Shunsaku Sagami, Miliarder Baru Jepang yang Masih Berusia 32 Tahun
Saham Sagami sebesar 73% di perusahaan M&A sekarang bernilai lebih dari USD1 miliar atau Rp14,7 triliun.
IDXChannel - Shunsaku Sagami, pendiri dan CEO M&A Research Institute Holdings, menjadi seorang miliarder baru Jepang yang masih berusia 32 tahun.
Saham perusahaan, yang berspesialisasi dalam M&A, melonjak naik hingga lebih dari 340% sejak pencatatan sahamnya pada bulan Juni lalu.
Mengutip dari laman Forbes, Selasa (02/05/2023), saham Sagami sebesar 73% di perusahaan M&A sekarang bernilai lebih dari USD1 miliar atau Rp14,7 triliun, berdasarkan harga penutupan hari Jumat sebesar USD74,36.
Perusahaan M&A Research Institute Holdings didirikan pada tahun 2018. Perusahaan tersebut menggunakan kecerdasan buatan untuk mencocokkan pembeli potensial dengan perusahaan yang biasanya menghadapi risiko penutupan karena pemiliknya sudah menua dan tidak dapat menemukan penerus.
Perusahaan Sagami telah menjadi mahir dalam menyelesaikan transaksi dengan cepat, yakni rata-rata hanya membutuhkan waktu lebih dari enam bulan untuk menyelesaikan transaksi dibandingkan dengan rata-rata industri yang membutuhkan waktu satu tahun.
Aktivitas transaksi perusahaan M&A telah melonjak di Jepang, mulai dari transaksi bernilai besar hingga transaksi dengan nilai kecil yang menjadi target Sagami. Diektahui, aktivitas perusahaan tersebut telah mencapai rekor tertinggi 4.304 transaksi pada tahun 2022, menurut Recof, sebuah perusahaan Jepang yang melacak pasar M&A.
Tahun lalu, perusahaan investasi AS, KKR, memprivatisasi perusahaan Jepang, Hitachi Transport System, dalam sebuah kesepakatan senilai USD5,2 miliar atau Rp76,4 triliun. Berbagai transaksi perusahaan M&A Research Institute di masa lalu diantaranya termasuk penjualan perusahaan IT senilai Rp21 miliar tanpa penerus kepada saingannya yang bernilai Rp160 miliar yang ingin melakukan ekspansi.
Pekerjaan pertama Sagami adalah di bidang periklanan dan bukan di bidang keuangan. Pada tahun 2015, Sagami mendirikan sebuah perusahaan media fesyen bernama Alpaca yang diakuisisi oleh agensi humas yang terdaftar di Tokyo, Vector, dan kemudian berganti nama menjadi Smart Media.
Tujuan utama Sagami adalah untuk membantu melestarikan UKM Jepang karena lebih dari 99% dari semua perusahaan di Jepang adalah UKM dan sekitar dua pertiga dari mereka tidak memiliki penerus, menurut Teikoku Databank, sebuah perusahaan riset keuangan.
M&A Research Institute menggunakan sistem pencocokan bertenaga AI untuk membantu mencari calon pembeli potensial dari bisnis yang pemiliknya ingin menjualnya. Sistem tersebut mengenakan biaya keberhasilan, yang dibayarkan hanya ketika kesepakatan tercapai.
“Sistem penetapan harga yang ramah klien dan pendekatan berbasis AI ini telah memberikan keunggulan dalam persaingan,” kata perusahaan melalui laman Forbes, Selasa (02/05/2023).
Keberhasilan tersebut mendorong Sagami untuk membawa M&A Research Institute ke publik di pasar pertumbuhan bursa saham Tokyo pada bulan Juni tahun lalu, kurang dari empat tahun setelah perusahaan ini didirikan.
M&A Research Institute melaporkan laba bersih sebesar USD7,1 juta atau Rp104 miliar dari pendapatan sebesar USD15,7 juta atau Rp230 miliar untuk kuartal yang berakhir pada Desember 2022.
Selain itu, pendapatan tahunan perusahaan tersebut juga melonjak hampir 200% dari tahun ke tahun menjadi USD28,8 juta atau sebesar Rp423 miliar pada tahun fiskal yang berakhir September 2022, dengan laba yang melonjak hampir empat kali lipat menjadi USD9,8 juta atau Rp144 miliar pada periode yang sama.
(Penulis Fidya Damayanti magang)
(SAN)