ECOTAINMENT

Simak Kisah Hidup Raden Ajeng Kartini, Pahlawan Kesetaraan dan Pendidikan Indonesia

Rizki Setyo Nugroho 21/04/2022 12:08 WIB

Kisah hidup Raden Ajeng Kartini seakan tidak ada bosan-bosannya untuk diceritakan

Simak Kisah Hidup Raden Ajeng Kartini, Pahlawan Kesetaraan dan Pendidikan Indonesia (Foto: MNC Media)

IDXChannel Kisah hidup Raden Ajeng Kartini seakan tidak ada bosan-bosannya untuk diceritakan. Raden Ajeng Kartini, atau biasa disebut sebagai RA Kartini, adalah seorang Pahlawan Nasional yang berjasa dalam mewujudkan kesetaraan perempuan dan laki-laki, serta kesetaraan bagi kaum perempuan dalam mengenyam pendidikan.

Setiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia memperingati hari Kartini, yang sudah diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, yang ditandatangani pada tanggal 2 Mei 1964. Tanggal 21 April merupakan hari kelahiran dari sang pahlawan emansipasi wanita, lebih tepatnya pada tanggal 21 April 1879.

Nah, seperti apa kisah hidup Raden Ajeng Kartini yang akan selalu dikenang akan jasa-jasanya tersebut?

Kisah Hidup Raden Ajeng Kartini

  1. Kehidupan Raden Ajeng Kartini

Raden Ajeng Kartini merupakan anak kelima dari 11 bersaudara yang lahir di Mayong, Jepara, dan merupakan cucu dari Pangeran Ario Tjondronegoro, yang kala itu menjadi Bupati Demak. Pangeran Ario merupakan seorang ayah yang memberikan pendidikan dengan menggunakan pelajaran Barat untuk anak-anaknya.

Bagi anak-anak perempuan Jawa, mengenyam pendidikan resmi di sekolah adalah hal yang tabu. Hal tersebut tidak dibenarkan oleh adat dan dicerca oleh masyarakat. Namun, Kartini tidak ingin ada tradisi yang diskriminatif seperti itu.

Hingga usia 12 tahun, RA Kartini diperbolehkan untuk tetap bersekolah di Europese Lagere School (ELS). Banyak pelajaran yang didapatkan oleh Kartini semenjak masuk ke ELS, namun setelah usianya menginjak 12 tahun, Ia harus tinggal di rumah karena sudah boleh dipingit.

  1. Raden Ajeng Kartini Dipingit

Saat masa pingitan tersebut, Kartini mulai merenung. Saat masa mudanya, Ia dipaksa untuk memahami berbagai persoalan yang sebenarnya belum layak untuk menjadi perhatiannya.

Dalam masa pingitan tersebut, Kartini tetap tidak menyerah dan belajar sendiri tanpa adanya seorang guru. Dengan kemampuan berbahasa Belandanya, Kartini mulai menulis surat kepada teman-teman korespondensinya yang berasal dari Belanda.

Dari berbagai buku, koran, serta majalah Eropa, Kartini mulai tertarik kepada kemajuan cara berpikir orang Eropa, terutama para perempuan Eropa. Mulai dari situlah timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi yang sering dianggap memiliki status sosial yang rendah.

  1. Raden Ajeng Kartini Beranjak Dewasa dan Menikah

Setelah menghabiskan waktu untuk membaca dan mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan mengenai masalah sosial umum dan emansipasi wanita, Kartini tumbuh menjadi seorang wanita dewasa yang memiliki pemikiran matang. Salah satu gagasan yang menjadi perhatian adalah mengenai pendirian sekolah bagi perempuan pribumi. 

Namun sayang, saat rencana tersebut sudah hampir terwujud, ayah Kartini sakit keras dan rencana tersebut tidak terlaksana. Setelah Ia gagal menjadi guru, Kartini sempat bertekad untuk menjadi seorang dokter. Ayahnya pun setuju dan mengajukan beasiswa kepada pemerintahan Hindia Belanda.

Namun, lagi-lagi harapannya harus pupus. Beasiswa tersebut Ia tolak karena Kartini akan menikah. Menurut buku Rintihan Kartini karya Idjah Chodijah, beasiswa tersebut akhirnya diberikan kepada Haji Agus Salim.

Setelah menikah dengan R.M Jayadiningrat pada 1903, cita-cita Kartini untuk memajukan kaum wanita sangat didukung oleh suaminya. Ia akhirnya bisa sedikit demi sedikit memberikan pendidikan kepada anak-anak perempuan seperti yang dilakukannya di Kabupaten Jepara dengan membangun sebuah sekolah. Setelah pindah ke Rembang mengikuti sang suami, sekolah yang pernah dirintisnya tersebut bersama adiknya, Kardinah, Ia lanjutkan di Rembang.

Namun sayang, Kartini meninggal di usia muda, yaitu pada tanggal 17 September 1904. Surat-surat yang sering Ia kirimkan ke sahabatnya ternyata menginspirasi banyak orang. Pada tahun 1912, berdiri sebuah Sekolah Wanita yang didirikan oleh Yayasan Kartini di Semarang. Sekolah tersebut diberi nama Sekolah Kartini, yang didirikan oleh salah satu tokoh politik, yaitu keluarga Van Deventer. Setelah itu, banyak berdiri Sekolah Kartini lainnya yang tersebar di berbagai daerah, seperti Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan lainnya.

Itulah sedikit kisah hidup Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan pendidikan dan kesetaraan wanita di Indonesia. 

SHARE