UMKM Terpukul, Waspada Indonesia Masuk Middle Income Trap
Menuurt HIPMI, dari sisi ekonomi dan pelaku usaha kecil, pandemi dan PPKM ini memberikan dampak yang luar biasa.Â
IDXChannel - Presiden Jokowi menyampaikan kepada masyarakat bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperpanjang sampai dengan tanggal 25 Juli 2021 melalui akun Youtube Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Selasa malam (20/7).
Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi laju penyebaran Covid-19 dan mengurangi kebutuhan masyarakat berobat ke rumah sakit, walaupun secara umum, data sudah menunjukkan tren yang menurun. Pembukaan akan dilakukan bertahap mulai tanggal 26 Juli 2021 jika tren penurunan terus berlanjut.
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI Ajib Hamdani mengatakan bahwa dari sisi ekonomi dan pelaku usaha kecil, pandemi dan PPKM ini memberikan dampak yang luar biasa.
"Sejak tahun 2020, ketika pandemi melanda Indonesia awal Maret 2020, UKM mengalami tekanan yang luar biasa. Awal tahun 2020, tanpa prediksi pandemi di awal tahun, target pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sebesar 5,3%. Begitu pandemi menghantam Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkonstraksi menjadi -2,07%, terjadi koreksi agregat sekitar 7,37%," ujar Ajib di Jakarta, Rabu(21/7/2021).
Dengan data Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15.434,2 triliun pada tahun 2020, dan kontribusi UKM sebesar 60,8%, maka sektor UKM ini mengalami konstraksi sekitar Rp691,6 triliun sepanjang tahun 2020.
Memasuki tahun 2021, banyak kebijakan pemerintah yang kembali membuat tekanan terhadap UKM. Tanggal 3-20 Juli 2021 dibuat kebijakan PPKM darurat, ditengah membaiknya trend ekonomi di kuartal 2. Bahkan, pada malam hari menjelang selesainya kebijakan PPKM, pemerintah kembali memperpanjang masa berlaku kebijakan PPKM.
"Kembali kebijakan ini memberikan tekanan pada sektor UKM. Sebelum ada kebijakan PPKM, pertumbuhan ekonomi diproyeksi kisaran 4,1%-5,1% dengan angka moderat 4,6%. Begitu PPKM darurat ditetapkan, pemerintah mengkoreksi menjadi kisaran 3,8%," tambah Ajib.
Secara tidak langsung, lanjut dia, pemerintah sudah melihat bahwa kebijakan ini memberikan kontribusi negatif dalam ekonomi dan UKM akan terkonstraksi negatif sekitar Rp75 triliun.
"Kondisi pandemi, dan selanjutnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang membuat batasan mobilitas orang, memberikan dampak yang serius terhadap ekonomi, yang harus dimitigasi dengan komprehensif," terangnya.
Di lapangan, ketika secara nyata UKM terpukul, justru kelas menengah atas jumlahnya meningkat. Berdasarkan data Credit Suisse dan Financial Times, jumlah orang dengan kekayaan di atas USD1 juta, justru meningkat dari 106 ribu menjadi 172 ribu, meningkat 62,3% selama pandemi. "Ini menjadi indikator kalau gini ratio Indonesia akan semakin melebar, dan akan menjadi masalah akut Indonesia masuk dalam middle income trap," ucap Ajib.
Hal kedua, dalam konteks ekonomi, masalah muncul di potensi kredit macet di perbankan. Ketika ekonomi bergerak lambat, maka kemampuan membayar debitur akan turun.
"Ketika perputaran ekonomi terus tertekan, potensi kredit macet akan membuat efek domino goyahnya industri keuangan dan perbankan. Problem di industri keuangan, bisa membuat krisis ekonomi berkepanjangan," pungkas Ajib. (NDA)