MARKET NEWS

Awal Pekan, Dolar Melemah Jelang Rilis Data Inflasi AS

Maulina Ulfa - Riset 11/09/2023 09:57 WIB

Indeks dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan awal pekan, Senin (11/9/2023).

Awal Pekan, Dolar Melemah Jelang Rilis Data Inflasi AS. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Indeks dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan awal pekan, Senin (11/9/2023).

Menurut data Investing.com, indeks yang melacak sejumlah mata uang tersebut melemah 0,28 persen di level 104,8 pada pukul 09.12 WIB.

Indeks dolar pada pekan lalu sempat menikmati kenaikan delapan minggu berturut-turut dan yang terpanjang sejak 2014 pada 7 September lalu. Posisi dolar juga sempat hampir menyentuh level 105. (Lihat grafik di bawah ini.)

Namun, data ekonomi AS yang kuat pekan lalu sempat membuat beberapa investor khawatir bank sentral The Federal Reserve (The Fed) tidak mengubah kebijakan suku bunga bulan ini, serta bisa tetap tinggi lebih lama dari yang diperkirakan.

Investor kini tengah menunggu pembacaan Indeks Harga Konsumen AS untuk Agustus, yang akan dirilis pada Rabu (13/9) mendatang.

"Dolar menguat karena data AS yang jelas lebih kuat. Ini menunjukkan bahwa The Fed mungkin akan menaikkan suku bunga lagi sebelum akhir tahun ini," kata Quincy Krosby, kepala strategi global di LPL.

Pasar juga tengah menantikan apakah negara dengan ekonomi terbesar dunia ini memang berada di jalur yang tepat untuk melakukan soft landing.

Soft landing adalah kondisi terkendalinya inflasi tanpa menyebabkan resesi. Soft landing tampaknya semakin masuk akal karena kondisi di AS di mana upah masih terpantau tetap tinggi, angka pengangguran rendah, dan perekonomian masih tumbuh. The Fed juga tidak lagi memproyeksikan AS akan memasuki resesi dalam waktu dekat.

Sementara dolar bersama dengan imbal hasil Treasury AS, telah melonjak minggu lalu setelah serangkaian data ekonomi yang kuat menambah spekulasi bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut dari The Fed mungkin akan segera terjadi.

Imbal hasil US-Treasury 10 Tahun berada di level 4,26 persen per 8 September, lebih tinggi dibandingkan 3,29 persen pada tahun lalu. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata jangka panjang sebesar 4,25%. Tingkat Treasury 10 Tahun adalah hasil yang diterima untuk berinvestasi pada surat berharga yang diterbitkan pemerintah AS yang memiliki jangka waktu 10 tahun.

Pada awal pekan, imbal hasil obligasi AS 10 tahun ini naik 0,04 persen di level 4,30 persen pada hari ini.

“Perekonomian global secara keseluruhan tidak mengalami booming, namun juga tidak berada di ambang resesi, dan AS tampaknya menjadi yang terbaik di antara negara-negara besar lainnya,” kata Alvin Tan, kepala strategi FX Asia di RBC Capital Markets.

Yen dan Yuan Jeblok, Euro Menguat

Di pasar keuangan Asia, Yen juga melemah 0,77 persen di level 146,66 pada perdagangan awal pekan.

Sebelumnya, yen sempat menguat karena komentar dari Gubernur Bank of Japan (BOJ) Kazuo Ueda yang memicu harapan bahwa Jepang dapat segera memasuki era baru dari suku bunga negatif.

Mata uang Jepang sempat naik hampir 0,8 persen dan menyentuh level tertinggi di level 146,66 per dolar. Komentar Ueda pada akhir pekan mengisyaratkan bahwa bank sentral dapat mengakhiri kebijakan suku bunga negatifnya ketika mencapai target inflasi 2 persen sudah di depan mata.

Ueda mengatakan kepada surat kabar Yomiuri dalam sebuah wawancara bahwa BOJ mungkin memiliki cukup data pada akhir tahun untuk menentukan apakah mereka dapat mengakhiri suku bunga negatif.

Yen berada di bawah tekanan besar terhadap dolar sepanjang tahun ini sebagai akibat dari meningkatnya perbedaan suku bunga dengan AS.

Hal ini terjadi sejak The Fed memulai siklus kenaikan suku bunga yang agresif tahun lalu sementara BOJ tetap bersikap dovish.

“Ueda sedang meletakkan dasar untuk keluar dari suku bunga negatif, dan dia memberikan banyak pemberitahuan,” kata Matt Simpson, analis pasar senior di City Index.

Di zona Eropa, greenback juga melemah terhadap euro dan poundsterling.

Euro naik 0,21 persen menjadi USD1,07213, setelah mengakhiri pekan lalu dengan penurunan delapan minggu berturut-turut. Sementara poundsterling naik 0,26 perse menjadi USD1,2496.

Dolar Australia yang sensitif terhadap pergerakan indeks USD menguat 0,58 persen di level USD0,64122 dan dolar Selandia Baru menguat 0,51 persen di level USD0,59092.

Sementara yuan China harus melemah melampaui 7,35 per dolar, mencapai level terendah dalam hampir satu tahun setelah data menunjukkan bahwa surplus perdagangan China menyempit pada Agustus.

Penurunan ekspor China ini karena melemahnya permintaan eksternal, sementara impor juga mengalami penurunan di tengah lemahnya konsumsi domestik.

Namun, baik ekspor maupun impor turun lebih kecil dari perkiraan bulan lalu seiring normalisasi operasional pelabuhan dan serangkaian langkah dukungan dari Beijing untuk memacu konsumsi.

Data sebelumnya juga menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor jasa China melambat ke level terendah dalam delapan bulan pada Agustus, meskipun aktivitas manufaktur secara tak terduga meningkat.

Sementara itu, People’s Bank of China (PBOC) menurunkan rasio persyaratan cadangan devisa sebesar 200 basis poin menjadi 4 persen mulai tanggal 15 September.

Ini menjadi penurunan pertama tahun ini karena bertujuan untuk membendung penurunan yuan lebih lanjut dan membantu pemulihan ekonomi yang melemah. Investor sekarang juga menantikan angka inflasi China untuk memandu prospek mata uang ini lebih lanjut. (ADF)

SHARE