INSPIRATOR

Kisah Inspiratif Perintis Tahu Sumedang: Teruskan Usaha Keluarga Berusia Seabad Lebih

Kurnia Nadya 08/05/2023 18:10 WIB

Tahu Sumedang sebenarnya adalah 'Tahu Bungkeng' yang pertama kali dibuat oleh keluarga Suriadi Ukim.

Kisah Inspiratif Perintis Tahu Sumedang: Teruskan Usaha Keluarga Berusia Seabad Lebih. (Foto: MNC Media)

IDXChannel—Cerita tentang pioneer tahu sumedang menyajikan kisah inspiratif tentang pengrajin tahu yang berhasil memelihara bisnis keluarga selama seabad lebih. Kisah ini tentang Suriadi Ukim, generasi keempat pengelola ‘Tahu Bungkeng’. 

Tahu Sumedang adalah jajanan ringan yang kini dijajakan bahkan di luar Jawa. Sesuai namanya, tahu Sumedang adalah tahu goreng dengan rasa gurih dan kulit luar yang renyah, disantap dengan cabai rawit atau beragam sambal cocolan. 

Jajanan ini tidak serta merta muncul begitu saja. Kisah kepopuleran tahu Sumedang berawal dari usaha tahu yang dilakoni buyut Suriadi Kim. Tahu goreng yang kini sangat populer itu, sejatinya adalah ‘Tahu Bungkeng’. 

Warung kecil tempat berjualan sekaligus tempat produksi tahu sumedang milik keluarga Suriadi Ukim ini terletak di Jalan 11 April No. 53, Sumedang, Jawa Barat. Pada depan warung, Suriadi menjajakan tahu, sementara produksi dilakukan di belakang warung. 

Bagaimana kisah keluarga Suriadi Ukim menggawangi usaha ini selama seabad lebih? Dikutip dari channel Youtube Kisarasa yang dibawakan oleh Chef Renata dan Chef Juna, simak ulasannya berikut ini. 

Kisah Inspiratif Pencetus Tahu Sumedang

Rintisan ide pembuatan tahu sebagai cemilan berukuran kecil dengan cita rasa gurih ini bermula dari ayah kakek Suriadi Ukim bernama Ong Bungkeng. Chef Renata mengaku sempat mengira Bungkeng adalah nama salah satu pengrajin tahu Sumedang. 

“Ternyata kebalik, seluruh tahu Sumedang yang selama ini kita kenal adalah Tahu Bungkeng. Saya research juga sejarahnya bagaimana, dan semuanya kembali ke satu rumah itu, keluarga pertama yang membuat tahu dengan style seperti itu,” tutur Renata. 

Tahu yang diproduksi Ong Bungkeng itulah yang akhirnya menjadi jenis tahu yang populer di produksi di Sumedang, dan menjadi tahu khas daerah tersebut. Menurut Weily, istri Suriadi Ukim, Tahu Bungkeng didirikan sekitar 1917 oleh ayah Ong Bungkeng. 

Sang ayah memanggil Ong Bungkeng dari dataran China untuk datang ke Indonesia, ia mengajari putranya untuk membuat tahu, lalu kembali ke negara asalnya. Meninggalkan usaha pengrajin tahu itu kepada putranya. 

Anak Ong Bungkeng mulai berkreasi membuat resep tahu yang pas untuk dijual. Upaya ini diteruskan kembali oleh sang anak sampai sekitar 1990an, dan akhirnya diteruskan oleh Suriadi Ukim sebagai generasi keempat. 

“Dari China pun buyut saya adalah pengrajin tahu. Kakek ke Sumedang menyusul bapaknya pada 1917, saat itu sudah ada usaha kecil-kecilan. Waktu pangeran Sumedang lewat, beliau tanya ke buyut saya, ‘Ini apa?’. Dijawab ‘Ini tahu, pangeran’,” tutur Suriadi. 

Sang pangeran yang tergugah dengan cita rasa tahu buatan Bungkeng, lantas mengatakan “Wah, kalau dijual pasti laku. Rasanya enak,” setelahnya, Bungkeng pun mulai menjual tahu Sumedang. 

Suriadi mengatakan buyutnya memiliki tiga karyawan yang kemudian keluar dari pabrik dan mendirikan usaha sendiri. Ketiganya pun memiliki karyawan sendiri, mereka juga memproduksi tahu Bungkeng untuk dijual. 

Pada medio 1970-1980, Sumedang akhirnya mulai dipenuhi dengan penjual dan pengrajin tahu. Dari situlah akhirnya muncul sebutan ‘tahu Sumedang’. Padahal, sebelumnya Sumedang dikenal dengan produksi beludrunya.  

“Tahu Sumedang itu bisnis yang menurut saya itu murni karena rasa dan teksturnya digemari banyak orang, sampai akhirnya melegenda sekarang. Padahal tempat usahanya sederhana sekali,” lanjut Renata. 

Suriadi sendiri adalah satu-satunya anak dari generasi keempat yang melanjutkan usaha tahu Bungkeng ini. Padahal dalam keluarga intinya, ia memiliki enam saudara lain. Keenam saudaranya memilih jalan karier yang lain. 

Dalam sehari, Suriadi bisa memproduksi 1.000-2.000 potong tahu. Namun saat musim liburan, ia bisa memproduksi hingga lima kali lipatnya. Saat ini, satu tahu Bungkeng dijual seharga Rp1.000 per potong. 

Keunggulan tahu Sumedang asli berada pada jenis air yang digunakan untuk produksi. Air di Sumedang, menurut Suriadi, lebih manis. Sehingga berpengaruh pada cita rasa tahu yang dihasilkan. 

“Ciri khas tahu Sumedang itu kadar airnya. Jadi bukan tahu yang padat, banyak air yang keluar saat digoreng, itu yang membuat tahu Sumedang ada rongganya. Ini khas dan terbukti disukai banyak orang,” lanjut Renata. 

Di warung Suriadi sendiri, tahu Sumedang biasanya disajikan dengan saus tauco. Sedangkan di daerah lain, tahu Sumedang disajikan dengan sambal cocolan lain. Umumnya sambal kecap. 

Demikianlah kisah inspiratif tentang perintis tahu Sumedang, yakni keluarga Suriadi Ukim yang telah melakoni usaha ini sejak satu abad lebih yang lalu. (NKK)

SHARE