MARKET NEWS

Bukan Hanya Soal Lingkungan, ESG Bisa Jadi Penentu "Nyawa" Perusahaan

Dinar Fitra Maghiszha 02/07/2025 19:18 WIB

Penerapan standar Environmental, Social, and Governance (ESG) saat ini dinilai tidak lagi terbatas pada isu kepatuhan.

Penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) saat ini dinilai tidak lagi terbatas pada isu kepatuhan. (Foto: iNews Media/Yudistiro Pranoto)

IDXChannel - Penerapan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola atau Environmental, Social, and Governance (ESG) dinilai tidak lagi terbatas pada isu kepatuhan. ESG bisa menjadi faktor yang menentukan keberlangsungan hidup perusahaan.

Sustainability and Risk Assurance Leader PwC Indonesia, Yuliana Sudjonno, mengatakan, isu ESG dapat memengaruhi kinerja keuangan yang berdampak pada "nyawa" perusahaan itu sendiri.

“Sekarang ini isu-isu ESG bukan hanya memiliki concern (perhatian) terkait environmental issue (isu lingkungan) saja, tetapi juga bagaimana dapat memengaruhi financial performance (kinerja keuangan) dari perusahaan,” ujar Yulianna kepada IDX Channel di sela acara ESG Workshop 2025 di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Yuliana menjelaskan, ESG saat ini telah menjadi salah satu komponen penting dalam strategi bisnis yang berdampak langsung terhadap performa keuangan dan operasional perusahaan. Dalam sejumlah kasus, kata dia, kegagalan memenuhi prinsip ESG bahkan dapat mengancam keberlanjutan usaha.

“Ada beberapa perusahaan bisa berakibat going concern (keberlangsungan usaha) dari perusahaan itu sendiri, karena (ESG) itu menjadi salah satu license to operate (izin usaha) bagi perusahaannya,” katanya.

Dia mengungkapkan saat ini terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang harus menghentikan operasional, karena tidak mampu memenuhi ekspektasi perkembangan ESG di pasar global. Ketika perusahaan-perusahaan ini tidak responsif terhadap ESG, maka risiko kehilangan kepercayaan investor dan regulator menjadi sangat besar.

Kendati demikian, PWC mencatat regulasi ESG di berbagai negara menunjukkan perbedaan arah. Ada negara yang tetap konsisten dengan peta jalannya, tetapi ada pula yang mulai melonggarkan standar ESG. Namun, hal itu tidak menghilangkan urgensi dari penerapan ESG itu sendiri.

“But one thing for sure (yang jelas) yang kita lihat itu adalah climate risk doesn't go away (risiko perubahan iklim masih mengintai), mau kondisi politik itu seperti apa,” kata Yuliana.

Lebih lanjut, dia berharap penerapan standar ESG ke depan, termasuk implementasi standar IFRS S1 dan S2, tidak berhenti pada aspek administratif. 

“Harapannya dapat membantu business user (pelaku usaha) untuk me-reframe (menentukan ulang) strategi mereka supaya perusahaan tetap dapat viable (rajin) dan meningkatkan performa keuangan,” ujarnya.

>

(Rahmat Fiansyah)

SHARE