INSPIRATOR

5 Perusahaan Keluarga yang Masih Bertahan di BEI, Intip Perjalanan Bisnisnya

Kurnia Nadya 10/03/2025 17:57 WIB

Perusahaan-perusahaan ini telah berdiri belasan hingga puluhan tahun, melampui naik turun perubahan dan perkembangan perekonomian Indonesia.

5 Perusahaan Keluarga yang Masih Bertahan di BEI, Intip Perjalanan Bisnisnya. (Foto: Gudang Garan)

IDXChannel—Ada sejumlah perusahaan keluarga yang masih bertahan di BEI. Beberapa perusaan besar di Indonesia adalah bisnis yang dibangun dan dikelola satu keluarga dari generasi ke generasi. 

Perusahaan-perusahaan ini telah berdiri belasan hingga puluhan tahun, melampui naik turun perubahan dan perkembangan perekonomian di Indonesia. Bahkan ada yang telah berdiri sejak zaman kolonial Belanda. 

Berikut ini adalah beberapa perusahaan keluarga yang masih bertahan di BEI

5 Perusahaan Keluarga yang Masih Bertahan di BEI

1. PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) 

HM Sampoerna adalah salah satu perusahaan swasta tertua di Indonesia. Perjalanan konglomerasi tembakau ini diawali dengan usaha kecil-kecilan yang dirintis oleh Liem Seeng Tee, seorang imigran asal Fujian yang datang ke Hindia Belanda pada 1900-an. 

Liem Seeng Tee dan istrinya merintis usaha rokok kecil-kecilan di warung di Ngaglik, Surabaya, pada 1912. Liem menjajakan rokok ini dengan sepeda. Pada 1913 Liem mulai memproduksi rokok linting tangan secara komersial dengan merek Dji Sam Soe. 

Setelah warungnya terbakar, usaha rokok Liem Seeng Tee sempat terhenti. Namun dia melanjutkan bisnis itu dengan membeli pabrik yang hampir bangkrut dan meracik resep rokok yang enak selama lima tahun. 

Seiring perkembangan usaha rokoknya, Liem meresmikan usahanya menjadi NVBM Handel Maatschappij Sampoerna pada 1930. Nama Sampoerna dipilih dengan harapan agar produk buatannya menjadi yang terbaik di pasaran. 

Dua tahun setelahnya kegiatan produksi Sampoerna dipindahkan ke Jembatan Merah, Surabaya, di atas lahan seluas 1,5 hektare dan merupakan bangunan eks pantai asuhan yang dibeli Liem dari seorang Belanda. 

Pada masa ini pertumbuhan bisnis Sampoerna kian pesat. Namun pada 1942 pasukan Jepang tiba di Surabaya dan menghancurkan bisnis yang dirintis Liem. Dia ditangkap dan dikirim kerja paksa di Jawa Barat, sementara pabriknya dikuasai oleh Jepang. 

Setelah proklamasi kemerdekaan, Liem kembali ke Surabaya dan merintis lagi bisnis Sampoerna dari nol, bermodalkan merek Dji Sam Soe. Bisnis rokoknya pulih pada 1949, tapi lagi-lagi beberapa tahun kemudian Sampoerna nyaris bubar, kali ini karena konflik internal antara karyawan. 

Sepeninggal Liem Seeng Tee, bisnis Sampoerna diteruskan oleh putranya, yakni Aga Sampoerna, yang kemudian diteruskan lagi oleh anaknya Putra Sampoerna. Perusahaan ini mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada 1990. 

2. PT Ciputra Development Tbk (CTRA) 

PT Ciputra Development Tbk adalah perusahaan pengembang dan properti yang didirikan oleh mendiang Ir. Ciputra. Bisnis ini didirikan Ciputra setelah dia sukses dan lama bekerja di Pembangunan Jaya (Jaya Group), sebuah perusahaan daerah milik pemda Jakarta. 

Sebelum mendirikan konglomerasinya sendiri, Ciputra terlibat dalam beragam proyek pembangunan prestisius. Antara lain pembangunan Taman Impian Jaya Ancol, Metropolitan Group (perumahan/kawasan Pondok Indah), dan pembangunan kota mandiri BSD. 

Dia mendirikan perusahaannya sendiri, PT Ciputra Development Tbk, pada 1981. Lewat perusahaannya sendiri, Ciputra membangun banyak kompleks perumahan, apartemen, pusat perbelanjaan, kawasan superblok, hingga universitas. 

Ciputra meninggal dunia pada 2019, kini bisnis ini dikelola oleh anak-anaknya (generasi kedua). Rina Ciputra, Candra Ciputra, Junika Ciputra, dan Cakra Ciputra tercatat dalam jajaran direksi di laman resmi perseroan. 

3. Salim Group

Salim Group adalah konglomerat yang didirikan oleh Sudono Salim dan kini diteruskan oleh Anthony Salim. Salim Group membawahi banyak perusahaan yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia. 

Antara lain PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Indomobil Sukses Sukses Internasional Tbk (IMAS), dan sebagainya. 

Salim Group juga membawahi divisi dan perusahaan yang masih berstatus privat dengan lini produk yang populer di Indonesia. Antara lain PT Bogasari Flour Mill, Indomaret, dan PT Indolakto (Indomilk). 

Salim Group tidak hanya bergerak di bidang produksi makanan, tetapi juga bergerak di sektor asuransi, otomotif, perkebunan sawit, media, restoran, dan sebagainya. Anthony Salim pun memiliki kepemilikan saham pada beberapa perusahaan di luar Salim Group. 

Sudono Salim juga mendirikan Bank Central Asia bersama Mochtar Riady, sebelum akhirnya bank tersebut dibeli oleh Djarum Group dan kini menjadi milik Hartono bersaudara. 

4. Sinar Mas 

Sinar Mas juga merupakan konglomerat yang didirikan oleh Eka Tjipta Widjaja. Sinar Mas memiliki lini bisnis yang terdiversifikasi, dan membawahi banyak perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. 

Melalui Asia Pulp & Paper, Sinar Mas memiliki PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP). Ada PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) pada Sinar Mas Land. 

Sementara pada lini agribisnis perusahaan ini memiliki PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR). Pada lini pertambangan terdapat PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dan PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS). 

Sinar Mas juga merupakan pemilik PT Smart Telecom Tbk (FREN), salah satu provider jaringan telekomunikasi di Indonesia. Konglomerat ini juga memiliki banyak anak-anak usaha di tiap lini bisnisnya. 

Melalui Sinar Mas Land, perusahaan ini membangun kota mandiri BSD, beragam pusat-pusat perbelanjaan (ITC, FX, dll), apartemen, dan bangunan real estate lainnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. 

Franky Oesman Widjaja, salah satu anak Eka Tjipta Widjaja, masih terlibat dalam pengelolaan bisnis di Sinar Mas. 

5. PT Gudang Garam Tbk (GGRM)

Gudang Garam adalah salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia. Gudang Garam didirikan oleh Tjoa Ing-Hwie atau Surya Wonowidjojo pada 1956 di Kediri, Jawa Timur. Pada saat itu Surya memproduksi rokok kretek dan kelobot dengan merek Inghwie. 

Pada 26 Juni 1958, Surya mengganti nama perusahaannya menjadi Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam. Konon nama ‘Gudang Garam’ diperoleh Surya dari mimpinya. Pada awal pembukaan usaha, Gudang Garam hanya punya 50 pekerja. 

Melansir laman resmi Gudang Garam (10/3), pada 1960 Surya membuka cabang di Gurah, tak jauh dari Kediri, di mana ada sekitar 200 karyawan yang bekerja di sini. Pulang pergi Gurah-Kediri naik kereta yang dibiayai oleh perusahaan.

Pada 1966, Gudang Garam berhasil menjadi produsen rokok sigaret kretek tangan terbesar di Indonesia. Saat itu produksinya mencapai 50 juta batang per bulan. Dua tahun setelahnya, Gudang Garam mendirikan dua unit produksi baru.  

Sampai 1979, Gudang Garam masih memproduksi rokok lintingan sendiri di saat produsen lain sudah lebih dulu menggunakan mesin. Setelah menggunakan mesin, produksi Gudang Garam meningkat menjadi 17 miliar batang per tahun. 

Gudang Garam didirikan ketika Surya masih berusia 35 tahun. Dia bermigrasi ke Indonesia pada usia tiga tahun dan menetap di Sampang, Madura. Surya sejak kecil telah akrab dengan pabrik rokok.

Sepeninggal Surya, Gudang Garam dikelola oleh putra pertamanya, Rachman Halim. Saat ini, Gudang Garam dipimpin oleh putra ketiga Surya, yakni Susilo Wonowidjojo. Susilo meninggalkan bangku SMA untuk membantu ayahnya bekerja di perusahaan. 

Gudang Garam mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 27 Agustus 1990. 

Itukah sederet perusahaan keluarga yang masih bertahan di BEI. 


(Nadya Kurnia)

SHARE