Dulu Dibayar Rp500 Ribu, VJ Asal Malang Ini Diajak Tur ke Eropa dan Raup Rp150 Juta Sekali Tampil
Pria asal Malang yang memiliki nama panggung VJ Luwky bercerita soal perjalanannya menjalani profesi Visual Jockey (VJ).
IDXChannel - Berawal dari hobi bermusik, pria asal Malang ini merambah dunia Visual Jockey (VJ) dan melakukan tur ke sejumlah negara di Eropa. Dalam tur itu, dia diminta berkolaborasi dengan beberapa artis ternama di bidang Disc Jockey (DJ), hingga mendapat bayaran ratusan juta rupiah sekali tampil.
VJ Luwky demikian nama panggungnya ketika tampil. Namanya memang belum terlalu dikenal di industri kreatif permusikan di Malang atau Indonesia. Namun, pria bernama lengkap Lucy Bayu Kurniawan ini baru menyelesaikan tur ke Eropa di 10 titik lokasi di beberapa negara.
Sepanjang tur itu, kata Lucy, acara terbesar yang dia ikuti yakni Konser Ultra Music Festival di Kroasia yang dihadiri penonton hingga lebih dari 145 ribu orang dari 100 negara di dunia. Bahkan dari penampilannya di tur Eropa itu, dia menerima bayaran fantastis. Padahal di awal karier, dia pernah hanya dibayar ratusan ribu saja.
Lucy pun menceritakan awal mula dirinya berkecimpung pada bidang VJ profesional. Kecintaannya di dunia musik mengawali perkenalannya dengan bidang visual jockey. Awalnya dia sempat menjadi anak band hingga produser musik. Tapi peruntungannya masih belum maksimal, sehingga membuatnya belajar visual jockey secara otodidak pada tahun 2010.
"Karena dasarnya saya suka musik, akhirnya belajarlah secara otodidak. Dari ngulik, mempelajari itu, cuma nggak ada buku cetaknya. Waktu itu mencari informasi di warnet, teknisinya bagaimana, software juga susah banget, tapi saya pelajari semuanya," ucap Lucy saat ditemui IDXChannel di rumahnya di kawasan Jalan Simpang Sulfat Selatan, Kota Malang, Sabtu (31/8/2024).
Menurutnya, profesi VJ mirip dengan DJ, tapi VJ berada di belakang layar dengan tugas mengontrol serta menampilkan visualisasi seiring dengan musik yang dimainkan di suatu konser atau pertunjukan.
"Jadi kami professional visual jockey, ada asosiasinya juga. Tugasnya menampilkan visualisasi mengiringi musik. Visual yang dihasilkan bisa berupa efek khusus, animasi, maupun video loop sehingga pertunjukan lebih menarik dan spektakuler. Kalau dari perannya memang tak terlihat, tapi itu juga bagian penting," tuturnya.
Ketertarikan dan jiwa seni yang tinggi membuat Lucy memutuskan sepenuhnya terjun menjadi VJ profesional. Beberapa ajang musik hingga tempat wisata awalnya dia yang mengonsep visual art-nya. Bahkan salah satu tempat hiburan ternama milik pengacara kondang Hotman Paris, rutin menggunakan jasanya untuk mengkreasikan VJ yang mengiringi perfoma musik DJ. Selain itu, kreasi visual jockey-nya juga digunakan oleh Jatim Park, tempat wisata ternama di Kota Batu, Jawa Timur.
Diajak DJ W&W Tur ke Eropa
Alumnus jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang (UNM) ini lantas bertekad go internasional dengan nama panggung VJ Luwky. Untuk memuluskan rencananya, beberapa karyanya dia unggah di platform media sosial pribadi hingga dia mencoba menemui salah satu artis VJ ternama, Vello Virkhaus.
"Itu di tahun 2015 waktu itu ada Ultra Music Festival di Bali. Saya nekat berangkat pakai uang tabungan, mencoba menemui si Vello ini. Tapi ternyata si Vello ini nggak datang, karena sakit dan digantikan oleh Grand Davis. Tapi saya pun akhirnya ketemu sama Grand Davis ini, sempat ngobrol-ngobrol," katanya.
Ternyata usai pertemuan dengan Davis itulah dia sadar bahwa rekam jejaknya dipantau oleh sang bintang, Vello Virkhaus. Meski begitu, dia mengaku telah beberapa kali mengerjakan proyek visual jockey dari artis lokal, seperti Cakra Khan, Judika, dan beberapa artis dari Malaysia. Namun, dia terkejut ketika namanya malah direkomendasikan oleh Grand Davis ke Virkhaus saat acara Ultra Music Festival di Singapura dan Korea Selatan di tahun 2017.
"Si Vello ini kebetulan yang meng-handle sebagian tur di Asia. Dari sanalah saya mulai banyak jaringan, sampai ke Eropa juga, akhirnya kenal DJ ternama W&W, karena memang Vello ini jaringannya luas," katanya.
Di kesempatan berikutnya, dia akhirnya menjadi langganan tetap W&W untuk mengiringi musik DJ-nya. Bahkan pria berusia 36 tahun ini diajak tur keliling Asia Timur mulai dari China hingga Korea Selatan.
"Di China itu sehari bisa tiga kali tampil, naik jet pribadi. Sekali perform itu waktunya 1,5 jam-an, di 2024 kemarin juga sempat diajak tur Eropa sama W&W," ucapnya.
Di Eropa, Lucy tampil di sepuluh negara besar mulai dari Jerman, Ceko, hingga Kroasia. Di mana puncaknya yang terbesar berada di Kroasia ketika tampil dalam konser Ultra Music Festival yang dihadiri oleh 145 ribu penonton dan menjadi konser musik DJ terbesar di dunia.
"Selama di Eropa juga tantangannya tidak mudah, mulai dari faktor cuaca waktu di Jerman, itu yang membuat pesawat dibatalkan keberangkatannya. Jadi harus pindah naik ke Berlin, Jerman, bagaimana pun caranya, akhirnya naik kereta perjalanan jauh," katanya.
Tantangan lain adalah dia harus tiba di hari H konser dan tidak sempat melakukan cek sound alias gladi bersih untuk memastikan peralatan siap digunakan. Saat itu dia harus tampil tiga jam setelah tiba di lokasi konser. Meski menantang, dia tetap menjalaninya dengan profesional.
"Kalau ditotal sudah 400 lebih kalau performa manggung, sama artis DJ W&W saja sudah 100 kali manggung di 10 negara, setiap hari bisa berpindah-pindah, ya pasti ada tantangan berbeda-beda," tuturnya.
Tapi tantangan itu membuatnya kian matang dan profesional mendapat permasalahan sebelum tampil, sehingga bisa menemukan jalan keluarnya. Tak heran bila dia bisa mengantongi Rp150 juta sekali tampil di Eropa, jumlah yang jauh dari awal mula dia tampil di dunia VJ yang hanya dibayar ratusan ribu rupiah.
"Dulu sekali tampil dibayar Rp500 (ribu), sekarang sampai dibayar termahal Rp150 (juta), itu performa 1,5 jam biasanya. Terus merasakan sehari tiga kali tampil naik pesawat jet pribadi," ujarnya.
Dia pun tak pelit berbagi ilmu soal dunia VJ kepada generasi muda yang ingin mengawali belajar VJ. Dia menyarankan kepada para pemula untuk membeli peralatan VJ sederhana yang dijual di platform marketplace. Dia menyebut, peralatan tersebut dibanderol mulai Rp500 ribu hingga Rp15 juta tergantung kualitas dan kelengkapannya.
"Itu beli di marketplace banyak, kalau untuk software-nya bisa pakai software yang murah dulu. Ada bajakan, tapi kan risikonya bisa rusak software-nya. Belajar otodidak saja supaya mahir dan profesional," kata Lucy.
(Rahmat Fiansyah)