Gabungkan Generasi Analog-Digital, Wanita Ini Sukses Hadapi Tantangan di Masa Pandemi
Masa pandemi Covid-19 memang menyulitkan banyak usaha untuk dapat bertahan hingga akhirnya mengalami collapse.
IDXChannel - Masa pandemi Covid-19 memang menyulitkan banyak usaha untuk dapat bertahan hingga akhirnya mengalami collapse. Namun, wanita ini justru berhasil mempertahankan bisnisnya dengan melakukan pengetatan cashflow serta menjalankan bisnis kreatif.
Perempuan peraih Entrepreneurial Winning Women 2011 dari Ernst & Young dan penerima Anugerah Perempuan Indonesia (API) tahun 2012 dari Woman Review Magazine, Uti Rahardjo mendirikan Creative Center Indonesia (CCI) dan selama 21 tahun menjalankan kariernya dari rumah.
“Pasti saya menghadapi tantangan yang sangat bertubi-tubi, termasuk di masa pandemi di mana banyak sektor usaha menghadapi banyak kesulitan. Begitu juga dengan kami, harus menghadapi tantangan yang dikhawatirkan dapat merontokkan kinerja yang sudah dibangun selama bertahun-tahun," ucap Uti Rahardjo, dalam siaran pers yang diterima tim IDX Channel, Minggu (9/1/2021).
Itu sebabnya diperlukan kreativitas yang tinggi, untuk bisa survive membangun tim yang solid, mengatur cashflow perusahaan yang ketat, serta mempertahankan konsumen atau klien agar bisa terus beradaptasi, sehingga kita tetap dapat menghasilkan revenue yang signifikan. CCI telah melampaui masa pasang surut yang memperkaya hidup dengan pengalaman yang tidak ternilai harganya.
Kendati mengaku sebagai bagian dari generasi digital-analog, Uti dan timnya yang juga didukung oleh orang-orang yang memahami ranah digital dengan sejumlah aplikasinya, dapat membuktikan, jika CCI ternyata bisa bertahan di tengah situasi yang sangat kompetitif, dengan kemampuan anak muda dengan digital mindsetnya.
Uti mengatakan dalam menjalankan bisnis itu bukan merancang sesuatu secara sempurna, melainkan mengalir saja sebagai suatu proses.
"Business is not sains, not art, but practice,“ demikian jelas praktisi bisnis kreatif yang ingin membagikan pengalamannya dalam berbisnis kepada para generasi milenial, melalui goresan penanya dalam “Kreatif Berbisnis Kreatif – 21 tahun merawat bisnis kreatif.”
Uti pun merasa menjadi generasi yang beruntung, menyaksikan dan memegang kendali bisnis melampaui masa di tahun 2000, di mana peran internet, komputer serta teknologi digital belum secangggih seperti saat ini.
”Dengan modal pernah bekerja di berbagai perusahaan advertising selama lebih dari 10 tahun itu, saya memulai pendirian perusahaan Creative Center setelah menang penawaran tender salah satu perusahaan perbankan asing di Indonesia.”
Mengaku banyak disupport oleh sejumlah sahabatnya, Uti ternyata memiiki asset knowledge yang cukup berharga, sampai para klien menaruh kepercayaan (trust) yang besar, sehingga kerja sama dengan mereka bisa berlangsung sampai bertahun-tahun, jelas pencinta batik yang gemar bermain piano ini. Kecintaannya pada music, mungkin mengasah intuisi dan empathy secara lebih baik dalam berbisnis.
"Jadi, ethos kerja yang dibangun adalah problem solving (menyelesaikan masalah). Setelah saya belajar tentang creativity, ternyata creativity juga pada dasarnya bertujuan menjadi problem solving, “ papar Uti.
Akhirnya sebagai “seorang dirigen” dirinya mampu menampilkan orkestra yang apik, sehingga sejumlah klien menaruh rasa percaya terhadap kapabilitas yang mumpuni pada diri Uti. Dirinya menjadi terbiasa untuk bekerja secara sangat cepat, mematuhi tenggat waktu yang ekstra ketat, untuk menghasilkan pekerjaan output yang sempurna.
"Kuncinya adalah “tidak pernah mengatakan tidak bisa” kepada klien, karena pada dasarnya kita tidak pernah tahu, mana yang benar-benar kita tidak bisa lakukan sebelum kita mencoba. Disitulah yang kemungkinan membuat CCI mampu survive dalam 21 tahun ini, mencoba dulu apapun tantangan yang ada di depan mata.”
Semua itu dituliskannya dalam tinta hitam dalam buku bertajuk “Kreatif Berbisnis Kreatif – 21 tahun merawat bisnis kreatif,” yang ditulis Uti Sendiri. Dia adalah pendiri sekaligus CEO CCI, perusahaan konsultan marketing communication (marcomm).
Selama 21 tahun memimpin Creative Center, biro iklan yang didirikan tanpa persiapan yang matang, akhirnya mampu menghandle sejumlah klien di berbagai bidang, mulai dari institusi perbankan; perusahaan (korporasi) swasta dan BUMN termasuk di dalamnya perusahaan bergerak di bidang otomotif dan transportasi; kebutuhan pribadi (personal care); Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO); produsen makanan jadi dan pangan kemasan serta produk olahan, resto; pengelola wisata belanja eceran; hingga rumah sakit.(TYO)