INSPIRATOR

Kaleidoskop 2022: Zhang Hongchao merintis Mixue, dari Es Serut hingga Rajai Pangsa di China

Nadya Kurnia 18/12/2022 12:08 WIB

Mixue mulanya adalah kedai es serut di kota kecil di China, dengan strategi bisnis yang tepat, pendirinya berhasil menguasai pasar domestik.

Kisah Zhang Hongchao merintis Mixue, dari Es Serut Hingga Rajai Pangsa di China. (Foto: MNC Media)

IDXChannel—Rasa premium, harga minimum. Adalah slogan yang tepat untuk menggambarkan Mixue. Es krim murah ini meramaikan franchise kuliner di Indonesia sejak 2020 di gerai pertamanya di Cihampelas Walk, produknya diburu begitu viral di media sosial. 

Mixue (MXBC) yang juga dikenal sebagai the Pinduoduo of bubble tea ini didirikan oleh Zhang Hongchao, seorang pengusaha yang memulai bisnis sejak 1997. Saat memulai usaha, Zhang masih kuliah di tahun keempat. 

Zhang juga tidak langsung memulai bisnisnya dengan membuat es krim, namun ia menjual es serut di kota kecil bernama Zhengzhou. Neneknya mengambil tabungan pribadinya sebesar RMB4.000 (sekitar USD483 saat itu) untuk memodali Zhang.

Ia pindah ke kota lain yang lebih padat penduduk, Hefei, untuk mengembangkan bisnisnya. Upayanya itu gagal, sehingga ia kembali ke Zhengzhou untuk meneruskan usaha es serutnya. 

Karena modalnya terbatas, alat produksi Zhang pun sangat sederhana. Hanya terdiri dari lemari pendingin, meja lipat, dan mesin es serut yang dirakitnya sendiri dari perintilan yang masih berfungsi baik. 

Menu yang ia buat pun masih sangat sederhana, yakni hanya es serut, es krim, dan smoothies (minuman blender). Setelah usahanya berkembang, ia mulai menjual milk tea. Dari bisnis sederhananya itu, Zhang bisa meraup untuk lebih dari RMB100 per hari. 

Sama seperti bisnis pada umumnya, Zhang akhirnya menemukan kendala dalam perjalanannya. Yakni produknya yang cenderung terpengaruh musim. Perlu diingat, China adalah negara dengan empat musim. 

Bisnisnya laris manis saat musim panas, namun saat musim dingin dan salju turun, bisnisnya anjlok drastis. Sehingga ia harus bekerja sebagai sales saat musim dingin tiba, dan pada akhirnya, toko pertamanya tutup. 

Kisah Mixue Bingchen Dimulai 

Penutupan toko pertamanya tak lantas membuat Zhang patah arang. Ia kembali mencoba peruntungan di sektor yang sama, yaitu bisnis es krim. Kali ini ia namai tokonya itu sebagai Mixue Bingchen. 

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Mixue Bingchen artinya ‘Kastil es yang dibangun dengan salju manis.’ Zhang membuka toko ini pada 1999. 

Popularitas Mixue Bingchen di kelasnya saat ini sebenarnya tak lepas dari momentum kemunculan es krim cone yang mulai populer pada 2006. Saat itu, es krim cone dari Jepang mulai marak di Zhengzhou. 

Bentuk es krim cone yang tampak seperti obor tampak selaras dengan helatan Olympic Beijing 2008. Seperti sebuah kebetulan yang manis, harga es krim cone yang awalnya hanya satu atau dua yuan, meroket hingga 10 kali lipat. 

Di sinilah Zhang menemukan celah peluang yang menjadi titik awal perjalanan popularitas Mixue Bingchen. Zhang yang saat itu telah bereksperimen membuat banyak resep, akhirnya menemukan rasio bahan baku yang tepat untuk membuat es krim dengan cita rasa yang lezat. 

Zhang menghitung harga berdasarkan bahan baku secara cermat, dan akhirnya menemukan harga jual yang pas, yakni hanya RMB2, sedangkan saat itu toko-toko lain menjual es krim cone dengan harga RMB10. 

Sejak saat itulah Mixue mulai populer di kalangan konsumen. 

Mengapa Mixue Populer

Popularitas Mixue bukannya tanpa alasan. Zhang sangat tepat dan cermat menempatkan diri dalam segmen bisnisnya. Ia memproduksi es krim bercita rasa enak, sama seperti brand es krim mahal, namun menjualnya dengan harga yang sangat murah. 

Di Indonesia sendiri, satu cone es krim sundae Mixue dibanderol seharga Rp8.000an, sedangkan rentang harga semua menu berkisar antara Rp8.000 sampai Rp25.000. Mixue seolah menempatkan diri secara ajeg pada segmen konsumen yang tepat. 

Konsumen Mixue adalah orang-orang yang tak begitu mementingkan gaya, kemasan, ataupun tren, namun lebih mengedepankan sisi ekonomis produk. Segmen konsumen seperti ini berjumlah sangat besar di tiap-tiap negara yang dimasuki Mixue. 

Untuk tiap cone atau cup yang dijual, Mixue mungkin tak banyak mengambil untung. Namun dengan ukuran pangsa pasar yang begitu besar, Mixue terjamin bakal menjual produk dengan cepat, yang pada akhirnya membuat perusahaannya cepat balik modal. 

Karena strategi produk dan pricing yang tepat, Zhang berhasil membawa Mixue Bingchen sebagai satu-satunya merk bubble tea paling laris di China. Dilansir dari pandadaily.com (16/12), Mixue telah membuka 10.000 gerai (domestik dan internasional) dan mencatatkan revenue sebanyak USD1 juta tiap tahunnya. 

Pada 2021, valuasi Mixue Bingchen mencapai RMB20 miliar, mengalahkan brand bubble tea premium Hey Tea dan Nayuki’s Tea. 

Perjalanan Franchise Mixue 

Pada 2007, Zhang memutuskan untuk membuka peluang franchise, puluhan gerai cabang dibuka di Provinsi Henan saat itu. Setahun kemudian Mixue resmi berdiri sebagai perusahaan, dengan jumlah gerai franchise melebihi 180 cabang. 

Pengelolaan perusahaan rupanya cukup rumit, sebab saat itu Mixue adalah bisnis keluarga. Isi perusahaan adalah sanak saudara Zhang. Beragam insiden membuat Zhang akhirnya memutuskan untuk membawa masuk profesional dari luar keluarga untuk mengoptimalisasi operasional perusahaan. 

Pada 2010, Zhang bermitra dengan Zhengzhou Baodao Trading Co., Ltd. untuk membentuk franchise di seluruh China, memperluas kehadiran Mixue di pangsa pasar. Kemudian pada 2012, Mixue membangun pusat riset dan pengembangan sendiri, sekaligus pabrik sendiri untuk mengontrol rantai pasokan. 

Dua tahun kemudian, Mixue membangun pusat logistik sendiri di Kota Jiaozuo, masih di Provinsi Henan, untuk mengantarkan bahan baku kepada gerai franchisenya di penjuru China. Dengan demikian, siklus transit pengantaran, biaya inventori, dan biaya penyimpanan dapat dipangkas. 

Strategi ini membuat Mixue menjadi brand minuman pertama di China yang mampu menerapkan logistik gratis kepada franchise-franchisenya. Selain itu, Zhang juga membuka peluang pengadaan langsung untuk bahan baku di daerah produsen teh dan di area produsen bahan baku. 

Bahan baku pembuatan menu-menu Mixue lebih murah 20% dibanding kompetitornya, sehingga posisi Mixue sebagai brand es krim makin kukuh di pangsa pasar. 

Model bisnis yang dibangun Zhang, pada akhirnya mampu untuk masuk dan berkembang bahkan di pangsa pasar yang lesu. Karena harganya yang cocok untuk segmen konsumen menengah bawah. 

Mixue kini menjadi satu-satunya brand franchise es krim cepat saji yang paling populer di Indonesia. Pola persebarannya pun sama seperti yang terjadi di China, yakni menyasar area-area padat penduduk. 

Sejak pertama kali dibuka di Indonesia pada 2020, kini Mixue telah membuka ratusan cabang di Indonesia. (NKK)

SHARE