Arus Masuk Dana Asing Dongkrak Saham Blue Chip, Prospek Menguat
Minat investor asing terhadap saham-saham blue chip kembali menguat dalam sebulan terakhir, terutama pada deretan bank besar dan emiten telekomunikasi.
IDXChannel - Minat investor asing terhadap saham-saham blue chip kembali menguat dalam sebulan terakhir, terutama pada deretan bank besar dan emiten telekomunikasi. Aksi borong asing asing yang meningkat ini terjadi seiring sinyal teknikal yang mulai menunjukkan potensi pembalikan arah.
“Melihat data selama satu bulan ke belakang, terlihat akumulasi yang cukup masif oleh investor asing di saham-saham bluechip, terutama di bank besar, seperti BMRI, BBRI, BBNI dan BBCA serta emiten telekomunikasi TLKM,” ujar pengamat pasar modal Michael Yeoh, Senin (24/11/2025).
Ia menambahkan, indikator teknikal juga mulai menunjukkan tanda-tanda pembalikan arah. “Dari sisi teknikal, saham-saham ini mengalami potensi reversal, dan ini juga sejalan dengan potensi Bank Indonesia (BI) yang akan memangkas suku bunga ke depan,” kata Michael.
Arus beli asing semakin deras mengalir ke saham-saham berkapitalisasi besar tersebut dalam sebulan terakhir.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), BBCA membukukan aksi beli bersih (net buy) asing Rp3,4 triliun di pasar reguler dalam sebulan terakhir, diikuti kenaikan harga 1,80 persen ke level Rp8.475 per saham.
BMRI tidak kalah menonjol dengan net buy Rp3 triliun, yang mendongkrak sahamnya 15,12 persen dalam sebulan ke Rp5.100 per unit.
BBRI juga menikmati aliran dana asing sebesar Rp726,04 miliar dalam sebulan belakangan, mendorong harga saham naik 4,19 persen ke Rp3.980. Di sisi lain, BBNI mencatat net buy Rp598 miliar, yang turut mengangkat sahamnya 3,54 persen ke Rp4.390 per saham.
Tak hanya perbankan, saham TLKM juga menjadi incaran investor asing dengan net buy asing Rp1,78 triliun selama sebulan. Dalam periode yang sama, harga saham TLKM menguat 10,12 persen.
Sementara itu, RHB Sekuritas menilai kinerja perbankan Indonesia pada sembilan bulan di 2025 (9M25) menunjukkan pemulihan yang stabil namun belum merata. Dalam riset yang terbit pada 24 November 2025, RHB mempertahankan rekomendasi overweight dengan empat saham unggulan, yakni BBCA, BBNI, BRIS, dan BBTN.
RHB mencatat bahwa pertumbuhan pendapatan operasional sebelum pencadangan (PPOP) sektor perbankan hanya naik tipis 0,8 persen secara tahunan (YoY), mencerminkan pemulihan dua kecepatan. BBTN menjadi penopang utama berkat efisiensi operasional dan penyesuaian pendapatan bunga.
BRIS, BJBR, dan BBCA juga mencatatkan kinerja solid, sementara BBNI dan BMRI masih terbebani penurunan NIM dan melambatnya penyaluran kredit.
Dari sisi laba, kinerja 9M25 turun 4,4 persen YoY akibat pelemahan bank-bank besar yang mencatat kontraksi laba 5,2 persen YoY.
Sebaliknya, BRIS dan BBTN menonjol dengan pertumbuhan positif berkat pembiayaan ritel dan emas yang kuat, pengendalian biaya, serta penyesuaian bunga yang efektif. BBCA juga disebut tetap defensif dengan pertumbuhan stabil.
Pertumbuhan kredit melambat menjadi 8,6 persen YoY seiring ketatnya likuiditas dan melemahnya permintaan debitur. Hanya BRIS, BMRI, dan BBNI yang mampu menjaga pertumbuhan dua digit.
Sementara itu, margin bunga bersih (NIM) turun ke 5,3 persen, tertekan penurunan dana murah (CASA) dan biaya dana yang masih tinggi. Namun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) melesat menjadi 11,8 persen YoY, didorong suntikan Rp200 triliun dana pemerintah ke BUMN.
RHB juga mencatat likuiditas perbankan menguat, tercermin dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) yang turun menjadi 89,5 persen karena aliran dana masuk melampaui pertumbuhan kredit.
Kualitas aset pun relatif stabil, dengan biaya kredit (CoC) di 1,4 persen dan kenaikan kredit bermasalah (NPL) yang bersifat terbatas.
Rasio kredit berisiko (LAR) menurun di sebagian besar bank, menandakan kesehatan debitur membaik, meski rasio cakupan LAR sedikit turun seiring normalisasi provisi dan beberapa penghapusan kredit bermasalah. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.