INSPIRATOR

Kisah Sukses Investasi Lo Kheng Hong: Beli Saham saat Krismon 98, Malah Cuan Ribuan Persen

Kurnia Nadya 31/08/2023 17:31 WIB

Keuntungan fantastis Lo Kheng Hong pertama di pasar modal datang dari saham PT United Tractors Tbk (UNTR) yang dibeli saat krisis moneter 98.

Kisah Sukses Investasi Lo Kheng Hong: Beli Saham saat Krismon 98, Malah Cuan Ribuan Persen. (Foto: MNC Media)

IDXChannelKisah sukses Lo Kheng Hong dalam berinvestasi di pasar modal sudah kerap disiarkan, menjadi inspirasi bagi investor ritel untuk memilih saham murah dengan fundamental bagus secara cermat demi pertumbuhan gain yang fantastis. 

Lo Kheng Hong adalah investor ritel yang sukses mencatatkan keuntungan berlipat ganda, berbekal pemilihan saham undervalue, mantan karyawan bank yang kerap dipanggil Pak Lo ini pernah meraup cuan hingga miliaran rupiah. 

Kesuksesan ini membuatnya kerap disebut sebagai Warren Buffet Indonesia, mengingat Lo Kheng Hong juga menggunakan strategi investasi yang serupa, yakni membeli saham-saham undervalue yang memiliki fundamental bagus. 

Keberhasilannya yang pertama di pasar modal adalah ketika Pak Lo membeli saham PT United Tractors Tbk (UNTR) di harga yang terdiskon, saat perekonomian Indonesia dihantam krisis moneter Asia. 

Kisah Sukses Lo Kheng Hong, 60 Kali Bagger Berkat UNTR

Perlu diingat Lo Kheng Hong baru memulai investasi saham di usianya yang ke-30, artinya, dari segi umur ia kalah dibanding investor-investor lain yang sudah mengenal investasi saham di usia awal 20an. 

Pada 1989, Lo Kheng Hong yang masih berusia 30 tahun, mulai menjajal investasi saham. Percobaan pertama memang gagal, ia membeli saham PT Gajah Surya Multi Finance. Namun demikian, keinginannya untuk investasi tak lantas surut. 

Ia justru makin rajin mempelajari dunia pasar modal dengan membaca buku-buku Warren Buffet, maka dari itu tak mengherankan jika gaya dan strategi investasi keduanya begitu mirip, yakni ‘value investing.’ 

Sebelum membeli UNTR, Lo Kheng Hong banyak menabung. Di samping itu, ia juga menjalankan gaya hidup frugal, alias berhemat dan tidak menghambur-hamburkan uang untuk kebutuhan yang kurang penting. 

Pada 1998, seperti yang kita ketahui, terjadi krisis ekonomi di Asia. Dampaknya sampai ke Indonesia, mengakibatkan nilai tukar yang jeblok drastis, memantik inflasi yang meroket, dan membuat banyak menggulung bisnis-bisnis masyarakat. 

Nilai tukar saat itu naik dari Rp2.300 per dolar AS menjadi Rp15.000, sementara tingkat inflasi mencapai 78%. IHSG pun tak ketinggalan kena dampak, dari 740 pada Juli 1997, menjadi 274 pada Juli 1998. Sekitar 63% investor mesti merugi. 

Lo Kheng Hong adalah salah satu di antaranya. Kerugian ini boleh dibilang telak, sebab ia berhenti bekerja dan memutuskan untuk fokus pada investasi saham pada 1996, dan saat krisis melanda asernya tersisa 15% saja. 

Namun Lo Kheng Hong tetap berupaya mencari peluang di tengah krisis tersebut. Berbanding terbalik dengan investir yang angkat kaki dari pasar modal, ia justru mencari-cari saham undervalue yang potensial. 

Pilihannya jatuh pada PT United Tractors Tbk (UNTR), emiten distributor utama alat-alat berat pertambangan merek Komatsu di Indonesia. Ia membeli 6 juta lembar saham UNTR di harga Rp250 dengan semua sisa modalnya yang tersisa Rp1,5 miliar. 

Pak Lo memilih UNTR karena ia mempelajari fundamental emiten secara teliti. Saat itu, total aset UNTR adalah Rp3,8 triliun, jumlah saham yang beredar mencapai 138 juta. Dengan harga saham Rp250, artinya kapitalisasi pasar UNTR pada 1998 hanya Rp34,5 miliar. 

Padahal, pendapatan UNTR bisa mencapai triliunan rupiah, laba usahanya saja Rp1 triliun. Lantas apa yang menghambat bisnis UNTR saat itu? Nilai tukar yang sangat melemah. Transaksi UNTR menggunakan dolar, sehingga emiten itu mesti kerugian kurs Rp1,7 triliun. 

Dari situ, dapat kita ketahui bahwa saat itu harga saham UNTR undervalue bukan karena performa dan bisnis yang buruk, namun karena faktor eksternal yang tak terelakkan. Secara fundamental, perusahaan ini justru berkinerja sangat baik. 

Sehingga, jika ekonomi pulih suatu saat nanti, bisnis UNTR berpotensi pulih kembali, dan harga sahamnya akan berangsur-angsur merangkak naik. Benar saja, enam hingga delapan tahun kemudian, UNTR melonjak dengan harga rata-rata Rp15.000 per lembar. 

Artinya, Pak Lo mendapat keuntungan 5.900% dari investasinya. Ia mendapatkan capital gain Rp90 miliar dari penjualan saham UNTR. 

Strategi investasi seperti ini diulangi kembali dengan saham MBAI, perusahaan peternakan ayam terbesar kedua saat itu, di mana ia membeli saham ketika wabah flu burung melanda. 

Itulah kisah sukses investasi Lo Kheng Hong dengan saham UNTR yang membuatnya cuan berpuluh kali bagger. (NKK)

SHARE