INSPIRATOR

Kisah Inspiratif Ramadan: Bangun 24 RM Prasmanan Gratis untuk Tarik Umat ke Masjid

Kurnia Nadya 30/03/2023 14:55 WIB

Nirwana Tamil membuka 24 rumah makan prasmanan berkonsep makan gratis untuk mendekatkan umat ke masjid.

Kisah Inspiratif Ramadan: Bangun 24 RM Prasmanan Gratis untuk Tarik Umat ke Masjid. (Foto: Youtube/PecahTelur)

IDXChannelKisah inspiratif tentang seorang wanita yang membuka 24 rumah makan dengan konsep makan gratis setiap hari. Namanya Nirwana Tamil, atau akrab dikenal sebagai Bunda Ana. 

Ia adalah wanita kelahiran Dabo Singkep, Kepulauan Riau. Bunda Ana adalah pengelola Balai Saji Prasmanan Gratis, sebuah restoran yang membebaskan pengunjungnya untuk makan tanpa membayar. 

Tujuan Ana mendirikan dan mengelola Balai Saji tak lain adalah untuk berdakwah, mengulurkan tangan pada mereka yang membutuhkan. Ana meyakini bahwa ibadah tak hanya langsung kepada tuhan, namun juga dengan membantu sesama. 

Perjalanan Bunda Anda merintis Balai Saji tidaklah mulus, ia melewati banyak lika-liku. Mulai dari kendala tempat hingga pengumpulan dana. Namun semua ia lalui dengan lapang dada dan keyakinan penuh, bahwa cobaan akan terasa ringan jika manusia gigih menghadapinya. 

Seperti apa perjalanan Bunda Ana? Dilansir dari channel Youtube PecahTelur (30/3), simak kisah inspiratif Nirwana Tamil berikut ini. 

Kisah Inspiratif Nirwana Tamil: Berdakwah Lewat Perut 

Sebelum berhijrah, karier Ana telah sampai pada titik suksesnya. Ia pernah bekerja di perusahaan-perusahaan bonafit, sebut saja perusahaan migas multinasional, Exxon Mobil. Ia bahkan sempat bekerja di sebuah bank di Qatar. 

Namun Ana merasa kariernya saat itu bukanlah passion utamanya. Bersamaan dengan keinginannya untuk hijrah, ia rupanya sangat ingin membantu orang-orang untuk mendapatkan makanan yang layak. 

Makanan adalah kebutuhan dasar dan hal yang sangat sederhana, namun pada kenyataannya, tak semua orang dapat makan hingga kenyang dalam satu hari. Ana membuktikannya saat ia membuka Balai Saji. 

Usai berhenti dari pekerjaannya dan pulang ke Indonesia, ia membuka restoran, berbekal dari modal Rp1 miliar yang diberikan oleh rekan kerjanya di Qatar. Ana menitipkan uang itu pada temannya untuk dikelola. 

Restoran itu berhasil terbangun dan dibuka. Namun hanya laris selama tiga bulan. Setelahnya, restoran itu mulai sepi pengunjung. Ana sempat terkejut saat menyadari uangnya habis begitu saja, namun hasil investasi yang ia harapkan tak didapatnya. 

Bunda Ana lantas mengambil alih restoran yang terletak di Balikpapan tersebut dan mengelolanya sendiri. Ia mengaku tak punya pengalaman bisnis, namun ia paksakan dirinya untuk mengurus restoran itu. 

“Konsep sebelumnya tidak cocok dengan selera saya. Saya lebih cocok dengan segmen menengah bawah. Saya ingin merangkul yang di bawah, bahkan saya sering kasih makan gratis,” tuturnya. 

Namun lama-lama cash flow restorannya jebol hingga ia terpaksa menutupnya. Kemudian ia ubah restoran itu menjadi masjid. Teman-temannya pun banyak membantunya mengubah restoran itu menjadi masjid. 

Tak lama, Bunda Ana bertemu dengan Ustad Luqmanul Hakim asal Pontianak dan ustad-ustad lain. Dialah yang menggagaskan program ‘Mustahil Lapar’ untuk diterapkan di masjid Bunda Anda. 

“Saya eksekusi program itu, sediakan makan gratis di masjid setiap hari. Uangnya dari mana? Ya, dikelola dari sisa rezeki yang ada, yang mengelola adalah ibu saya. Ibu saya dibantu dengan pembantu, memasak setiap hari untuk program itu,” lanjut Ana. 

Memantapkan Konsep Makan Gratis 

Masjid kelolaan Ana lantas menjadi ramai, sempat viral pada masanya. Ia kerap menggelar program-program bakti sosial yang melibatkan anak-anak muda yang sering berkunjung. Namun tak lama, Ana menghadapi masalah. 

Setahun sebelum kontrak penggunaan tempat berakhir, Ana ingin membeli tempat itu untuk dikelolanya secara permanen. Namun pemilik tempat menolaknya, karena rupanya akad kontrak yang sejatinya adalah lima tahun, belum dibayarkan lunas oleh rekannya. 

Oleh karena itu, Ana menerima penolakan sang pemilik tempat dan memutuskan untuk berhijrah ke Yogyakarta pada 2019 sembari membawa semua alat-alat dapur bekas restorannya. Ia menyewa tempat di kota tersebut untuk memulai usaha baru. 

“Semua karyawan saya tanya, kondisi cash flow sedang berat, masih mau ikut sama saya atau tidak? Mereka punya hak untuk pergi, karena saya tidak akan bisa menggaji mereka selama beberapa bulan,” tuturnya. 

Namun syukurnya, ada beberapa pegawai yang tetap memutuskan untuk ikut bersamanya. Ia lantas diamanatkan untuk ‘meramaikan’ masjid di Sleman, dan lagi-lagi Bunda Ana berhasil. 

Ia juga sempat beraktivitas di masjid lain di Yogyakarta, namun ia terkena masalah sehingga mengharuskannya untuk keluar dari tempat itu. Dari pengalaman yang berulangkali membuatnya bermasalah dengan tempat aktivitas, Ana dan seorang ustad akhirnya menggerakkan program Berkah Box

Program itu sejatinya sama dengan konsep makan gratis yang ia terapkan pada masjid-masjid lain. Awalnya, ia hanya mampu memproduksi 180 boks. Namun dalam sepekan, masjid-masjid sekitar Sleman sangat antusias. 

“Ada yang donasi Rp5 juta untuk operasional. Tanpa nama, tim melaporkan ke saya. Ternyata dalam waktu sebulan, muncul lagi donasi-donasi anonim. Bahkan donatur itu rutin mengirimkan support bahkan sampai Rp500 juta,” lanjutnya. 

Ia mengaku belajar mengelola dana santunan. Ia akhirnya bisa menunjang kehidupannya sendiri beserta stafnya, sekaligus menjalankan operasional Berkah Box lewat donasi itu. Dalam satu bulan, Berkah Box bisa menerima donasi Rp1 miliar. 

Namun karena kapasitas dapur yang terbatas, Ana harus pindah tempat empat kali selama di Yogyakarta untuk menunjang aktivitas Berkah Box dan mengelola donasi yang diberikan donatur. 

Ia dan ustad rekannya akhirnya merencanakan pembukaan cabang kedua di Balikpapan. Pembukaan cabang di kota minyak saat itu bertepatan dengan momentum pandemi Covid-19 yang merajalela. Namun momentum pandemi justru membesarkan Berkah Box. 

“Terutama yang merasakan manfaatnya adalah pejuang medis yang menangani pandemi. Satu nasi boks sangat berarti bagi para dokter. Dari situ saya makin yakin, memberi makan itu tidak boleh membeda-bedakan, yang butuh makan bukan cuma dhuafa,” kata Ana. 

Orang kaya pun, kata dia, jika terdesak akan memakan apa pun yang disajikan. Seperti para dokter yang ia bantu. Saat varian baru Covid-19 menyebar dan masyarakat masih diharuskan diam di rumah, Berkah Box adalah hal yang paling dicari-cari orang. 

Ia di Balikpapan, namun menerima permintaan untuk pengiriman nasi boks dari berbagai kota di Indonesia. Pada masa-masa itu, dapur barunya di Balikpapan menyala 24 jam untuk memenuhi permintaan nasi boks gratis. 

Dari keberhasilan Berkah Box, Ana menyadari bahwa setelah pandemi mulai mereda, engagement masyarakat terhadap masjid mulai menurun sekalipun nasi boks selalu tersedia. Padahal ia berharap masjid dapat menarik masyarakat lebih banyak untuk berkegiatan di sana. 

Pendirian RM Prasmanan Gratis Balai Saji

Akhirnya Ana memutuskan untuk membuat rumah makan prasmanan dengan konsep gratis. Ia meminjam nama ‘Balai Saji’ dari Ustad Luqman. Balai Saji adalah ruangan di kediaman sang ustad yang menjadi wadah aktivitas pemuda-pemuda muslim. 

Rumah Makan Balai Saji pertama akhirnya dibuka di Balikpapan pada 22 Februari 2021. Balai Saji pertama berlokasi di halaman rumah Bunda Ana sendiri. Ia mengusung tagline ‘Semua Boleh Makan, Semua Boleh Bungkus Bawa Pulang.’ 

Ia berharap konsep ini dapat membawa masyarakat kembali ke masjid. Konsep itu merangkul semua kalangan masyarakat, dari pekerja kantoran hingga masyarakat miskin. 

“Pengunjung Balai Saji itu macam-macam. Ada yang parlente, ada yang tua renta. Sales-sales itu banyak yang keren, tapi di kantong tidak ada duit buat makan. Saya jadi dapat alasan besar untuk mengelola Balai Saji,” katanya. 

Ia berhasil merawat umat lewat Balai Saji. Banyak pengunjung yang rutin datang ke Balai Saji secara berkala. Ia menemukan banyak orang yang tampak luar seperti tak meyakini tuhan, namun lewat Balai Saji, Ana mendapati bahwa orang-orang ini rupanya masih mengerti cara bersykur. 

“Saya temukan banyak tamparan. Saya pernah turun ke lingkungan preman, mereka lagi main judi, saat kita datang bawa nasi boks. Apa yang mereka lakukan? Sambil banting kartu mereka mengucap ‘Alhamdulillah, makan siang datang,’ Itu luar biasa sekali,” lanjutnya. 

Padahal, para preman itu adalah penjudi. Namun kata Ana, “Tujuan mereka berjudi itu untuk apa? Ya, untuk makan. Kalau kita tidak sensitif terhadap hal-hal seperti ini, mau siapa lagi?” 

Ana juga menerapkan standar operasional layaknya restoran di Balai Saji. Ia ingin semua stafnya menyambut pengunjung dengan ramah. Belajar dari pengalaman lewat restoran berkonsep serupa di tempat lain yang kehilangan pengunjung karena pelayanan yang tak ramah. 

Itulah kisah inspiratif tentang Bunda Ana, wanita hebat yang mampu mendirikan 24 restoran prasmanan gratis Balai Saji di berbagai kota dengan niat mengembalikan masyarakt untuk kembali ke masjid. (NKK)

SHARE