Bursa Asia Ditutup Memerah, IHSG Selamat di Menit Akhir
Bursa saham Asia ditutup memerah pada perdagangan Rabu (24/5/2023).
IDXChannel - Bursa saham Asia ditutup memerah pada perdagangan Rabu (24/5/2023).
Di pasar China, Indeks Shanghai Composite berakhir turun 1,28% pada 3.204,75, level terendah sejak 13 Januari.
Sementara, indeks Komponen Shenzhen ditutup 0,84% lebih rendah di level 10.920. Penurunan ini menghapus semua kenaikannya sepanjang tahun ini ke level terendah sejak 23 Desember tahun lalu .
Indeks Hang Seng Hong Kong membukukan kerugian harian kedua berturut-turut, ditutup turun 1,77% pada level 19.087.
Di Jepang, Nikkei 225 juga membukukan kerugian hari kedua berturut-turut, ditutup turun 0,79% pada 30.714,27, sementara indeks TOPIX turun 0,4% di level 2.152,87. (Lihat grafik di bawah ini.)
Di Korea Selatan, Indeks utama Korea Selatan KOSPI juga diperdagangkan turun 0,11% di level 2.564,75.
Di Australia, S&P/ASX 200 turun 0,63% ke 7.213,8,dan menjadi level penutupan terendah sejak Rabu lalu. Sementara indeks Strait Times Singapura turun 0,25%. Di Australia, ASX 200 tergelincir 0,63%.
Kontras, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) malah ditutup menguat tipis 0,14% pada pukul 16.00 WIB. IHSG ditutup menguat di 6.745,80 ditopang sektor infrastruktur dan industri.
Pasar Asia masih dibayangi kekhawatiran terkait plafon utang AS. Ini karena diskusi terkait plafon utang yang belum menemui titik temu.
Perwakilan Presiden Joe Biden dan anggota Kongres dari Partai Republik mengakhiri putaran pembicaraan plafon utang pada Selasa (23/5/2023) tanpa tanda-tanda kemajuan. Terlebih, tenggat waktu untuk menaikkan batas pinjaman pemerintah sebesar USD31,4 triliun semakin habis dan risiko gagal bayar semakin dekat.
Kedua pihak tetap terpecah tentang bagaimana mengendalikan defisit federal. Mengutip Reuters, partai Demokrat masih berpendapat orang Amerika yang kaya dan bisnis harus membayar lebih banyak pajak sementara Partai Republik menginginkan pemotongan pengeluaran pemerintah.
Jika negosiasi ini terus menemui jalan buntu, pasar akan bereaksi paling cepat terhadap kondisi ini. Konsekuensi terburuk, paling tidak dampak langsung yang akan terlihat adalah akan ada aksi jual besar-besaran di Wall Street dan akan merembet ke banyak pasar utama dunia, termasuk Asia.
Dalam analisis terbarunya, UBS bahkan mengatakan S&P 500 bisa turun setidaknya 20% akibat kondisi ini.
Jika aksi jual terjadi, analis percaya ini akan menyamai atau melampaui penurunan tajam pada September 2008, ketika DPR menolak paket penyelamatan USD700 miliar karena AS berada di jurang krisis keuangan global.
Saat itu, Dow Jones Industrial Average turun sekitar 778 poin dalam sehari, yang kemudian merupakan penurunan satu hari terbesar dalam sejarah salah satu indeks Wall Street tersebut. (ADF)