Utang Pemerintah dan Pajak Rakyat Bikin Cadangan Devisa Indonesia Menguat di 2024
Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2023 tercatat sebesar USD146,4 miliar.
IDXChannel - Posisi cadangan devisa Indonesia menguat memasuki tahun 2024. Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2023 tercatat sebesar USD146,4 miliar.
Hal ini disampaikan Asisten Gubernur Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono. Menurutnya, cadangan devisa ini meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2023 sebesar USD138,1 miliar. Angka ini juga lebih tinggi dari posisi cadangan devisa setahun sebelumnya sebesar USD137,2 miliar pada Desember 2022.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. (Lihat grafik di bawah ini.)
BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Ke depan, BI memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Erwin menambahkan, kenaikan posisi cadangan devisa pada Desember 2023 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
"Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah," kata Erwin dalam keterangan resminya, Senin (8/1/2024).
Ini artinya, kata dia, kenaikan cadangan devisa masih bergantung pada utang luar negeri pemerintah. Melansir laporan Kementerian Keuangan bertajuk APBN Kita edisi Desember 2023, per akhir November 2023, nilai total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp8.041,01 triliun atau 38,11 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sekadar informasi, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023, batas rasio utang sebesar 60 persen. Jika mengacu Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026, rasio utang pemerintah ditetapkan maksimal 40 persen.
Dilihat dari komposisinya, per akhir 2023, utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) dengan denominasi rupiah. Tercatat nilai utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 7.124,98 triliun, atau setara 88,61 persen dari total utang pemerintah.
Jika dirinci, nilai SBN domestik sebesar Rp 5.752,25 triliun, terdiri dari surat utang negara (SUN) sebesar Rp 4.677,88 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp 1.074,37 triliun. Selanjutnya, SBN dengan denominasi valuta asing (valas) nilainya sebesar Rp 1.372,73 triliun, dengan komposisi SUN sebesar Rp 1.033,24 triliun dan SBSN sebesar Rp 339,49 triliun.
Sementara itu, penerimaan pajak hingga akhir 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun atau 108,8 persen terhadap target APBN. Angka ini juga mencapai 102,8 persen terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2023.
Angka penerimaan pajak tahun lalu berhasil melampaui target yang telah ditetapkan selama tiga tahun berturut-turut sejak 2021. Capaian ini juga naik 8,9 persen dibandingkan realisasi 2022 sebesar Rp1.716,8 triliun.
Kementerian Keuangan menyebut, peningkatan penerimaan pajak didukung kondisi ekonomi domestik yang terjaga dan adanya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak sebagai dampak peningkatan aktivitas pengawasan, seperti pengawasan pasca pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Moncernya penerimaan pajak juga didukung oleh tiga kelompok pajak yang mampu melampaui target dan tumbuh positif. Di antaranya Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas yang mencapai Rp993 triliun atau 101,5 persen dari target. Angka ini bahkan tumbuh 7,9 persen secara tahunan (yoy).
Waspadai Penurunan Nilai Ekspor
Di tengah cadangan devisa yang naik, Indonesia masih mencatatkan kinerja ekspor lesu. Kondisi ini yang perlu diwaspadai bagi perekonomian nasional ke depan.
Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia pada November 2023 mencapai USD22,00 miliar atau turun 0,67 persen dibanding ekspor Oktober 2023. Dibanding November 2022, nilai ekspor turun sebesar 8,56 persen.
Secara rinci, ekspor nonmigas November 2023 mencapai USD20,72 miliar, turun 0,29 persen dibanding Oktober 2023 dan turun 9,76 persen jika dibanding ekspor nonmigas November 2022.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–November 2023 mencapai USD236,41 miliar atau turun 11,83 persen dibanding periode yang sama tahun 2022. Sementara itu, ekspor nonmigas mencapai USD221,96 miliar atau turun 12,47 persen.
Penurunan terbesar ekspor nonmigas November 2023 terhadap Oktober 2023 terjadi pada komoditas besi dan baja sebesar USD167,1 juta (6,82 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar USD159,7 juta (6,56 persen).
Negara tujuan ekspor nonmigas November 2023 terbesar adalah China, mencapai USD5,41 miliar, disusul India USD2,01 miliar dan Amerika Serikat USD1,94 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 45,16 persen.
Sementara nilai impor Indonesia November 2023 justru naik 4,89 persen mencapai USD19,59 miliar,dibandingkan Oktober 2023 atau naik 3,29 persen dibandingkan November 2022.
Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–November 2023 adalah China sebesar USD56,74 miliar (33,31 persen), Jepang USD15,20 miliar (8,92 persen), dan Thailand USD9,36 miliar (5,50 persen).
Berkat data ini, neraca perdagangan Indonesia November 2023 mengalami surplus USD2,41 miliar terutama berasal dari sektor nonmigas USD4,62 miliar. Namun, angka surplus ini harus tereduksi oleh defisit sektor migas senilai USD2,21 miliar.
Selain itu, pemulihan ekonomi China yang masih jauh di bawah harapan dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja ekspor RI di masa mendatang. Mengingat, China adalah salah satu negara tujuan ekspor utama dan mitra dagang utama Indonesia.