MARKET NEWS

Bursa Asia Terpukul, Sentimen Negatif dari AS Bayangi Pasar

TIM RISET IDX CHANNEL 22/05/2025 09:57 WIB

Bursa saham Asia melemah pada perdagangan Kamis (22/5/2025). Kekhawatiran terhadap prospek fiskal yang memburuk di Amerika Serikat (AS).

Bursa Asia Terpukul, Sentimen Negatif dari AS Bayangi Pasar. (Foto: Reuters)

IDXChannel – Bursa saham Asia melemah pada perdagangan Kamis (22/5/2025). Kekhawatiran terhadap prospek fiskal yang memburuk di Amerika Serikat (AS) menekan sentimen investor.

Fokus pasar masih tertuju pada rancangan undang-undang pajak Presiden Donald Trump yang diperkirakan dipungut suaranya pekan ini di Kongres.

Investor khawatir kebijakan itu akan menambah sekitar USD3,8 triliun ke tumpukan utang AS yang kini sudah mencapai USD36 triliun.

Suasana hati investor yang memburuk setelah Moody's menurunkan peringkat kredit AS pekan lalu membuat pasar cenderung lesu, seiring menguatnya narasi “Sell America”. Dolar AS pun bergerak mendekati posisi terendah dua pekan terhadap mata uang utama lainnya.

Ekspektasi bahwa AS tidak akan kebal terhadap potensi resesi global akibat kebijakan dagang Trump yang sulit diprediksi juga mendorong investor mencari alternatif di luar pasar AS.

“Kami masih melihat ketidakpastian, kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan, dan keraguan atas kemampuan pemerintah AS untuk menambah utang,” kata Chief Investment Officer Eastspring Investments di Singapura, Vis Nayar, dikutip Reuters.

“Kami tidak berharap dolar akan kembali menguat dalam waktu dekat. Dalam jangka panjang, semua ini mendorong diversifikasi ke pasar negara berkembang.”

Minimnya minat investor terhadap aset AS terlihat dalam lelang obligasi pemerintah AS tenor 20 tahun senilai USD16 miliar pada Rabu, yang mencatat permintaan lemah dan mendorong kenaikan imbal hasil.

Imbal hasil obligasi tenor 30 tahun bertahan di atas 5 persen setelah sempat menyentuh level tertinggi dalam 1,5 tahun pada perdagangan sesi Asia.

Kondisi itu menekan bursa Asia, dengan indeks MSCI saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,5 persen, meskipun masih dekat dengan posisi tertinggi tujuh bulan yang dicapai pada sesi sebelumnya.

Indeks Nikkei Jepang merosot 0,98 persen karena penguatan yen. Indeks Shanghai Composite tergerus 0,07 persen, sementara indeks Hang Seng di Hong Kong turun 0,30 persen pada awal perdagangan.

Kospi Korea Selatan juga terdepresiasi 1,23 persen, ASX 200 Australia minus 0,53 persen, dan STI Singapura berkurang 0,48 persen.

Meski begitu, sejumlah analis menyebut sentimen pasar sempat terangkat oleh data ekonomi yang menunjukkan ketahanan di tengah ketidakpastian akibat perang tarif yang digencarkan oleh Trump.

Ketahanan itu akan diuji lebih lanjut lewat rilis data aktivitas bisnis dari Jepang, zona euro, dan AS yang dijadwalkan keluar pada Kamis.

Kemajuan terbatas dalam pembicaraan dagang sejauh ini juga membuat investor tetap berhati-hati.

Pasar turut memantau pertemuan para menteri keuangan negara-negara G7 di Kanada, yang berupaya menciptakan kesepakatan bersama dalam komunike akhir, meski sebagian besar masih menyangkut isu-isu non-tarif.

Investor juga mencermati apakah pasar valuta asing akan menjadi bagian dari pembahasan dagang. Namun pada Rabu, AS dan Jepang menyatakan bahwa nilai tukar dolar-yen saat ini mencerminkan kondisi fundamental.

Wall Street Tumbang

Indeks saham utama AS alias Wall Street melemah pada Rabu, sementara imbal hasil obligasi pemerintah naik di tengah kekhawatiran bahwa rencana pemotongan pajak Presiden Donald Trump akan memperbesar defisit anggaran.

Dow Jones Industrial Average ditutup turun 1,9 persen ke level 41.860,4. S&P 500 terkoreksi 1,6 persen ke posisi 5.844,6, sementara Nasdaq Composite melemah 1,4 persen ke level 18.872,6.

Hampir seluruh sektor berakhir di zona merah, kecuali layanan komunikasi. Sektor properti, layanan kesehatan, dan keuangan masing-masing turun lebih dari 2 persen.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS naik, dengan yield obligasi tenor 10 tahun melonjak 10,4 basis poin menjadi 4,60 persen, dan obligasi dua tahun naik 4,5 basis poin ke 4,02 persen.

Menurut laporan The Washington Post, Kantor Anggaran Kongres (Congressional Budget Office) memperkirakan bahwa rancangan undang-undang perpajakan dan imigrasi tersebut menambah defisit anggaran sebesar USD2,3 triliun dalam sepuluh tahun ke depan. DPR AS dan Gedung Putih mendorong agar pemungutan suara dilakukan pada Rabu.

Sebelumnya, sejumlah anggota Partai Republik dilaporkan bertemu dengan pihak Gedung Putih karena menilai rancangan undang-undang ini belum cukup memangkas pengeluaran, demikian dilaporkan Reuters.

"Imbal hasil obligasi melonjak seiring meningkatnya kekhawatiran fiskal di tengah kebuntuan pembahasan RUU pemotongan pajak Trump," demikian kata analis D.A. Davidson dalam catatan pagi kepada klien, dikutip MT Newswires.

“Paket kebijakan ini kemungkinan tidak akan lolos di Senat tanpa revisi besar-besaran," ujar Kepala Ekonomi Pasar Modal Scotiabank, Derek Holt.

Sementara itu, harga minyak Brent ditutup turun 0,7 persen menjadi USD64,91 per barel. Minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) juga melemah 0,7 persen ke USD61,57 per barel.

Data pemerintah menunjukkan adanya kenaikan tak terduga pada stok minyak mentah komersial AS pekan lalu. Sebelumnya, harga minyak sempat menguat setelah laporan bahwa Israel mungkin akan menyerang fasilitas nuklir Iran.

Menurut laporan Reuters, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Selasa menolak permintaan AS untuk menghentikan pengayaan uranium. (Aldo Fernando)

SHARE