MARKET NEWS

Bahas Prospek Bisnis, Komunitas Panen Saham Kunjungi Langsung Terminal IPCC

Taufan Sukma/IDX Channel 01/08/2023 18:10 WIB

para pelaku pasar dapat melihat secara langsung berbagai aktivitas operasional perusahaan yang sedang dilakukan di kawasan terminal.

Bahas Prospek Bisnis, Komunitas Panen Saham Kunjungi Langsung Terminal IPCC (foto: MNC Media)

IDXChannel - Para pelaku pasar modal yang tergabung dalam Komunitas Panen Saham Beraudiensi dengan manajemen PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) guna membahas prospek bisnis perusahaan ke depan.

Audiensi dilakukan bersama Direktur Utama IPCC, Sugeng Mulyadi, di Lapangan Terminal IPCC, secara live dengan konsep hybrid, baik secara daring maupun luring.

Dengan konsep tersebut, para pelaku pasar dapat melihat secara langsung berbagai aktivitas operasional perusahaan yang sedang dilakukan di kawasan terminal.

Dalam penjelasannya kepada pelaku pasar, Sugeng memperkenalkan berbagai lini bisnis IPCC sebagai emiten yang bergerak di bidang bongkar muat kendaraan di pelabuhan.

Tak hanya itu, Sugeng juga menjelaskan posisi IPCC dalam ekosistem kendaraan di industri otomotif nasional.

Dalam kesempatan ini, Sugeng juga mengapresiasi upaya pemerintah yang sangat mendukung sektor otomotif, sehingga begitu banyak merek yang dapat masuk dan eksis di pasar nasional.

"Di industri otomotif ini, Alhamdulillah, kami sangat berterima kasih kepada Pemerintah yang telah mendorong Indonesia sebagai basis produksi kendaraan yang bisa disalurkan ke market Indonesia dan juga market ekspor," ujar Sugeng.

Selain dukungan dari Pemerintah, menurut Sugeng, pihaknya juga berupaya memaksimalkan kinerja bongkar muat sehingga lebih kompetitif, sehingga dapat mendorong peningkatan ekspor kendaraan ke berbagai negara.

Sugeng menjelaskan, kondisi pandemi COVID-19 yang mulai mereda dan bahkan kini telah menjadi endemi, cukup mendorong kinerja IPCC untuk recovery dan bahkan kembali tumbuh.

Hal ini seiring dengan mulai berkurangnya, atau justru dihapuskannya kebijakan pembatasan pengiriman kendaraan ekspor dari Indonesia.

Kebijakan pengurangan batasan itu disebut Sugeng cukup krusial dalam membantu IPCC dalam menjawab permintaan pasar kendaraan yang terus meningkat seiring mulai pulihnya aktivitas masyarakat dan industri pasca pandemi.

"Ke depan, tentu diharapkan bisa terus berimbas positif bagi perkembangan kinerja IPCC di masa mendatang," tutur Sugeng.

Namun demikian, Sugeng juga menjelaskan bahwa sejumlah faktor bisa saja menjadi sentimen negatif meski dari sisi industri otomotif masih bisa bertumbuh.

Beberapa faktor tantangan tersebut, diantaranya, adalah kondisi geopolitik di sejumlah kawasan, seperti perang Rusia dan Ukraina, ketegangan Tiongkok dan Taiwan, serta sejumlah isu lainnya.

Selain dari sisi peningkatan CBU/passenger cars, Sugeng menyebut peningkatan juga terjadi pada segmen Alat Berat.

Sugeng kembali menyampaikan, bahwa dengan meningkatnya kebutuhan akan barang-barang tambang yang tidak hanya batubara, namun juga ada nikel sebagai bahan dasar pembuatan baterai kendaraan listrik dan juga komoditas lain turut berimbas positif pada permintaan alat-alat berat.

Bahkan Sugeng juga memberikan contoh terkait bakal dibangunnya ekosistem kendaraan listrik di pasar dalam negeri.

"Dari hasil Nickel Conference yang Saya ikuti, komoditas nikel itu akan dibuat ekosistemnya untuk baterai dan kendaraan listriknya di seluruh lini. Di Indonesia telah mulai dirintis untuk community system yang berkelanjutan untuk meningkatkan produksi baterai mobil listrik," ungkap Sugeng.

Lalu, pada saat proses penambangan, telah dilakukan secara berkelanjutan, permintaan terhadap alat-alat berat juga akan meningkat kebutuhannya.

"Bahkan dimungkinkan untuk pengiriman antar pulau. Dengan meningkatnya lalu lintas pengiriman tersebut, IPCC tentunya akan diuntungkan dari aktivitas bongkar muat tersebut," papaR Sugeng.

Terkait dengan pengiriman antar pulau, Sugeng melihat bahwa di Indonesia terdapat hub besar nasional, yaitu Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Surabaya, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Makasar, dan Pelabuhan di Balikpapan dekat area dibangunnya Ibu Kota baru yang memiliki peran penting sebagai jalur distribusi kendaraan di Indonesia.

Di sisi lain, dari sejumlah Pelabuhan tersebut, IPCC telah mengoperasikan di wilayah Jakarta, Pontianak, Belawan, Makasar, dan sedang dijajaki untuk Kerjasama operasi di Balikpapan.

Dengan potensi yang dimiliki ini maka IPCC mendapatkan benefit dari sejumlah Pelabuhan tersebut. 

"Jika dicontohkan, di Tanjung Priok IPCC mengelola terminal kendaraan lalu kendaraan tersebut akan dikirim ke Makasar maka IPCC akan mendapatkan dobel pendapatan, dari Jakarta dan Makasar yang tentunya ini dapat menambah pendapatan perseroan," tandas Sugeng.

Bahkan dengan asumsi bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur saat ini terus berjalan, Sugeng menyebut bahwa IPCC juga bakal turut mendapatkan tambahan benefit dari meningkatnya kebutuhan kendaraan, baik passenger cars maupun alat-alat berat di kawasan tersebut.

Sedangkan terkait dengan adanya Pelabuhan Patimban, IPCC tidak melihat bahwa Pelabuhan tersebut sebagai pesaing.

Sugeng justru melihat adanya peluang sinergi komplementer dengan berkolaborasi untuk penanganan bongkar muat kendaraan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari masing-masing Pelabuhan maupun nilai tambah bagi para pelanggan.

Dari sisi keuangan, Sugeng menegaskan bahwa performa keuangan IPCC sangat solid dengan kas yang sangat mencukupi.

Bahkan setelah dikurangi dengan pembayaran dividen untuk tahun buku 2022 dan sewa lahan pun masih cukup untuk melakukan operasional, perbaikan di sejumlah area, hingga ekspansi jika dibutuhkan.

Selain itu, dari sisi solvabilitas juga sangat baik dimana IPCC tidak memiliki utang jangka pendek maupun Panjang yang sifatnya peminjaman.

"Pada akhir 2022, kas IPCC kurang lebih ada sekitar Rp1,02 triliun, yang di tahun ini telah dibayarkan sewa lahan kepada induk usaha (Pelindo) sebagai pemilik lahan sekitar Rp439 miliaran," urai Sugeng.

Lalu, untuk alokasi capex sekitar Rp30 miliaran hingga 35 miliaran, pembayaran dividen tahun buku 2022 sekitar Rp90 miliaran, dan biaya operasional lainnya, sehingga sisa kas IPCC masih ada sekitar Rp660an miliar.

Di sisi lain, neraca utang Perseroan juga sangat sehat, di mana utang yang dimiliki adalah jenis utang usaha karena pekerjaan operasional.

"Jadi, bukan karena IPCC meminjam dana maupun menerbitkan surat utang. Utang tersebut juga muncul dari penerapan PSAK 73 dimana muncul Utang Sewa Guna Usaha atas kegiatan sewa aset," tegas Sugeng. (TSA)

SHARE