UMKM Mengeluh Omzet Seret saat Inflasi September Turun, Kok Bisa?
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi September 2023 secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 2,28 persen.
IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi September 2023 secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 2,28 persen. Angka tersebut turun signifikan apabila dibandingkan dengan September 2022.
"Menurut komponen, tekanan inflasi komponen inti secara tahunan terus mengalami penurunan,"ujar Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti dalam Rilis BPS di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Sepanjang tahun ini, inflasi bisa dibilang turun signifikan. Angkanya bahkan lebih rendah dibanding September tahun lalu yang mencapai 5,95 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Inflasi Melandai, Pedagang Malah Menjerit?
Ramai di sosial media para pelaku UMKM mengeluhkan dagangan mereka yang sepi pembeli. Hal ini sempat diungkap akun penjual makanan di platfrom Instargram @dapuraisyah.lpg.
Dalam unggahannya, akun ini menyoroti sepinya orderan online shop yang menurun drastis. Tak hanya online shop, fenomena turunnya pesanan dan pemasukan ini juga dialami oleh para penjual yang memiliki toko fisik alias offline.
“Sekarang online shop juga sepi. Terus kalau offline dan online shop sepi, kemana ya perginya para customer-customer loyal itu?” ujar akun tersebut.
Sepinya penjualan juga sebelumnya menghebohkan masyarakat lantaran pedagang Tanah Abang yang mengeluhkan hal serupa.
Dalam akun TikTok @boutiq_jakarta, diceritakan Pasar Tanah Abang yang makin sepi pembeli. Para pedagang mengungkapkan pasokan barang yang terus datang, tetapi jumlah pembelian terus berkurang setiap harinya.
“Pasar pun sudah pindah alam, sudah banyak orang nyaman dengan belanja daring. (Belanja) luring pun menjadi korban, setiap hari pasar sepi pengunjung,” ujar akun TikTok @boutiq_jakarta, dikutip Senin (11/9/2023).
Bisa dibilang, Indonesia adalah negara yang pertumbuhan ekonominya bergantung pada aktivitas konsumsi.
Pertumbuhan ekonomi RI ditopang oleh konsumsi rumah tangga sebesar 53,31 persen alias tumbuh 5,23 persen. Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,17 persen pada kuartal kedua tahun ini.
Saat ini, pertumbuhan konsumsi rumah tangga terbilang sudah menyamai posisi sebelum pandemi Covid-19 pada 2020.
Namun, jika dilihat dengan indikator lain, seperti Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil survei Bank Indonesia, indeks pertumbuhannya tidak terlalu tinggi. IPR pada Juli 2023 yakni 212,7, turun 4,5 persen secara bulanan (mtm).
Jika mengacu data BPS, turunnya inflasi juga tak serta merta mendorong konsumsi lebih tinggi. Bisa jadi, ini dikarenakan pola pengeluaran masyarakat yang mulai bergeser akibat naiknya komoditas-komoditas tertentu.
Berdasarkan data BPS, komoditas dominan yang memberikan andil inflasi yaitu biaya kontrak rumah, emas perhiasan, biaya sewa rumah, upah asisten rumah tangga, ikan segar, dan biaya kuliah akademi/perguruan tinggi.
"Tekanan inflasi tahunan komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) masih tinggi namun menunjukkan tren penurunan sejak Januari 2023," ungkap Amalia.
Dia menyebutkan, komoditas yang dominan memberikan andil inflasi selama setahun terakhir adalah rokok kretek filter, rokok putih, rokok kretek, tarif kereta api, dan tarif air minum PAM.
"Komponen harga bergejolak juga kembali mengalami inflasi secara tahunan," ucap Amalia.
Adapun komoditas yang dominan memberikan andil inflasi selama setahun terakhir adalah beras, bawang putih, daging ayam ras, kentang, dan tahu mentah.
Naiknya harga kebutuhan pokok seperti beras, biaya tempat tinggal, hingga biaya pendidikan memberi gambaran yang cukup tentang kondisi masyarakat yang cenderung mengerem pengeluaran sekunder.
Di samping itu, BPS juga mengatakan bahwa dampak dari kenaikan BBM yang terjadi pada September tahun lalu juga terus mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari base effect akibat kenaikan BBM yang berakhir sampai Agustus 2023 dan tidak lagi terlihat dampaknya pada bulan ini. Sehingga, inflasi bulan September tidak lagi dipengaruhi oleh kenaikan harga bensin.
Merujuk fakta ini, idealnya, harga BBM bukan lagi menjadi pertimbangan masyarakat dalam melakukan kegiatan konsumsi.
Ini bisa menjadi sinyal yang mengkhawatirkan buat UMKM lokal yang penjualannya terus menurun. Sementara biaya operasional terus naik, namun tidak dibarengi dengan masuknya pendapatan. (ADF)