ini datang dengan beberapa risiko. Meski demikian, langkah ini penting untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata yang runtuh di negara itu. 

10 negara yang dianggap berisiko rendah termasuk Inggris, China, Jerman, dan Amerika Serikat (AS).

Prayuth mengatakan Thailand juga akan mengizinkan tempat hiburan dibuka kembali pada 1 Desember dan mengizinkan penjualan alkohol. 

Dia menambahkan pihak berwenang berencana membuka Thailand untuk lebih banyak negara pada tanggal tersebut. 

Komentar Prayuth muncul dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin (11/10/2021). Mengacu pada pengunjung dari 10 negara berisiko rendah, dia menekankan, "Ketika mereka tiba, mereka harus menunjukkan tes Covid (negatif) ... dan tes sekali lagi pada saat kedatangan." 

“Jika tes kedua juga negatif, setiap pengunjung dari negara-negara itu dapat bepergian dengan bebas seperti orang Thailand," ujar perdana menteri Thailand itu. 

Namun dia mengingatkan pemerintah akan bertindak tegas jika terjadi lonjakan infeksi atau munculnya varian Covid-19 yang sangat menular. Diperkirakan Thailand kehilangan sekitar USD50 miliar dalam pendapatan pariwisata pada 2020 akibat pandemi. 

Lebih dari 70.000 pengunjung datang ke negara itu dalam delapan bulan pertama tahun ini, dibandingkan dengan 40 juta di seluruh tahun 2019. 

Thailand telah melaporkan lebih dari 1,7 juta kasus Covid yang dikonfirmasi sejak pandemi dimulai, dengan hampir 18.000 kematian, menurut Universitas Johns Hopkins Amerika.

(SANDY)

SHARE