INSPIRATOR

Kisah Inspiratif: Anak Muda Membangun Bisnis Berkelanjutan, Buat Kemasan Degradable

Noviyanti R/Magang 05/12/2023 19:14 WIB

Rengkuh Banyu Mahandaru dan Arlin Chondro mendirikan bisnis yang memanfaatkan bahan baku lokal, dan bersifat sustainable.

Kisah Inspiratif: Anak Muda Membangun Bisnis Berkelanjutan, Buat Kemasan Degradable. (Foto: YouTube/Helmy Yahya Bicara)

IDXChannelKisah inspiratif kali ini datang dari dua anak muda hebat yang menjadikan bahan baku lokal dan limbah sebagai peluang bisnisnya yaitu Rengkuh Banyu Mahandaru, Co-founder Plépah, dan Arlin Chondro Founder Peek Me Naturals. 

Peek Me Naturals bergerak pada bidang kesehatan dan perawatan diri yang berbasis aromaterapi. Berawal dari seorang ibu yang mencari alternatif untuk pengobatan sang anak yang alergi dan asma, Arlin Chondro mempelajari mengenai essential oil lebih dalam sebagai bentuk terapi alternatif.

Setelah melakukan berbagai riset untuk menemukan formula yang tepat selama dua tahun sembari mengetahui berbagai keluhan kesehatan seperti eksim, insomnia, kulit kering, alergi rhinitis, dan lain sebagainya. 

“Terus akhirnya ada yang cocok buat dia, tidak pernah serangan lagi, mengurangi banget kunjungan ke dokter terus jadi mikir kenapa nggak kita bikin jadi brand dan produk supaya bisa membantu orang Indonesia,” Ujar Arlin selaku founder dilansir dari kanal YouTube Helmy Yahya Bicara.

Akhirnya pada 2019, Arlin dan sang adik memutuskan untuk menciptakan sebuah brand agar membantu masyarakat Indonesia  yang mereka beri nama Peek Me Naturals. Pada awal peluncuran, ia meluncurkan langsung 24 produk diantaranya lipbalm, breath balm, dan skincare. 

Hingga saat ini Arlin terus melakukan inovasi dengan memanfaatkan reseller sebagai mitra penjualan mereka yang saat ini telah tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, ia juga memanfaatkan strategi omnichannel yang menghubungkan channel bisnis yang terintegrasi untuk memaksimalkan proses penjualan produk.

Arlin juga mengaku mengalami berbagai tantangan dalam perjalanan bisnisnya salah satunya yaitu perizinan dan sertifikasi dikarenakan produknya merupakan industri kesehatan dan kosmetik yang menyangkut pada penggunaan secara langsung. Maka dari itu butuh keamanan produk bagi konsumen sehingga prosesnya sangat ketat.

Arlan juga mengaku saat ini produknya melambat karena lebih banyak kendala pada edukasi karena Peek Me Naturals menggunakan bahan alami harus bersaing dengan produk kimia.

Saat ini Peek Me Naturals telah memiliki Nomor Izin Edar setelah melewati proses panjang pendaftaran. Hal ini yang akan menjamin produk dan dapat memasarkan produknya lebih luas lagi.

Selanjutnya yaitu Plépah, diawali karena keresahan terhadap limbah styrofoam yang ia temui di daerah Wakatobi, Sulawesi Selatan membuatnya berpikir untuk membuat inovasi yang ramah lingkungan. 

“Pulang dari situ, langsung kepikiran dengan background aku product designer dan saat kecil pernah tinggal di kota Garut sebenarnya membungkus makanan dengan bahan natural ini sangat umum cuma secara bentuk kurang keren,” ujar Rengkuh.

Melihat pertumbuhan teknologi di kota besar seperti Jakarta bertumbuh dengan cepat, Delivery Online sedang marak dan akhirnya menggarap project Plépah.

Singkat cerita, Rengkuh pergi ke Jambi untuk meriset bahan material yang bisa dipakai sebagai pengganti bungkus plastik. Rengkuh bercerita ia bertemu dengan salah satu petani yang memiliki kondisi yang tidak pasti disaat kondisi komunitas karet yang tidak stabil. 

Kemudian ia diminta untuk meningkatkan kualitas taraf hidup masyarakat dengan pendekatan lalu membuat sesuatu yang masyarakat tidak merambah hutan, tidak membakar hutan dan menghindari konflik agar beberapa hewan konservasi juga tetap terjaga. Lalu, ia diberi tahu bahwa Jambi berasal dari kata Jambe yang berarti pelepah pinang.

“Jadinya kita tidak hanya belajar bisnis tapi belajar juga berinteraksi dengan masyarakat langsung” ujar Rengkuh

Tantangan yang dialami oleh Rengkuh juga kurang lebih sama seperti Arlan, yaitu persoalan harga yang lebih tinggi karena produk yang digunakan adalah berbahan dasar alami. Rengkuh mengungkapkan dalam proses pembuatan produknya membutuhkan waktu selama empat tahun.

Rengkuh juga mengatakan salah satu tantangan yang mereka hadapi yaitu nilai keekonomian produk styrofoam dari pelepah pinah masih jauh di atas harga styrofoam plastik. Satu styrofoam yang dijual Plépah berkisar antara Rp2.500 - Rp6.000, sehingga membutuhkan strategi khusus agar penjualan tepat sasaran.

Namun hal tersebut tidak membuat Rengkuh berputus asa, Bahkan ia sudah menandatangani kesepakatan ekspor dengan negara Jepang dan Jerman hingga mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. (NKK)

Penulis: Noviyanti Rahmadani

SHARE