Batal Masuk MSCI, Prospek Saham Timah (TINS) Masih Menarik?
Saham emiten tambang PT Timah Tbk (TINS) merosot pada Kamis (6/11/2025) usai dinyatakan batal masuk indeks MSCI Small Cap untuk November 2025.
IDXChannel - Saham emiten tambang PT Timah Tbk (TINS) merosot pada Kamis (6/11/2025) usai dinyatakan batal masuk indeks MSCI Small Cap untuk November 2025 lantaran sahamnya berada di papan pemantauan khusus full call auction (FCA) saat proses peninjauan berlangsung.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham TINS ditutup turun 3,77 persen ke Rp2.810 per unit, usai sempat jatuh ke Rp2.750 per unit di awal pembukaan pasar. Padahal, pada Rabu (5/11), saham TINS melonjak 19,67 persen.
Sepanjang 2025 (YtD), saham emiten pelat merah ini sudah melonjak 163 persen.
“Sebelumnya, TINS masuk ke dalam indeks MSCI Small Cap pada evaluasi indeks MSCI periode November 2025 yang diumumkan pada Kamis (6/11) jam 05.00 WIB,” demikian mengutip penjelasan Stockbit Sekuritas.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai pembatalan TINS masuk ke MSCI Small Cap bukan isu yang perlu dibesar-besarkan. Menurutnya, mekanisme tersebut sudah menjadi bagian dari aturan peninjauan indeks.
“Tidak menjadi permasalahan yang serius karena dalam revisi MSCI memang jika suatu saham tersuspensi 2 kali, saham tersebut akan dinyatakan tidak eligible [memenuhi syarat] untuk masuk ke MSCI periode tersebut,” ujar Michael, Kamis (6/11/2025).
Ia menambahkan, langkah tersebut bersifat sementara. “Namun akan dimasukkan ke perhitungan ulang pada rebalancing selanjutnya,” tuturnya.
Dari sisi kinerja dan prospek, Michael menilai TINS masih menyimpan daya tarik tersendiri.
“Sementara dari sisi fundamental, TINS memiliki valuasi yang menarik, yang didapatkan dari aset-aset sitaan terhadap illegal miner,” tuturnya.
Prospek TINS di Tengah Penertiban Tambang Ilegal
Sebelumnya, pemerintah melakukan penertiban besar-besaran terhadap tambang timah ilegal di Bangka dan Belitung. Presiden Prabowo Subianto menyatakan, sekitar 1.000 tambang ilegal akan ditutup.
Tambang ilegal menyumbang porsi besar produksi timah nasional. Ketua Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) memperkirakan, sekitar 12.000 ton timah diekspor secara ilegal setiap tahun. Bahkan, Prabowo menyebut sektor bayangan ini bisa mencapai 80 persen produksi Bangka Belitung.
Samuel Sekuritas menilai TINS berada pada fase pemulihan strategis, ditopang pengetatan tata niaga tambang timah dan penertiban penambangan ilegal di dalam negeri. Emiten anggota MIND ID tersebut selama ini berkontribusi sekitar 5 persen pasokan timah global dengan pangsa pasar sekitar 40 persen di Indonesia.
Dalam riset bertanggal 17 Oktober 2025, Samuel Sekuritas menyebut langkah pemerintah mengakhiri aktivitas tambang ilegal menjadi kunci kenaikan produksi TINS dalam jangka menengah.
Perusahaan ditargetkan mampu meningkatkan produksi dari 14 ribu ton pada 2025 menjadi sekitar 80 ribu ton, mendekati level produksi tahun 2019. Meski volume diperkirakan naik, harga timah global diproyeksikan tetap kuat menyusul terganggunya suplai dari Myanmar dan China.
Sejalan dengan penertiban tersebut, TINS menerima pengalihan aset tambang dan enam smelter yang sebelumnya disita dari operasi tambang ilegal, dengan nilai sekitar Rp6-Rp7 triliun. Untuk memperkuat tata kelola, pemerintah telah menunjuk Restu Widiyantoro, mantan perwira TNI, sebagai Direktur Utama sejak Mei 2025.
Samuel Sekuritas memperkirakan peningkatan produksi dan perbaikan tata kelola berpotensi mengangkat margin keuntungan dan mendorong rata-rata pertumbuhan laba hingga 126 persen pada 2026-2027. Selain itu, TINS juga dinilai memiliki katalis tambahan dari pengembangan Rare Earth Elements (REE) melalui proyek pilot di Tanjung Ular, Bangka Barat.
Dengan mempertimbangkan prospek pemulihan struktural dan valuasi yang masih menarik, Samuel Sekuritas memberikan rekomendasi beli (buy) untuk TINS dengan target harga Rp5.000. Target tersebut mencerminkan potensi kenaikan sekitar 74 persen serta valuasi rasio price-to earnings (P/E) dalam proyeksi tahun buku 2026 di level 14,8 kali atau diskon 9 persen dibandingkan rata-rata sektor.
Rapor Keuangan
Diberitakan sebelumnya, kinerja TINS melambat sepanjang sembilan bulan pertama 2025, seiring penurunan produksi dan penjualan komoditas timah. Anak usaha MIND ID tersebut membukukan laba bersih Rp605 miliar, turun 34 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara operasional, produksi bijih timah tercatat 12.197 ton Sn, merosot 20 persen dari 15.201 ton Sn pada tahun lalu. Manajemen menyebut penurunan ini dipengaruhi kondisi cuaca angin utara dan angin tenggara, cadangan yang terputus-putus (spotted), serta masih adanya aktivitas penambangan ilegal di wilayah operasi.
Produksi logam timah juga terkoreksi 25 persen menjadi 10.855 metrik ton, dari sebelumnya 14.440 metrik ton. Adapun penjualan logam timah turun 30 persen menjadi 9.469 metrik ton, dibandingkan 13.441 metrik ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sepanjang Januari-September 2025, TINS mencatat pendapatan Rp6,6 triliun dengan EBITDA mencapai Rp1,5 triliun. Laba bersih yang diraih setara 78 persen dari target tahun 2025 sebesar Rp774 miliar.
Dari sisi neraca, total aset perseroan meningkat 7 persen menjadi Rp13,7 triliun dibandingkan posisi akhir 2024 sebesar Rp12,80 triliun. Sementara liabilitas naik 14 persen ke Rp6,1 triliun, dipicu oleh kenaikan utang usaha dan pinjaman bank jangka pendek.
Kendati demikian, neraca TINS masih sehat dan stabil. Hal ini tercermin dari Quick Ratio yang mencapai 32,8 persen yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa bergantung persediaan.
Sementara Current Ratio yang berada di angka 177,8 persen memberikan gambaran bahwa perusahaan dalam kondisi keuangan yang aman untuk pemenuhan kewajiban jangka pendek.
Dari sisi struktur modal, Debt to Asset Ratio tercatat sebesar 44,4 persen dan Debt to Equity Ratio sebesar 79,9 persen, menandakan bahwa tingkat utang masih berada dalam batas yang aman dan terkendali.
"Secara keseluruhan, angka-angka ini menunjukkan bahwa Perseroan berada dalam posisi keuangan yang cukup stabil untuk mendukung operasional perusahaan ke depan," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko TIMAH, Fina Eliani lewat keterangan resmi, Minggu (2/11/2025).
Fina menambahkan, “Seiring dengan peningkatan produksi dari quarter to quarter, momentum tren kenaikan harga logam timah global serta dukungan pemerintah terhadap perbaikan tata kelola pertambangan timah, perseroan berhasil membukukan laba bersih 9 bulan di 2025 sebesar Rp602 miliar dua kali lipat dari laba bersih semester I-2025.”
Permintaan timah global terutama dari sektor elektronik (tin solder dan tin chemical) tetap kuat, didorong oleh pasar Jepang dan China.
Berdasarkan publikasi Kementerian Perdagangan, ekspor logam timah Indonesia sampai dengan September 2025 mencapai 37.946 metrik ton atau naik 28 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2024. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.