Tukin PNS Naik, Pegawai Swasta Sebut Lebih Baik untuk Honorer atau Guru
Masyarakat memberikan respons negatif terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tunjangan kinerja (tukin) di sejumlah kementerian/lembaga (K/L).
IDXChannel - Masyarakat memberikan respons negatif terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tunjangan kinerja (tukin) di sejumlah kementerian/lembaga (K/L). Adapun besaran kenaikan tukin diperkirakan akan mencapai 80%.
Perihal rencana kenaikan tukin ini menuai kontra di kalangan pegawai swasta. Mereka tak rela jika pegawai negeri sipil dinaikkan tunjangan kinerjanya.
Salah satu pegawai swasta bernama Anna menyebut, kenaikan tunjangan kinerja itu sebaiknya diberikan kepada pegawai swasta yang bekerja maksimal namun gajinya pas-pasan.
"Yang perlu diperhatian itu kinerja yang di mana, kalo yang saya rasa di Jakarta atau di kota-kota besar saat ini tidak perlu tunjangan itu. Tapi kalau (pekerja) di daerah seperti yang masih gajinya pas-pasan, yang bonorer itu kan punya keluarga, saya rasa itu yang memang mereka butuhkan," ujar Anna saat ditemui MNC Portal di Bekasi, Sabtu (12/6/2023).
Lebih lanjut Anna memandang, gaji pegawai negeri sipil (PNS) terutama di Jakarta sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang mana gaji mereka sudah standar pemerintah. Maka dari itu menurut dia, tunjangan baiknya diberikan kepada pegawai non pemerintah di sektor pendidikan, seperti guru yang ada di daerah tertinggal.
Sambung Anna, perhatian pemerintah kepada guru-guru di Indonesia masih minim. Padahal, orang yang paling berjasa tanpa kenal lelah, adalah guru. Jika guru sejahtera, pendidikan di Indonesia juga akan cemerlang.
"Gaji mereka (PNS) juga sudah standar pemerintah. Jadi menurut saya tunjangan itu diberikan kepada pegawai di daerah atau di tempat-tempat tertinggal. Mereka itu sangat butuh banget. Berilah tunjangan untuk guru supaya mereka sejahtera, agar pendidikan juga bisa aman kalau gurunya sejahtera," ungkap Anna.
"Mereka itu (PNS) gajinya sudah tinggi dan tunjangannya itu juga udah dapat gaji ke 13. Tapi kalau di daerah kita lihat cuma Rp500, Rp1 juta sementara punya anak, punya keluarga," tambahnya,
Maka dari itu, Anna berharap, kebijakan pemerintaj ini bisa dikaji lagi agar tepat sasaran. Sebab, uang yang dikeluarkan untuk tunjangan para PNS itu berasal dari pajak masyarakat.
Begitu juga dengan pegawai swasta lainnya, Richard, juga mengungkapkan hal yang serupa. Dia mengatakan, tunjangan kinerja ini tak tepat jika diberikan kepada pegawai pemerintahan.
Pasalnya, dalam realita di lapangan, dia sering melihat PNS yang bekerja tak sesuai jam kantor. Selain itu, kinerja mereka juga tidak optimal. Misalnya, kata Richard, pegawai di kelurahan ataupin kecamatan. Seringkali urusan administrasi tak kunjung selesai, memakan waktu lama. Sementara jika ada uang selipan (sogokan) baru dokumen tersebut dipercepat.
Realita seperti ini, menurut Richard, perlu jadi pertimbangan pemerintah.
"Apa yang kita lihat di realita, dari jam masuk saja sudah sembarangan keluar pun juga sama. Kayak Semena-mena gitu loh. Misalnya kinerja di kelurahan atau kecamatan harusnya mereka mengelola administrasi itu hanya satu minggu tapi mereka hanya satu bulan. Atau yang harus diselipkan dengan uang supaya cepat (sogokan)," tutur Richard.
"Artinya kenaikan pendapatan dilakukan oleh pemerintah itu tidak sebanding lurus dengan kinerja mereka sendiri," cetus dia.
Jika ini dibiarkan dan pemerintah tetap memberikan kenaikan tunjangan kineeja kepada PNS, pekerja swasta iri. Mereka tak rela, sebab mereka merasa kerja sudah sesuai jam kerja namun tak dapat perhatian lebih seperti para PNS.
"(Kebijakan) itu membuat para karyawan swasta iri. Karena saya melihat kinerja mereka tidak sesuai jika ditambah dengan tunjangan ini," ungkapnya.
Sebagai informasi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan, pemerintah tengah memproses kenaikan tunjangan kinerja (tukin) di sejumlah kementerian/lembaga (K/L). Jadi, tak hanya tiga kementerian atau lembaga saja yang mendapatkan kenaikan tukin.
Menteri Anas menyebutkan, besaran kenaikan tukin akan mencapai 80%. Langkah ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo meneken peraturan presiden (Perpres) tentang kenaikan tukin Kementerian PANRB, Kementerian PPN/Bappenas, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kita sedang memproses beberapa. Ada yang naik dari 60% ke 80%, ada 70% ke 80%," ujar Menpan-RB Anas usai kegiatan Rapat Pembahasan Isu-isu Strategis Kementerian PANRB dan Kementerian Dalam Negeri, di kantor Kemenpan RB, Jakarta, Jumat (16/6/2023).
(TYO)