INSPIRATOR

Women’s Talk: Kisah Inspiratif Pendiri Startup Climate Tech, Buka Akses Pasar Karbon untuk Indonesia

Nadya Kurnia 05/06/2023 17:53 WIB

Natalia Rialucky mendirikan startup climate tech yang memperluas akses pasar karbon bagi pelaku usaha dan komunitas di Indonesia.

Women’s Talk: Kisah Inspiratif Pendiri Startup Climate Tech, Buka Akses Pasar Karbon untuk Indonesia. (Foto: IDXChannel)

IDXChannel—Perjalanan Natalia Rialucky mendirikan stratup climate tech adalah kisah inspiratif bagi banyak pihak. Ibu dua anak ini berhasil membangun sistem yang mempermudah akses Indonesia ke pasar karbon.

Kisah inspiratif Ria ini tayang dalam program Woman’s Talk yang tayang di saluran IDXChannel.  

Ide awal pendirian startup yang dinamai Fairatmos ini bermula ketika Ria masih bekerja di sektor pertanian, ia mendapati para petani dan komunitas lokal kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca. 

Padahal, menurut dia, sektor pertanian dan kehutanan di Indonesia bisa menjadi pihak yang memainkan peran besar dalam penyerapan karbon, alih-alih menjadi pihak yang justru terdampak oleh peningkatan emisi karbon. 

Apalagi, banyak negara di dunia yang rutin menggelontorkan dana hingga ratusan miliar dolar AS untuk mendanai proyek-proyek penyerapan karbon. Namun sayangnya, komunitas dan perusahaan di Indonesia belum siap untuk masuk ke ‘pasar karbon’ tersebut. 

Dari sinilah, Ria terinspirasi untuk membangun perusahaan teknologi iklim yang dapat membantu banyak komunitas dan perusahaan untuk mendapatkan akses ke pasar karbon ini, dengan cara membantu perhitungan proyek mana yang memiliki nilai ekonomi sekaligus mampu menyerap karbon. 

“Banyak sekali negara yang memberikan pembiayaan yang sangat besar untuk membantu proyek penyerapan karbon di seluruh dunia. Tapi di Indonesia belum siap untuk menerima pendanaan itu sehingga bisa menjalankan proyek penyerapan karbon,” tutur Ria. 

Women’s Talk: Kisah Inspiratif Pendiri Startup Climate Tech 

Nama Fairatmos sendiri memiliki filosofi bahwa atmostif harus dikembalikan, bisa berkeadilan, bisa digunakan oleh banyak pihak untuk menjalankan proyek yang dapat memberikan nilai ekonomi dan sumber daya manusia. 

“Pemahaman apakah proyek itu bisa menyerap karbon atau tidak itu rumit. Kami banyak menggunakan citra satelit, pengukuran tanah ke lapangan untuk membuktikan apakah kalau kita melakukan konservasi di area ini bisa menyerap karbon sekian persen,” jelas Ria. 

Pasar karbon sendiri merupakan wadah di mana negara-negara dan perusahaan-perusahaan mengalirkan pembiayaan untuk proyek penyerapan karbon. Siapa pun yang memiliki lahan yang dapat dimanfaatkan untuk penyerapan karbon, dan pihak pemberi pembiayaan akan memberikan reward kepada pelaku proyek. 

Seperti yang diketahui, banyak perusahaan dan negara di dunia mulai menyadari urgensi untuk menggalakkan proyek-proyek konservasi dan lingkungan hidup. Sehingga banyak yang menyisihkan anggaran untuk mendanai proyek-proyek lingkungan hidup, salah satunya adalah proyek penyerapan karbon. 

Tantangan yang dihadapi komunitas dan perusahaan lokal untuk masuk ke pasar karbon ini adalah persyaratan sertifikat karbon kredit. Dalam hal ini, teknologi Fairatmos membantu komunitas dan perusahaan untuk mengukur dan mengestimasi penyerapan karbon secara cepat, gratis, dan akurat. 

“Kami sudah bantu lebih dari 60 organisasi yang punya lahan lebih dari 1 juta hektare di Indonesia untuk melihat potensi penyerapan karbon atas proyek yang dilakukan di lahan mereka,” lanjut Ria. 

Fairatmos juga telah bertemu dengan banyak perusahaan di Indonesia untuk mempelajari kebutuhan perusahaan untuk menjalankan proyek penyerapan karbon. Selama menjalankan bisnisnya, Fairatmos juga telah mendapatkan pendanaan awal USD4,5 juta untuk pengembangan teknologi. 

“Masalah penyerapan gas rumah kaca ini memang masalah dunia. Kami percaya teknologi yang kami berikan mulai dari uji kelayakan karbon, marketplace karbon kredit, bisa mengurangi jumlah karbon tersebut,” lanjut Ria.

Awalnya, memahami keakuratan potensi serapan karbon sangatlah sulit, namun dengan teknologi Fairatmos, kini perusahaan yang ingin mendapatkan karbon kredit bisa mengetahui secara pasti bahwa proyek yang dimaksud benar-benar menyerap karbon. 

Ria mendapatkan support tak hanya dari tim Fairatmos yang kompeten di bidangnya masing-masing. Namun juga dari keluarga besarnya. 

“Saya tidak akan bisa set up Fairatmos tanpa keluarga. Pasangan sangat suportif, keluarga saya dan pasangan juga sangat suportif,” kata Ria. 

Demikianlah kisah inspiratif singkat tentang pendiri startup climate tech yang memperluas akses pasar karbon untuk pelaku usaha dan komunitas di Indonesia. (NKK)

SHARE