Waspada Ancaman El Nino Kerek Inflasi Pangan di Kuartal II 2023
Perubahan iklim tampaknya menjadi salah satu ancaman serius bagi ekonomi nasional. Termasuk dampaknya pada ketahanan pangan.
IDXChannel - Perubahan iklim tampaknya menjadi salah satu ancaman serius bagi ekonomi nasional. Termasuk dampaknya pada ketahanan pangan.
Salah satu fenomena perubahan iklim yang saat ini dikhawatirkan berdampak pada ketahanan pangan adalah fenomena El Nino.
Melansir situs BMKG, El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan puncak El Nino di 2023 akan terjadi pada Agustus mendatang. Fenomena tersebut berpotensi menyebabkan lahan-lahan pertanian mengalami kekeringan.
Musim kemarau identik dengan potensi kekeringan lahan sekitar 200 ribu hektare. Namun, dengan adanya El Nino, dampak kekeringan lahan pertanian diperkirakan meningkat bisa mencapai 560 hingga 870 hektare.
"Upaya antisipasi dan adaptasi dampak perubahan iklim ekstrem El Nino, di mana prediksi BMKG dan organisasi iklim internasional memperkirakan akan terjadi El Nino pada semester II- 2023. Puncaknya diperkirakan pada Agustus 2023," ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam Raker bersama Komisi IV DPR RI, Selasa (13/6/2023).
Menteri Pertanian juga mengungkap produksi hasil pertanian berpotensi turun akibat El Nino.
Kementan telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi untuk menghadapi kekeringan tersebut. Mengingat di beberapa negara juga sudah terjadi krisis pangan yang salah satunya disebabkan oleh perubahan iklim.
"Setiap kejadian El Nino juga berpotensi menyebabkan kebakaran lahan pertanian, gagal panen, dan meningkatkan intensitas serangan hama tanaman," imbuh Menteri Pertanian.
Waspada Inflasi Pangan
Produksi pangan yang melambat dapat berpotensi menyebabkan kelangkaan bahan pangan dan pada gilirannya menyebabkan kenaikan inflasi pangan.
Hal ini sempat disampaikan Bank Indonesia (BI) yang mengatakan pola cuaca El Nino dapat mempengaruhi inflasi pangan dalam negeri pada paruh kedua 2023, pada Rabu (17/5/2023).
Dalam rapat koordinasi inflasi pada pertengahan Mei lalu, BI menegaskan tekanan harga di dalam negeri telah mereda, namun Bank Indonesia tetap memantau potensi dampak dari pola cuaca kering tersebut.
Jika merujuk data BPS, secara tahunan, inflasi inti Mei 2023 tercatat sebesar 2,66% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 2,83% (yoy).
Dalam data inflasi, terutama pada kelompok volatile food Mei 2023, terjadi peningkatan dibandingkan dengan perkembangan bulan sebelumnya.
Kelompok volatile food mencatat inflasi sebesar 0,49% secara bulanan, atau meningkat dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 0,29%.
Perkembangan tersebut terutama disumbang oleh inflasi komoditas bawang merah, daging ayam ras dan telur ayam ras.
Kelompok volatile food secara tahunan mengalami inflasi 3,28% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 3,74% (yoy).
Secara kuartalan, inflasi pangan juga tercermin dari inflasi harga produsen yang terpantau meningkat untuk beberapa indikator seperti pertanian, inflasi tanaman bahan makanan dan hortikultura dan perikanan sepanjang Q1 2023. (Lihat tabel di bawah ini.)
Jika gagal panen meningkat tahun ini, maka secara otomatis bisa berdampak pada penurunan produksi dan peningkatan permintaan bahan pangan. Dampaknya, harga-harga bisa meroket.
Salah satu yang paling terasa saat ini adalah harga telur yang sulit mengalami penurunan di level sekitar Rp30 ribu. Kondisi ini perlu diantisipasi agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan tidak berdampak bagi ekonomi dalam negeri. (ADF)