Ada Ekspektasi Penurunan Suku Bunga, Segini Target Harga Saham BBNI di 2024
Intip analisis kinerja keuangan Bank BNI dan saham BBNI di 2024 saat ada ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
IDXChannel - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI (BBNI) mencatakan laba bersih atau net income sebesar Rp20,9 triliun di 2023 atau tumbuh 14,2% (YoY).
Menurut Analis Saham Panin Sekuritas, Nico Laurens, performa positif perseroan secara tahunan didorong oleh performa positif fee based income, membaiknya cost to income ratio, serta perbaikan kualitas aset. Hal ini translasi terhadap peningkatan ROAE, serta risk adjusted NIM.
Perseroan memperkirakan kredit akan tumbuh di level CAGR +11% (2023-2028) yang akan didorong oleh segmen consumer dan korporasi.
"Kami masih merekomendasikan BUY dengan TP: Rp6.200 (implied PB 1,1x di 2024)," kata Nico dalam risetnya, Kamis (1/2/2024).
Menurutnya hal ini didorong oleh tren positif perbaikan kualitas aset, ruang perbaikan pertumbuhan kredit, fokus perseroan terhadap pertumbuhan yang sustainability, serta valuasi yang paling murah di antara empat bank besar.
Mengulik Kinerja BBNI di 2023-2024
Perseroan mencatakan laba bersih sebesar Rp5,2 triliun di kuartal IV-2023 (-5,4% QoQ; +11,6% YoY) setara dengan laba bersih sebesar Rp20,9 triliun di 2023 (+14,2% YoY) in-line (PANS: 96,4%; Cons: 98,9%).
"Penurunan secara kuartalan lebih disebabkan oleh meningkatnya beban operasi (opex) secara signifikan ke Rp8,2 triliun (+21,9% QoQ) yang disebabkan oleh meningkatnya remunerasi serta meningkatnya biaya sponsor dan promosi, karena seasonality," jelas Nico.
Dia mengatakan, patut dicermati ada recovery yang signifikan di kuartal IV-2023 sebesar Rp2,1 triliun, namun masih in-line dengan guidance, seiring dengan write-off agresif yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.
"Perseroan juga memperkirakan tren recovery masih akan tinggi untuk beberapa tahun ke depan. Performa positif ini translasi terhadap peningkatan ROAE perseroan ke level 15,2% di 2023 (2019: 14%) dengan risk adjusted NIM ke 3,6% (2022: 3,5%; 2021: 2,4%). Perseroan menargetkan NIM ≥4,5% (saat ini: 4,6%)," paparnya.
Sementara itu, kredit tercatat sebesar Rp695 triliun di 2023 (+3,5% QoQ; +7,6% YoY) didorong oleh segmen risiko rendah seperti corporate private. Perlu dicermati, segmen risiko tinggi seperti corporate SOE di periode 2020-2023 sudah turun -2,3%.
Untuk periode 5 tahun ke depan (2023-2028), perseroan melihat bahwa pertumbuhan kredit akan tumbuh di level CAGR +11%, yang akan didorong oleh segmen consumer (+13%) dan korporasi (+11%).
Hal ini juga akan didorong oleh sektor seperti manufaktur, utilities dan energi dengan fokus ke perusahaan top tier (diamond client) sebelum nanti ke grade yang lebih rendah (gold client).
"Sektor yang diperkirakan masih akan berisiko adalah tekstil dan commercial, sementara untuk komoditas akan selektif, melihat cash flow serta cash cost dari perusahaan. Yield kredit perseroan relatif stabil di 2023, di range 7,7-7,9%, karena repricing telah dilakukan di periode kuartal II-2022," papar Nico.
Untuk dana pihak ketiga (DPK) masih tumbuh ke Rp810,7 triliun (+8,4% QoQ; +5,4% YoY) dengan CASA yang meningkat signifikan ke Rp578 triliun di kuartal IV-2023 (+12,6% QoQ; +3,6% YoY) dengan CASA ratio meningkat ke 71,2% (Sep-23: 68,6%).
"Patut dicermati bahwa cost of third party fund (CoF) meningkat ke 2,54% di kuartal IV-2023 (3Q23: 2,25%) sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan, seiring dengan kondisi likuiditas yang mengetat," terangnya.
"Perseroan memperkirakan bahwa likuiditas masih akan ketat di semester I-2024, karena adanya lebaran dan musim dividen, sebelum nanti membaik di semester II ini seiring dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed sebanyak 50 bps, Nico menambahkan.
Saat ini, sambungnya, posisi likuditas perseroan relatif terjaga dengan LDR di 88,8% di Desember 2023 (Sep-23: 89,8%).
Perseroan masih melakukan retrukturisasi sebesar Rp40,5 triliun (Sep-23: Rp50,6 triliun; 2022: Rp62,2 triliun) dengan LAR 5,9% (Sep-23: 7,6%; 2022: 9,7%).
Secara total, loan at risk termasuk restrukturisasi Covid sebesar Rp89 triliun atau setara dengan LAR 12,9% di Desember 2023 (Sep-23: 14,4%; Des-22: 16%) dengan NPL di 2,1% (Sep-23: 2,3%; Des-22: 2,8%) posisi pencadangan juga masih kuat dengan LAR di 52,7% (2022: 48,8%).
Perbaikan portfolio kredit juga terlihat dari penurunan RWA density ke 73,1% di 2023 (2022: 76,5%: 2020: 81,6%).
"Perseroan menargetkan credit cost <1,4% di 2024 (2023: 1,4%) sejalan dengan perbaikan proses underwriting serta strategi de-risking," pungkas Nico.
(FAY)