MARKET NEWS

Booming AI Nvidia Gegerkan Pasar, Rawan Mengulang Dotcom Bubble Cisco?

Maulina Ulfa - Riset 27/02/2024 11:43 WIB

Pasar digegerkan dengan laba kuartal IV-2023 raksasa pembuat chip artificial intelligence (AI) berbasis Amerika Serikat (AS) Nvidia Corp (NVDA).

Booming AI Nvidia Gegerkan Pasar, Rawan Mengulang Dotcom Bubble Cisco? (Foto: Nvidia)

IDXChannel - Pasar digegerkan dengan laba kuartal IV-2023 raksasa pembuat chip artificial intelligence (AI) berbasis Amerika Serikat (AS) Nvidia Corp (NVDA) yang melonjak lebih dari 700 persen.

Perusahaan mencatatkan laba per saham alias earning per share (EPS) USD5,16 yang disesuaikan versus perkiraan USD4,64 yang diperkirakan oleh survei analis oleh LSEG, yang sebelumnya dikenal sebagai Refinitiv.

Sementara laba bersih perusahaan juga melonjak 769 persen secara year on year (yoy) di level USD12,28 miliar.

Nvidia juga mencatatkan pendapatan USD22,10 miliar, lebih tinggi dibandingkan perkiraan yang mencapai USD20,62 miliar. Tren ini juga naik 265 persen secara yoy. (Lihat tabel di bawah ini.)

 

Sehari pasca laporan keuangan, saham NVDA langsung melesat naik 16,32 persen pada Kamis (22/2/2024), sehari setelah perusahaan ini membukukan laba besar yang mengalahkan perkiraan Wall Street.

Saham Nvidia mengalami peningkatan yang luar biasa, melonjak lebih dari 60 persen sejak awal tahun, didorong oleh antusiasme terhadap potensi AI. Harga saham Nvidia telah naik 64,2 persen secara year to date (YTD) sepanjang 2024. Kenaikan ini menambah kenaikan saham NVDA sebesar 238 persen pada 2023.

Seperti yang dicatat oleh Mack dan Schmidt, bisnis Nvidia telah berubah secara signifikan dalam waktu singkat. Antara tahun 2017 dan 2022, total pendapatan perusahaan meningkat dari USD7 miliar menjadi USD27 miliar.

Pertumbuhan itu semakin cepat. Pada tahun fiskal ini, pendapatan tahunan perusahaan diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipat dan angka tersebut diperkirakan akan melampaui angka USD100 miliar pada tahun 2026. Angka tersebut merupakan faktor pertumbuhan sebesar 14 kali lipat dalam 10 tahun.

Nilai pasar Nvidia juga telah berkembang lebih cepat, tumbuh dari sekitar USD32 miliar pada tahun 2017 menjadi USD1,2 triliun saat ini, alias tumbuh 37,5 kali lipat hanya dalam enam tahun.

Pendorong utama pertumbuhan ini adalah bisnis pusat data perusahaan, karena tingginya permintaan akan daya komputasi dari hyperscaler dan beban kerja AI.

 Segmen ini mewakili 56 persen pendapatan Nvidia pada tahun 2023, naik dari 12 persen pada tahun fiskal 2017. Menurut konsensus, pada 2026, pangsa pendapatan Nvidia dipresdiksi akan mencapai 82 persen.

Cisco, Trauma Dotcom Bubble dan Tantangan AI

Melansir Financial Times (FT), tingginya minat terhadap AI dan chip yang tercermin dalam kenaikan saham maupun pendapatan Nvidia seolah mengulang sejarah era gelembung dotcom (dotcom bubble) di tahun 2000 an.

Saat itu, para investor mengharapkan internet untuk mengubah dunia. Perusahaan telekomunikasi dan pemasok perangkat keras diproyeksi akan menjadi pemenang pasar.

Ketika internet pertama kali digunakan secara luas, perangkat keras jaringan merajai pasar. Melihat kebutuhan ini, perusahaan mulai membangun dan membeli perangkat keras dengan dasar bahwa permintaan server yang ekstrim akan terus berlanjut tanpa batas.

Saham peralatan telekomunikasi seperti Cisco melonjak lebih dari 30 kali lipat pada tahun-tahun tersebut hingga mencapai puncaknya pada tahun 2000. (Lihat grafik di bawah ini.)

Layaknya Nvidia, pada awal tahun 2000-an, Cisco juga muncul sebagai superstar pasar saham dengan pertumbuhan pendapatan dan laba yang sangat pesat. Dalam The Halo Effect, penulis Phil Rosenzweig mengenang bagaimana perusahaan tersebut dipuji sebagai “Raja Internet.”

Faktor-faktor yang menyebabkan prestise Cisco di antaranya termasuk kinerja CEO Cisco John Chambers dalam menganalisis ketajaman perusahaan dalam mengidentifikasi, memperoleh, dan mengintegrasikan target produknya.

Cisco menjadi salah satu perusahaan paling berharga di dunia kala itu dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai USD555 miliar bahkan melampaui Microsoft.

Namun, capaian Cisco ini tidak bertahan lama. Perusahaan ini tidak kebal terhadap penurunan siklus ekonomi, maupun terhadap pemotongan belanja modal besar-besaran oleh operator telekomunikasi setelah pecahnya gelembung internet.

Dotcom bubble adalah gambaran yang terjadi pada pasar saham yang meletus pada akhir tahun 1990an dan mencapai puncaknya pada Jumat, 10 Maret 2000.

Periode pertumbuhan pasar ini ditandai dengan meluasnya penggunaan World Wide Web dan Internet, menghasilkan pertumbuhan modal ventura untuk sejumlah perusahaan startup dotcom baru.

Antara tahun 1995 dan puncaknya pada bulan Maret 2000, investasi pada indeks pasar saham gabungan Nasdaq naik 800 persen, namun turun 78 persen dari puncaknya pada bulan Oktober 2002 dan kehilangan semua keuntungan yang dihasilkan sebelumnya.

Selama kehancuran dotcom, banyak perusahaan belanja online, terutama Pets.com, Webvan, dan Boo.com, serta beberapa perusahaan komunikasi, seperti Worldcom, NorthPoint Communications, dan Global Crossing, gagal dan ditutup.

Sementara perusahaan besar seperti Amazon dan Cisco Systems kehilangan sebagian besar kapitalisasi pasarnya, dengan Cisco kehilangan 80 persen nilai sahamnya.

Setelah perusahaan tersebut go public pada tahun 1990, saham Cisco melonjak lebih dari 1.000 kali lipat selama satu dekade, mencapai level tertinggi sebesar USD80 pada 27 Maret 2000. Namun, pasca kejatuhan dotcom bubble, saham Cisco jatuh ke titik terendah hanya menyentuh USD8,60 pada 8 Oktober 2002.

Namun keruntuhan industri telekomunikasi terjadi lebih awal dari perkiraan. Ini hanya membutuhkan waktu empat tahun dari masa kejayaan hingga kehancuran. Kelebihan pasokan menyebabkan lebih dari 20 grup telekomunikasi bangkrut pada tahun 2002 dengan sahamnya anjlok secara bersamaan.

Saat ini di dunia AI, chip adalah rajanya. Oleh karena itu, perusahaan AI kini dituntut untuk memiliki lebih banyak rantai pasokan pembuatan chip.

Namun, kini ada risiko besarnya biaya yang dibutuhkan dan terlalu cepat. Beberapa perusahaan selain Nvidia, seperti Samsung harus memangkas produksi tahun lalu untuk mengatasi kelebihan pasokan chip.

Perusahaan Jepang Kioxia juga membukukan rekor kerugian USD1,7 miliar selama tiga kuartal hingga Desember 2023. Selain itu, lebih dari 70 pabrik chip baru baru sedang dibangun.

Meski demikian, menurut direktur teknologi Morningstar Brian Colello, Nvidia adalah bisnis yang jauh lebih besar dan lebih stabil sebelum pertumbuhannya meningkat pesat. Sementara Cisco adalah perusahaan rintisan yang tumbuh secara mengesankan tetapi dengan basis yang lebih kecil.

“Sebagian besar pendapatan Cisco berasal dari pembelian dan pembangunan untuk mengantisipasi pertumbuhan internet. Dengan Nvidia, kami melihat GPU-nya langsung digunakan untuk melatih model AI,” kata Brian di akhir 2023 lalu.

Selain itu, menurut Brian, GPU Nvidia secara inheren memiliki masa manfaat yang lebih pendek dibandingkan peralatan jaringan Cisco, yang menurutnya mengurangi kemungkinan pengembangan yang berlebihan.

Colello berpendapat saham Nvidia dinilai wajar setelah pendapatan kuartal ketiga perusahaan dan perkiraan bullish untuk kuartal keempat. (ADF)

SHARE