Bursa Asia Menguat, Ikuti Kenaikan di Wall Street
Bursa saham Asia menguat pada perdagangan menjelang akhir pekan, Jumat (27/6/2025), seiring reli bursa saham global.
IDXChannel – Bursa saham Asia menguat pada perdagangan menjelang akhir pekan, Jumat (27/6/2025), seiring reli bursa saham global setelah sesi perdagangan yang solid di Wall Street.
Menurut data pasar, hingga pukul 09.03 WIB, Indeks Nikkei 225 menguat 1,47 persen ke kisaran 40.170, sementara indeks Topix naik 1,29 persen ke level 2.840. Kenaikan ini menandai penguatan ke level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
Sentimen pasar membaik setelah Gedung Putih meredam kekhawatiran pasar atas tenggat waktu tarif yang akan datang. Melansir dari Trading Economics, juru bicara Karoline Leavitt menyatakan bahwa tenggat tersebut bersifat fleksibel dan bisa diperpanjang, sehingga meredakan kekhawatiran terhadap perang dagang berkepanjangan.
Di sisi lain, investor juga mencermati data terbaru yang menunjukkan bahwa inflasi inti Tokyo melambat pada Juni. Namun, angka tersebut masih jauh di atas target Bank of Japan sebesar 2 persen, sehingga ekspektasi kenaikan suku bunga lanjutan tetap bertahan.
Saham-saham unggulan menjadi penopang penguatan indeks, antara lain Disco yang melonjak 5,9 persen, Tokyo Electron naik 4,6 persen, Mitsubishi Heavy Industries menguat 2,1 persen, Kawasaki Heavy Industries naik 6,2 persen, dan SoftBank Group naik 1,5 persen.
Selain pasar Jepang, Shanghai Composite juga terkerek 0,35 persen, Hang Seng naik 0,50 persen, ASX 200 Australia tumbuh 0,16 persen, dan STI Singapura mendaki 0,49 persen.
Berbeda, KOSPI Korea Selatan melemah 0,29 persen.
Wall Street Menguat
Sementara itu di Wall Street Amerika Serikat (AS), indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite ditutup menguat pada Kamis, mendekati rekor tertingginya.
Kenaikan indeks tersebut setelah sinyal dari Gedung Putih bahwa Presiden AS Donald Trump mungkin memperpanjang penangguhan tarif resiprokal. Indeks S&P 500 naik 0,8 persen ke 6.141, sementara Nasdaq yang sarat saham teknologi menguat 1 persen ke 20.167,9. Dow Jones juga naik 0,9 persen ke 43.386,8.
Mengutip MT Newswires, sebagian besar sektor mencatatkan kenaikan, dipimpin oleh layanan komunikasi, sementara sektor properti dan kebutuhan pokok konsumen justru melemah.
Trump sebelumnya menangguhkan beberapa tarif selama 90 hari sejak April. Tenggat tersebut akan berakhir pada 8 Juli. Di sisi lain, Uni Eropa menghadapi tenggat 9 Juli untuk merampungkan kesepakatan sebelum AS menerapkan tarif sebesar 50 persen atas sejumlah barang impor dari blok tersebut.
Namun, menurut Karoline Leavitt kepada wartawan seperti dikutip CNBC International, tenggat tersebut “bukan hal yang krusial.” Ia menambahkan, “Mungkin bisa diperpanjang, tetapi keputusan tetap ada di tangan presiden.”
Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga melemah, dengan yield tenor dua tahun turun 6,3 basis poin ke 3,73 persen dan tenor 10 tahun melemah 4,3 basis poin ke 4,25 persen.
The Wall Street Journal melaporkan bahwa Trump mempertimbangkan untuk menunjuk pengganti Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell pada September atau Oktober mendatang, lebih cepat dari jadwal transisi normal yang biasanya memakan waktu tiga hingga empat bulan. Meski begitu, ketua baru The Fed diperkirakan baru mulai menjabat pada Mei 2026.
Sebelumnya, Trump sempat melontarkan kritik keras terhadap Powell. "Powell akan segera keluar, untungnya. Karena saya rasa dia sangat buruk," katanya, seperti dikutip CNBC International. Ia menambahkan, “Saya sudah tahu tiga atau empat nama yang akan saya pilih.”
Namun, analis dari Macquarie mengingatkan, “Keinginan Trump untuk 'membayang-bayangi' The Fed dengan menunjuk pengganti Powell bukan cara yang baik untuk menjaga persepsi integritas dan independensi kebijakan ekonomi AS,” dalam catatan kepada klien pada Kamis.
Trump diketahui telah berulang kali mendesak The Fed untuk memangkas suku bunga. Pekan lalu, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya untuk keempat kalinya secara berturut-turut, sembari tetap pada proyeksi suku bunga untuk 2025 di tengah ekspektasi inflasi yang masih tinggi.
Awal pekan ini, Powell dalam pernyataan tertulisnya kepada Komite Jasa Keuangan DPR AS menyatakan bahwa The Fed masih memiliki ruang untuk menunggu dan mengevaluasi respons ekonomi AS terhadap perubahan kebijakan sebelum mengambil langkah berikutnya. (Aldo Fernando)