ECONOMICS

Tutupnya Toko Buku Gunung Agung dan Potret Lesunya Industri Penerbitan

Maulina Ulfa - Riset 22/05/2023 16:34 WIB

PT GA Tiga Belas atau Toko Buku Gunung Agung menyatakan akan menutup seluruh toko atau outletnya pada akhir 2023.

Tutupnya Toko Buku Gunung Agung dan Potret Lesunya Industri Penerbitan. (Foto: Gunung Agung)

IDXChannel - PT GA Tiga Belas atau Toko Buku Gunung Agung menyatakan akan menutup seluruh toko atau outletnya pada akhir 2023. Sebelumnya, perusahaan juga telah melakukan penutupan toko pada 2020.

Direksi Toko Gunung Agung mengatakan, keputusan untuk menutup semua toko/outlet terpaksa dilakukan lantaran perusahaan tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional yang semakin besar.

"Pada akhir tahun 2023 ini kami berencana menutup toko/outlet milik kami yang masih tersisa. Keputusan ini harus kami ambil karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar," kata Direksi Toko Gunung Agung dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (22/5/2023).

Sejumlah Toko Buku Tutup

Tak hanya Gunung Agung, sejumlah toko buku terpantau tak mampu bertahan di era digitalisasi dan lesunya bisnis percetakan. Berikut beberapa toko buku yang terpaksa menutup toko fisik mereka dalam beberapa tahun terakhir.

  1. Aksara Kemang

Ikon toko buku di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, yakni Aksara juga menutup dua cabangnya pada 2018 lalu. Hadir sejak 2001 dengan menjual berbagai buku alternatif, kini Aksara buka kembali membuka gerai untuk hub-kreatif dan berfokus pada penjualan online melalui e-commerce.

  1. Kinokuniya

Salah satu toko buku legendaris kesayangan masyarakat Jakarta, Kinokuniya juga menutup gerainya di Plaza Senayan sejak April 2021. Jaringan toko buku lokal asal Jepang yang berdiri sejak 1927 kini hanya tinggal menyisakan satu outlet di mall Grand Indonesia.

  1. Togamas

Gerai buku Togamas yang banyak ditemui di sekitaran Yogyakarta, Solo, hingga Malang juga resmi berhenti beroperasi sejak Juli 2022.

  1. Books and Beyond

Sebelum Gunung Agung, toko buku Books and Beyond juga mengumumkan menutup secara permanen seluruh cabang pada akhir Mei 2023. Books and Beyond juga sempat mengumumkan clearance sale hingga 80 % di semua produk buku yang dijualnya dan kini berfokus pada penjualan online.

Lesunya Industri Penerbitan

Mempertahankan industri penerbitan di Indonesia tak pernah mudah. Berdasarkan data Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) 2015, Indonesia sudah mempunyai 1.328 anggota dan sebanyak 109 adalah anggota penerbitan non-Ikapi.

Namun jumlah penerbit yang aktif memproduksi minimal judul buku per tahun hanya 711 unit. Ini dikarenakan masyarakat Indonesia rata-rata hanya membeli 2 judul buku per tahun.

Industri penerbitan juga semakin terpukul akibat pandemi Covid-19. Survei IKAPI menemukan, sebanyak 58,2% penerbit mengalami penurunan penjualan melebihi 50% dari biasanya.

Adapun 29,6% penerbit mengalami penurunan penjualan antara 31%- 50% dan sebanyak 8,2% penerbit mengalami penurunan antara 10% sampai 30%.

Sementara penerbit dengan kondisi penjualan relatif sama dengan hari-hari biasa hanya sekitar 4,1% penerbit.

Menurut survei Statista per Juni 2020, masyarakat Indonesia juga lebih gemar membeli pakaian dibandingkan buku. Sebanyak 76% orang Indonesia lebih banyak membeli pakaian. Sementara, persentase orang yang membeli sepatu mencapai 69%.

Orang Indonesia juga paling gemar membeli barang-barang elektronik dengan presentase 64%. Dibanding buku, orang Indonesia juga lebih senang membeli makanan dan minuman sebanyak 57%. Adapun presentase orang yang membeli buku hanya mencapai 45%. 

Ini menjadi alasan kuat mengapa industri percetakan dan toko buku sulit untuk bertahan mengandalkan penjualan buku secara murni. Realitas ini menunjukkan bahwa hukum permintaan dan penawaran di industri perbukuan tidak berjalan seimbang.

Potret ini juga menunjukkan bahwa minat baca dan angka literasi warga RI bisa dikatakan minim.

Di tambah lagi, digitalisasi telah mendorong pergeseran kebiasaan orang dalam membaca. Buku fisik menjadi barang yang langka di tengah era gempuran gadget dan kemudahan akses informasi.

Jika menelisik negara lain, India adalah peringkat nomor satu negara yang masyarakatnya menghabiskan banyak waktu untuk membaca. Berdasarkan laporan World Population Review 2022, warga India menghabiskan sekitar 10 jam dan 42 menit waktu untuk membaca per minggu. Ini sama dengan 556,4 jam per tahun.

Negara tetangga di ASEAN, Thailand menduduki peringkat nomor dua dengan tingkat membaca mingguan total 9 jam dan 24 menit atau sekitar 488,8 jam per tahun.

China, negara ekonomi terbesar kedua dunia menghabiskan waktu untuk membaca sekitar 8 jam seminggu atau 416 jam per tahun.

Adapun negara Asia Tenggara lainnya, yakni Filipina menghabiskan waktu membaca 7 jam 36 menit per minggu setara dengan 395,2 jam per tahun.

Sementara negara yang membaca dan membeli buku terbanyak masih diduduki oleh Amerika Serikat (AS). Masyarakat AS membaca sekitar 275.232 buku per tahun dan membentuk 30% pangsa pasar pembeli buku.

China berada di urutan ke dua dengan masyarakat yang membeli buku rata-rata 208.418 buku per tahun yang mencakup 10% pangsa pasar buku.

Di urutan ketiga ada Inggris dengan masyarakatnya membaca sekitar 188.000 buku setiap tahun. Rekor penjualan buku di negeri ini mencapai sedikitnya 212 juta.

Di urutan empat ada Jepang yang warganya membaca rata-rata 139.078 buku per tahun dan menyumbang sekitar 7% dari total pangsa pasar buku.

Ini menjadi kenyataan pahit sekaligus ironis, di mana banyak negara besar memiliki ketergantungan yang tinggi dalam hal membaca dan membeli buku, sementara industri buku di RI justru harus mati secara perlahan. (ADF)

SHARE