Abaikan Kasus Korupsi, Saham Timah (TINS) Terbang Tinggi
Saham PT Timah Tbk (TINS) melonjak tinggi pada Selasa (2/4), mengabaikan kabar negatif soal kasus dugaan korupsi yang membelit produsen timah tersebut.
IDXChannel – Saham PT Timah Tbk (TINS) melonjak tinggi pada lanjutan sesi II, Selasa (2/4/2024), mengabaikan kabar negatif soal kasus dugaan korupsi yang membelit produsen timah terbesar kelima dunia tersebut.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 14.46 WIB, saham TINS terbang 10,43 persen ke level Rp900 per saham, dengan nilai transaksi Rp89,64 miliar dan volume perdagangan 103,32 juta saham.
Saham TINS rebound dari koreksi 1,81 persen pada Senin (1/4).
Dalam sepekan, saham emiten tambang BUMN tersebut melesat 14,01 persen, sedangkan dalam sebulan melejit 57,89 persen.
Secara teknikal, saham TINS dalam tren penguatan (uptrend) jangka pendek sejak awal Maret, mencoba melakukan pembalikan arah (trend reversal) usai downtrend hampir 3 tahun.
Usai membentuk candle bullish marubozu pada Selasa, level resistance terdekat untuk saham TINS berada di area 955 dan level psikologis 1.000. Sementara, level support terdekat di 830 yang merupakan garis moving average (MA) 5 dan 761 (MA 20).
Diwartakan sebelumnya, Rabu (26/3) pekan lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.
Selain Harvey Moeis, kasus korupsi tersebut juga menyeret crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.
Kasus ini bermula saat sejumlah tersangka dalam kasus ini melakukan pertemuan dengan eks petinggi TINS untuk melakukan penambangan pada 2018.
Petinggi PT Timah itu, yakni Riza Pahlevi dan Emil Emindra, diduga mengakomodir pertambangan timah ilegal. Dari pertemuan tersebut telah membuahkan hasil kerja sama antara PT Timah dan sejumlah perusahaan dengan sewa-menyewa peralatan untuk proses peleburan.
Dengan demikian, untuk membuat biji timah ilegal seolah-olah legal, sejumlah swasta bekerja sama dengan PT Timah untuk penerbitan surat perintah kerja (SPK).
Selain itu, tersangka penyelanggara negara ini juga diduga melegalkan kegiatan perusahaan boneka menambang timah dengan cara menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Kemudian, untuk memasok kebutuhan bijih timah itu telah disepakati menunjuk tujuh perusahaan boneka mulai dari CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS.
Hasil tambang ilegal tersebut kemudian dijual lagi ke PT Timah Tbk. Dalam catatan Kejagung, PT Timah telah mengeluarkan dana Rp1,72 triliun untuk membeli bijih timah.
Sementara itu, untuk proses pelogamannya, PT Timah Tbk telah menggelontorkan biaya sebesar Rp975,5 juta dari 2019 hingga 2022. Kejagung menduga korupsi itu disinyalir terjadi dalam kurun periode 2015 sampai dengan 2022.
Kejagung telah bekerja sama dengan ahli lingkungan menghitung kerugian ekologis yang disebabkan oleh pertambangan timah dalam kasus IUP PT Timah Tbk. (TINS). Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan itu mencapai Rp271 triliun.
Asal-Usul Kerugian Rp271 Triliun
Menurut Kejaksaan Agung (Kejagung) per 19 Februari 2024, kerugian yang dimaksud merupakan kerugian lingkungan yang disebabkan adanya kerusakan dari aktivitas tambang ilegal berdasarkan penghitungan ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo.
Bambang Hero saat itu melakukan penghitungan kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel). Menurut Bambang, angka kerugian itu mencapai Rp271 triliun. (Lihat tabel di bawah ini.)
"Totalnya kerugian itu yang harus juga ditanggung negara adalah Rp 271.069.687.018.700," kata Bambang dalam jumpa pers bersama Kejagung saat itu.
Perhitungan ini berdasarkan pada pasal 6 ayat 1 di Peraturan Menteri LH 7/2014 tentang kerugian ekologis dan lingkungan. Saat ini, pihak Kejagung masih menunggu penghitungan dari BPKP terkait angka resmi kerugian yang ditanggung negara.
Bambang merinci, angka Rp271 triliun adalah perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan. Total untuk kerugian di kawasan hutan adalah Rp223,37 triliun dan total untuk untuk nonkawasan hutan APL adalah Rp 47,7 triliun.
Rapor Keuangan Merah
TINS membukukan rugi bersih sebesar Rp449,7 miliar sepanjang 2023, berbalik dari catatan laba bersih Rp1,04 triliun pada 2022.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah Fina Eliani menjelaskan, lambatnya pemulihan perekonomian global dan domestik, serta tekanan harga logam timah dunia di 2023 akibat penguatan dolar AS dan lemahnya permintaan timah berdampak pada menurunnya ekspor sejak 2022.
“Kondisi ekonomi global dan domestik yang belum membaik serta lemahnya permintaan logam timah global ditengah aktivitas penambangan tanpa izin berdampak pada kinerja Perseroan di 2023," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (28/3/2024).
Adapun volume penjualan logam timah menyusut 69% secara tahunan (Yoy) menjadi sebesar 14.385 metrik ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20.805 metrik ton.
Begitu pula harga jual rerata logam timah sebesar USD26.583 per metrik ton atau lebih rendah 84% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD31.474 per metrik ton.
Sementara itu, TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 14.855 ton atau turun 74% pada akhir 2023. Kemudian produksi logam timah sebesar 15.340 metrik ton atau turun 77%.
Hingga akhir 2023, TINS mencatatkan ekspor timah sebesar 92% dengan meliputi Jepang 17%; Korea Selatan 13%; Belanda 11%; India 9%; Taiwan 9% dan Amerika Serikat 8%.
"Di 2024 ini, Perseroan fokus pada peningkatan produksi melalui penambahan alat tambang dan pembukaan lokasi baru, strategi recovery plan dan program efisiensi berkelanjutan, manajemen optimis kinerja Perseroan di tahun ini akan lebih baik sesuai dengan target,” imbuhnya. (ADF)