MARKET NEWS

Asing ‘Cabut’ hingga Tekanan GOTO-TLKM Cs, Window Dressing Bisa Gagal?

Aldo Fernando - Riset 07/12/2022 12:54 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersungkur selama lima hari pertama di Desember.  Apakah window dressing terancam tidak hadir di bursa kali ini?

Asing ‘Cabut’ hingga Tekanan GOTO-TLKM Cs, Window Dressing Bisa Gagal? (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersungkur selama lima hari pertama di Desember.  Apakah window dressing terancam tidak hadir di bursa kali ini?

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG merosot 0,98 persen ke 6.825,09 hingga penutupan sesi I, Rabu (7/12/2022). Nilai transaksi lumayan ramai, sebesar Rp9,66 triliun dan volume 18,35 miliar saham.

Setelah mengalami penurunan lima hari beruntun sejak 1 Desember, IHSG akhirnya keluar dari level psikologis 7.000-an pada Senin lalu (5/12) dan bahkan melorot ke level 6.800an dalam dua hari terakhir.

Tekanan jual atas saham-saham  berkapitalisasi pasar besar (big cap) sepanjang awal bulan ini membuat IHSG terkoreksi cukup dalam, yakni minus 3,62 persen sejak 1 Desember.

Saham-saham kelas berat alias heavyweight, dari empat besar perbankan hingga raksasa ride-hailing dan e-commerce menjadi sasaran lego investor.

Yang paling menjadi perbincangan pasar adalah saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).

Saham emiten e-commerce dan ojek online tersebut mengalami penurunan selama 13 hari beruntun, dengan 8 kali berturut-turut menembus batas auto rejection bawah (ARB).

Pada Rabu (7/12), harga saham GOTO kembali menembus ARB ke angka Rp107 per saham, level terendah (all time low) sejak melantai di bursa.

Praktis, sejak terus melemah sejak 21 November lalu, harga saham GOTO sudah turun 51,80 persen hingga saat ini.

Kabar soal pemutusan hubungan kerja (PHK), belum membaiknya kinerja bottom line (pos laba-rugi), hingga berakhirnya periode lock up saham per 30 November lalu, menjadi sentimen utama untuk saham GOTO.

Sebenarnya, GOTO tidak sendirian. Aksi jual investor asing di sejumlah saham besar lainnya turut menekan IHSG.

Sebagai informasi, asing melakukan penjualan bersih (net sell)saham BBCA senilai Rp2,2 triliun di pasar reguler dalam sepekan terakhir. Harga saham BBCA juga ikut ambles 8,33 persen dalam periode yang sama.

Saham big cap lainnya, emiten telekomunikasi PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga mengalami net sell Rp772,3 miliar dalam sepekan dan harga sahamnya anjlok 8,91 persen.

Nama lainnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Astra International Tbk (ASII) masing-masing terkena net sell asing Rp491,7 miliar dan Rp438,8 miliar dalam kurun seminggu. Saham BBNI dan ASII turun 4,80 persen dan 3,72 persen.

Tidak ketinggalan, asing juga ‘cabut’ dari saham raksasa bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilaiRp50,1 miliar. Hal tersebut beriringan dengan koreksi sahma BBRI sebesar 4,02 persen dalam seminggu.

Window Dressing Tetap ‘Nongol’?

Sering dianggap bulan terbaik untuk pasar saham, Desember dikenal kerap dikaitkan dengan fenomena window dressing.

IHSG selalu menjaga rekor sempurna selama Desember. Setidaknya selama 20 tahun terakhir, IHSG selalu menguat atau menghijau sempurna (100 persen) pada bulan terakhir di kalender tersebut.

Rerata kenaikan IHSG selama 20 tahun  terakhir di Desember mencapai 4,42 persen.

Sedangkan, dalam 10 tahun belakangan, rata-rata kenaikan indeks saham acuan RI tersebut di Desember sebesar 3,02 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)

Sederhananya, window dressing adalah istilah di pasar saham yang merujuk ke strategi para fund manager untuk mempercantik kinerja portofolio mereka pada akhir tahun.

Biasanya, para fund manager akan menjual saham dengan performa jelek dan membeli saham—terutama yang likuid--yang kinerjanya tokcer demi memoles porto di penghujung tahun.

Berkaitan dengan itu saham-saham blue chip (unggulan) cenderung memiliki performa positif selama Desember.

Karena itu, start IHSG yang buruk di awal bulan ini membawa pertanyaan, apakah rekor sempurna di Desember selama bertahun-tahun akan terputus?

Pengamat pasar modal sekaligus Founder WH Project William Hartanto menjelaskan, ini bisa jadi tahun pertama akhir tahun tanpa efek window dressing di BEI.

“Iya, kemungkinan ini jadi tahun pertama di mana IHSG engga memperlihatkan window dressing,” jelas William saat dihubungi IDXChannel, Rabu (7/12).

William menilai, hal tersebut lantaran harga saham yang mengalami penurunan  adalah yang punya bobot jumbo.

“[Saham] yang turun-turun ini punya bobot besar juga terhadap IHSG. Jadi, walaupun ada saham tertentu yang naik terus seperti BYAN, itu ketutup sama bobot saham-saham pemberat indeks ini,” lanjut William.

Soal target IHSG hingga tutup tahun, William menyebut, target optimis “hanya sampai 7.200,” sedangkan target pesimis di rentang 6.982-7.080.

“Ini dengan asumsi bahwa tekanan dari GOTO dll yang bobotnya besar terhadap IHSG masih menurun ya,” pungkas William.

Sementara, professional trader Linda Lee menjelaskan, masih ada 18 hari bursa sebelum Desember berakhir.

Window Dressing masih ada potensi sepanjang IHSG tidak jebol ke bawah 6695,” jelas pemegang sertifikasi Certified Financial Technician (CFTe) sekaligus penulis buku edukasi saham tersebut kepada IDXChannel, Rabu (7/12).

Kemudian, menyinggung dua saham yang mengalami tekanan jual akhir-akhir ini, GOTO dan TLKM, secara umum potensi penurunan harga saham masih ada.

“GOTO potensi turun masih terbuka, sentimen positif belum ada. TLKM bila ada kenaikan sementara menguji 3880. Potensi penurunan masih terbuka,” demikian jelas Linda. (ADF)

SHARE