ECONOMICS

Warga yang Dirugikan Karena Kebocoran Data Lembaga Negara Bisa Ajukan Pengaduan

Suparjo Ramalan 24/05/2021 17:14 WIB

Kebocoran data 279 juta warga Indonesia yang diduga bersumber dari Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bisa berujung pada ranah pidana.

Kebocoran data 279 juta warga Indonesia yang diduga bersumber dari BPJS Kesehatan bisa berujung pada ranah pidana. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kebocoran data 279 juta warga Indonesia yang diduga bersumber dari Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bisa berujung pada ranah pidana. Jalur hukum akan berjalan bila ada peserta mengalami kerugian. 

Dalam Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dijelaskan menghilangkan, tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku catatan, dokumen, laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS Kesehatan hingga dana jaminan sosial, maka manajemen atau direksi dapat dikenakan sanksi hukum.

Pasal tersebut diperkuat oleh ketentuan bahwa direksi bertanggung jawab secara terhadap renteng  kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan dana jaminan sosial. Dalam konteks ini, direksi akan bisa dipenjara paling lama delapan tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar. 

"Kalau pemerintah sendiri sih sebenarnya ini menjadi sebuah rahasia negara kalau memang bocor bisa langsung dipidanakan sih enaknya. Kalau antara peserta atau antara masyarakat dengan BPJS Kesehatan kan diatur kalau perselisihan. Ini diatur dalam UU BPJS Kesehatan Nomor 24 Tahun 2011 itukan keperdataan saja," ujar Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (24/5/2021). 


Dia menilai, jika kebocoran data menyebabkan kerugian bagi peserta, maka bisa dilakukan pengaduan. Meski begitu, ada sejumlah tahap pengaduan yang dilakukan peserta. Misalnya, pihak yang merasa dirugikan yang pengaduannya belum dapat diselesaikan unit yang dibentuk oleh direksi BPJS Kesehatan, maka penyelesaian sengketanya dilakukan melalui mekanisme mediasi.

Mekanisme mediasi dilakukan melalui bantuan mediator yang disepakati kedua belah pihak secara tertulis. Tahap mediasi dilakukan paling lama 30 hari kerja sejak penandatangan kesepakatan keduanya. Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi sendiri ada setelah kesepakatan bersama yang berlaku secara tertulis, bersifat final dan mengikat.

Selanjutnya, pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan peserta melalui mekanisme mediasi, maka penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.

"Misalnya saya merasa punya data, kok bocor, mulanya saya buka BPJS Kesehatan, prosesnya memang dimulai dengan musyawarah sampai akhirnya di bawah pengadilan. Peserta bisa mengajukan ganti rugi, ini dari sisi perdata, kalau dari sisi pemerintah bisa dipindah langsung," kata dia. 

Pengawasan terhadap BPJS Kesehatan sendiri dilakukan secara eksternal dan internal. Dimana, pengawasan internal dilakukan oleh organ pengawas BPJS yang terdiri atas Dewan Pengawas dan satuan pengawas internal. Sementara pengawasan eksternal dilakukan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan lembaga pengawas independen.

Dalam beleid itu pun ditegaskan bahwa dana jaminan sosial merupaka dana amanat milik seluruh peserta yang dihimpun melalui iuran dan hasil pengembangan yang dikelola manajemen.  

Sementara, peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Iuran sendiri dipahami sebagi sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, atau pemerintah. (TIA)

SHARE