Bursa Asia Tumbang, Analis Soroti Dampak ke IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak naik-turun pada awal perdagangan Rabu (5/11/2025), sempat masuk zona merah sebelum kembali mencatat penguatan tipis.
IDXChannel – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak naik-turun pada awal perdagangan Rabu (5/11/2025), sempat masuk zona merah sebelum kembali mencatat penguatan tipis.
Volatilitas tinggi ini mencerminkan sentimen negatif dari kejatuhan bursa Asia yang ikut menekan pasar domestik pagi ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 10.58 WIB, IHSG menguat tipis 0,08 persen ke 8.248, usai sempat terkoreksi ke level 8.181,90 di awal sesi. Sebanyak 395 saham melemah, 254 menguat, dan 306 sisanya stagnan.
Nilai transaksi mencapai Rp7,97 triliun dan volume perdagangan 18,86 miliar saham.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menjelaskan bahwa tekanan di pasar pagi ini terutama bersumber dari sentimen eksternal yang kurang bersahabat. Ia menyebut koreksi saham-saham teknologi global menjadi pemicu awal pelemahan.
“Ini dimulai dari koreksinya saham tech di AS, kemudian disusul oleh bursa Korea (KOSPI) yang mengeluarkan aturan terbaru, yaitu jika ada kenaikan saham di atas 200 persen dalam waktu 1 tahun, akan ada investigasi oleh SK Hynix. dan AI selloff ini juga terjadi di China dan Jepang,” ujar Michael, Rabu (5/11/2025).
Namun, ia menekankan bahwa komposisi saham teknologi di pasar domestik relatif kecil, sehingga dampaknya terhadap IHSG tidak terlalu besar.
“Perlu dicatat bahwa weighting saham teknologi di IHSG amat kecil, berkisar 1,5-1,7 persen sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh isu ini,” imbuh dia.
Michael juga menyoroti kondisi teknikal IHSG yang menurutnya masih menunjukkan pola konsolidasi sehat.
“IHSG sendiri memiliki area teknikal yang cukup baik, dengan rejection dua kali di 8.000, menunjukkan area konsolidasi yang solid antara 8.350 dengan 8.000,” katanya.
Bursa Asia Jatuh
Bursa saham Asia anjlok pada Rabu (5/11) dengan lonjakan volatilitas ke level tertinggi sejak April, setelah aksi jual saham teknologi di Wall Street menyoroti kekhawatiran terhadap valuasi yang dinilai sudah terlalu tinggi.
Tekanan jual paling besar terjadi di pasar Jepang dan Korea Selatan pada awal perdagangan. Indeks Nikkei Tokyo merosot 3,93 persen, turun hampir 7 persen dari rekor tertinggi yang dicapai sehari sebelumnya. Sementara itu, indeks saham Korea Selatan (KOSPI) sempat anjlok hingga 6,2 persen.
Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 2,3 persen, menjadi penurunan terbesar sejak pengumuman tarif pada Hari Pembebasan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada awal April. Kontrak berjangka (futures) e-mini AS melemah 0,6 persen setelah S&P 500 (SPX) turun 1,2 persen semalam.
Di Jepang, saham SoftBank Group jatuh 10 persen, mengikuti pelemahan indeks Nasdaq Composite yang turun 2 persen.
"Pasar benar-benar memerah di seluruh wilayah," ujar Kepala Riset Pepperstone Group di Melbourne, Chris Weston, dikutip Reuters.
Dia menambahkan, “Belum banyak alasan untuk membeli saat ini, dan sampai kita mendekati laporan kinerja Nvidia pada 19 November, pasar masih kekurangan katalis jangka pendek.”
Saham-saham tengah terkoreksi dari rekor tertinggi di tengah kekhawatiran bahwa pasar ekuitas telah terlalu mahal, setelah para CEO raksasa Wall Street seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs mempertanyakan apakah valuasi setinggi itu bisa bertahan lama.
Bulan lalu, CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon memperingatkan adanya risiko koreksi besar di pasar saham AS dalam enam bulan hingga dua tahun ke depan.
Peringatan ini muncul di tengah gelombang euforia terhadap teknologi kecerdasan buatan generatif (generative AI) yang telah menyapu pasar saham global sepanjang tahun ini, memunculkan perbandingan dengan gelembung dot-com. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.