MARKET NEWS

Bursa Asia Menguat di Awal Pekan, Pasar Soroti Aksi Trump

TIM RISET IDX CHANNEL 22/09/2025 10:20 WIB

Bursa saham Asia menguat pada Senin (22/9/2025) seiring pelaku pasar menimbang arah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).

Bursa Asia Menguat di Awal Pekan, Pasar Soroti Aksi Trump. (Foto: Reuters)

IDXChannel – Bursa saham Asia menguat pada Senin (22/9/2025) seiring pelaku pasar menimbang arah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) setelah pemangkasan suku bunga Federal Reserve pekan lalu.

Sentimen pasar tertahan oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump yang memperketat izin kerja bagi tenaga asing.

Fokus investor tertuju pada saham India dan sektor teknologi setelah pemerintahan Trump pada Jumat lalu menyatakan akan meminta perusahaan membayar biaya USD100 ribu per tahun untuk setiap visa kerja baru H-1B, pukulan bagi sektor teknologi yang bergantung pada tenaga terampil dari India dan China.

Indeks Nikkei Jepang melonjak lebih dari 1 persen pada Senin, seiring meredanya kekhawatiran atas dampak keputusan Bank of Japan (BOJ) untuk menjual kepemilikan aset berisiko. Pada pukul 10.11 WIB, Nikkei NI225 naik 1,31 persen, sementara Topix meningkat 0,90 persen.

Melansir dari Reuters, dalam pertemuan dua hari yang berakhir Jumat lalu, BOJ mengumumkan akan menjual kepemilikan exchange-traded funds (ETF) di pasar dengan kecepatan sekitar JPY330 miliar (USD2,23 miliar) per tahun, sebagai bagian dari upaya mengakhiri stimulus moneter masifnya.

Pada Jumat, Nikkei sempat berbalik arah dari penguatan awal dan jatuh hingga 2 persen tak lama setelah pengumuman BOJ, sebelum akhirnya ditutup melemah 0,57 persen.

KOSPI Korea Selatan juga terkerek 0,79 persen, ASX 200 Australia mendaki 0,39 persen, dan STI Singapura tumbuh 0,06 persen.

Berbeda, Shanghai Composite turun 0,06 persen dan Hang Seng Hong Kong merosot 1,03 persen.

Futures saham AS melemah di awal perdagangan, dengan kontrak berjangka S&P turun 0,1 persen.

Sektor teknologi informasi India yang bernilai USD283 miliar—mendapatkan lebih dari separuh pendapatannya dari AS—diperkirakan terdampak dalam jangka pendek di tengah memburuknya hubungan India-AS.

Bulan lalu, Trump menggandakan tarif impor dari India hingga 50 persen, sebagian karena pembelian minyak Rusia oleh New Delhi.

“Ini risiko terhadap biaya operasional dan margin, terutama. Jelas bisa menaikkan upah dan biaya tenaga kerja sedikit,” kata Analis Keuangan Senior Capital.com, Kyle Rodda.

“Perusahaan teknologi juga bisa berada dalam posisi sulit menghadapi tindakan punitif jika mereka mencoba mengalihdayakan tenaga kerja karena tidak bisa menemukan cukup pekerja di AS,” imbuhnya.

Di sisi makroekonomi, investor tetap menunggu petunjuk arah kebijakan moneter AS setelah pemangkasan suku bunga pekan lalu, meski The Fed mengisyaratkan fase pelonggaran yang bertahap di masa depan.

Sejumlah pejabat The Fed dijadwalkan berbicara pekan ini, sementara data inflasi favorit bank sentral tersebut akan dirilis pada Jumat dan diperkirakan menjadi penentu arah suku bunga jangka pendek.

Ekspektasi saat ini memperkirakan indeks harga PCE inti naik 0,2 persen secara bulanan, sehingga laju tahunan tetap 2,9 persen—sama dengan Juli dan di atas posisi terendah 2,6 persen pada April. Trader mematok 44 basis poin pelonggaran hingga akhir tahun ini. (Aldo Fernando)

>
SHARE