MARKET NEWS

Bursa Asia Dibuka Memerah Jelang Akhir Pekan, Imbas Sinyal Hawkish Powell

Maulina Ulfa - Riset 10/11/2023 10:15 WIB

Bursa saham Asia sebagian besar dibuka merah pada perdagangan menjelang akhir pekan, Jumat (10/11/2023).

Bursa Asia Dibuka Memerah Jelang Akhir Pekan, Imbas Sinyal Hawkish Powell. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Bursa saham Asia sebagian besar dibuka merah pada perdagangan menjelang akhir pekan, Jumat (10/11/2023).

Di Jepang, indeks Nikkei 225 mengalami penurunan 0,76 persen, sementara indeks TOPIX turun 0,55 persen pada pukul 09.15 WIB.

Di pasar China, Indeks Shanghai Composite turun 0,73 persen. Indeks Hang Seng Hong Kong turun paling dalam sebanyak 1,62 persen. Indeks ASX 200 di bursa Australia melemah 0,49 persen. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga dibuka turun 0,26 persen pada waktu yang sama. (Lihat grafik di bawah ini.)

Sedangkan, indeks KOSPI di Korea Selatan juga turun 0,9 persen setelah pada sesi sebelumnya mengalami kenaikan tertinggi sejak Maret 2020.

Indeks KOSPI Korea Selatan sempat melonjak 5,66 persen, ditutup pada level 2.502,37, pada perdagangan Senin (6/11). Ini merupakan reli tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Dalam sepekan terakhir, bursa Asia mayoritas juga mengalami penurunan dengan Hang Seng turun paling tajam sebesar 3,73 persen. Sementara Nikkei 225 turun 0,76 persen dalam sepekan terakhir.

Penurunan indeks Hang Seng didukung oleh data ekonomi China yang mengecewakan. Indeks harga konsumen China turun sebesar 0,2 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Oktober 2023.

Penurunan ini lebih buruk dari perkiraan penurunan sebesar 0,1 persen dan tingkat suku bunga tetap tak berubah yang menandakan bahwa perekonomian terbesar kedua di dunia ini telah kembali ke mode deflasi.

Sementara indeks Shanghai Composite tertekan karena adanya aksi jual investor di pasar global yang didorong oleh kenaikan imbal hasil Treasury dan pernyataan hawkish dari Ketua The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell.

Ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut mengatakan bahwa The Fed “tidak yakin” bahwa pengaturan moneter cukup ketat untuk mencapai target inflasi 2 persen secara berkelanjutan.

The Fed mempertahankan kisaran target suku bunga dana federal pada level tertinggi dalam 22 tahun di level 5,25 persen hingga 5,5 persen untuk kedua kalinya berturut-turut di bulan November

Ini mencerminkan fokus ganda para pengambil kebijakan dalam mengembalikan inflasi ke target 2 persen saat menghindari pengetatan moneter yang berlebihan.

Para pengambil kebijakan bank sentral ini menekankan bahwa tingkat pengetatan kebijakan tambahan akan mempertimbangkan dampak kumulatif dari kenaikan suku bunga sebelumnya, jeda waktu yang terkait dengan pengaruh kebijakan moneter terhadap aktivitas perekonomian dan inflasi, serta perkembangan perekonomian dan pasar keuangan.

Selama konferensi pers, Powell mengisyaratkan bahwa investor tetap memperkirakan kenaikan suku bunga satu kali lagi pada tahun ini mungkin tidak lagi akurat.

Dia juga menyatakan FOMC belum membahas penurunan suku bunga apa pun, sementara fokus utama tetap pada apakah bank sentral perlu menerapkan kenaikan suku bunga tambahan.

Angka inflasi dan perdagangan yang lebih lemah dari perkiraan di China juga membebani prospek perekonomian, meskipun gubernur bank sentral Pan Gongsheng menjanjikan dukungan kebijakan dalam mencapai target pertumbuhan.

Kerugian akibat penurunan kinerja saham juga dialami oleh perusahaan-perusahaan kelas berat berbasis China seperti ChongQing Changan (-5 persen), Seres Group (-2.2 persen), COL Group (-2.7 persen), Sichuan Changhong (-4.5 persen) dan Shanghai Zhangjiang (-5 persen). (ADF)

SHARE