Biaya Medis RI Masih Tinggi, Bagaimana Prospek Saham Emiten Kesehatan?
Biaya medis yang mahal tak terlepas dari inflasi tinggi membebani ongkos obat dan layanan kesehatan.
IDXChannel - Laporan dari Indonesia Health and Benefits Study 2024 mencatat Indonesia tergolong negara dengan biaya medis tertinggi di Asia pasca-pandemi Covid-19.
Menurut riset yang dikeluarkan Mercer Marsh Benefits (MMB) itu, biaya medis yang mahal tak terlepas dari inflasi tinggi membebani ongkos obat dan layanan kesehatan. MMB memprediksi biaya kesehatan di Indonesia akan terus tumbuh hingga 13 persen, atau di atas proyeksi tren biaya kesehatan global dan Asia.
"Kenaikan biaya perawatan dan akses yang lebih mudah ke fasilitas kesehatan membuat perusahaan harus lebih memperhatikan tunjangan kesehatan yang mereka tawarkan," kata Head of Consulting and Analytics di Mercer Marsh Benefits Indonesia, Ria Ardiningtyas, belum lama ini.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta mengatakan inflasi medis masih berlangsung seiring kenaikan permintaan layanan kesehatan.
Nafan juga menyoroti faktor impor produk medis yang digunakan di rumah sakit baik untuk obat maupun layanan kesehatan.
“Mahalnya layanan tersebut disebabkan faktor impor produk medis yang digunakan RS. Tentu ini karena untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat,” kata Nafan kepada IDX Channel, Kamis (10/10/2024).
Bagi Nafan, dampak tingginya biaya medis terhadap emiten farmasi dan rumah sakit masih dapat berubah, sehingga tidak menjadi faktor pemberat. “Dampaknya masih tentatif,” tutur dia.
Terdapat 2 emiten rumah sakit yang menjadi rekomendasi Mirae Asset antara lain PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA).
Saham MIKA dinilai telah mengalami rebound untuk dapat menguji level berikutnya. Pada penutupan sesi pertama, Kamis (10/10/2024), saham MIKA naik 2,59 persen ke Rp3.170 per saham.
“Target price MIKA di Rp3.310 dan target selanjutnya di Rp3.540. Rekomendasinya accumulative buy,” ujarnya.
Demikian juga saham HEAL yang dinilai masih berpotensi untuk menembus level tertingginya. Saham HEAL masih terkoreksi 0,65 persen ke Rp1.535 per saham. “HEAL target di Rp1.590, target selanjutnya di Rp1.720,” katanya.
(DESI ANGRIANI)