Bursa Saham AS Berakhir Lesu, S&P 500 Turun usai Catat Kenaikan Berturut-turut
Pada pukul 16.00 ET (20.00 GMT), Dow Jones Industrial Average diperdagangkan 34 poin, atau 0,1 persen, lebih tinggi, indeks S&P 500 turun 0,3 persen
IDXChannel - Bursa Saham AS atau Wall Street berakhir melemah, di mana S&P 500 mencatat kenaikan mingguan kedua meskipun mengalami penurunan pada hari Jumat, di tengah tekanan dari sentimen konsumen yang melemah dan lonjakan ekspektasi inflasi.
Dilansir dari laman Investing Sabtu (16/8/2025), pada pukul 16.00 ET (20.00 GMT), Dow Jones Industrial Average diperdagangkan 34 poin, atau 0,1 persen, lebih tinggi, indeks S&P 500 turun 0,3 persen, sementara NASDAQ Composite turun 0,4 persen.
Namun beberapa saat kemudian, indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik sekitar 0,9 persen dan 0,8 persen.
Adapun Survei Konsumen awal Universitas Michigan untuk bulan Agustus menunjukkan, sentimen keseluruhan turun menjadi 58,6 pada bulan Agustus dari 61,7 pada Juli. Angka ini meleset dari perkiraan analis sebesar 62, karena kekhawatiran tentang inflasi yang disebabkan oleh tarif membebani.
Terkait inflasi, prospek untuk jangka waktu satu dan lima tahun melonjak menjadi 4,9 persen dan 3,9 persen atau naik dari masing-masing sebesar 4,5 persen dan 3,4 persen.
Di sisi lain, peluang penurunan suku bunga pada bulan September sebagian besar sudah diperhitungkan, atau turun menjadi 86 persen dari 92 persen pada hari sebelumnya, menurut data Fed Rate Monitor Tools dari Investing.com pada hari Jumat. Namun ekspektasi inflasi yang tinggi menunjukkan bahwa kedalaman penurunan suku bunga dapat dibatasi.
Dalam kinerja ekonomi lainnya, harga impor AS rebound pada bulan Juli, didorong oleh biaya barang konsumsi yang lebih tinggi, indikasi terbaru bahwa inflasi akan meningkat karena tarif.
Harga impor naik 0,4 persen bulan lalu setelah penurunan 0,1 persen yang direvisi turun pada bulan Juni, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja pada hari Jumat.
"The Fed akan mencermati hal ini, karena jika harga impor tidak segera turun, itu akan menandakan perusahaan-perusahaan AS telah membayar penuh tarif tersebut, dan kemudian mereka memiliki pilihan untuk membebankannya kepada konsumen, sehingga meningkatkan inflasi, atau menyerapnya dalam margin keuntungan," ujar Analis ING dalam sebuah catatan.
Sementara itu, penjualan ritel AS juga meningkat pesat pada bulan Juli, naik 0,5 persen bulan lalu setelah kenaikan 0,9 persen yang direvisi naik pada bulan Juni.
"Kenaikan penjualan ritel sebesar 0,5 persen mom pada bulan Juli, yang dipadukan dengan revisi naik data Mei dan Juni, menunjukkan rumah tangga terus berbelanja dalam jumlah yang sehat meskipun ada ancaman tarif, terutama mengingat peningkatan penjualan di wilayah-wilayah ini mengalami tekanan harga akibat tarif," ujar analis di Capital Economics dalam sebuah catatan.
Meskipun demikian, pasar tenaga kerja yang melemah dan harga barang yang lebih tinggi dapat menghambat pertumbuhan belanja konsumen pada kuartal ketiga.
UnitedHealth menerima pendukung populer. Sebagian besar perusahaan AS kini telah melaporkan pendapatan kuartal kedua mereka, dan, menurut data FactSet, lebih dari 80 persen perusahaan S&P 500 telah melaporkan kejutan EPS yang positif, dengan angka serupa juga melaporkan kejutan pendapatan yang positif.
Di sisi lain, saham Unitedhealth Group (NYSE:UNH) melonjak setelah Berkshire Hathaway milik Warren Buffett mengungkapkan ada sebuah investasi baru di perusahaan tersebut.
Perusahaan asuransi kesehatan ini telah mengalami penurunan popularitas karena menjadi sasaran banyak warga Amerika yang kecewa dengan arah layanan kesehatan nasional, dengan harga sahamnya turun 46 persen sejak Januari.
Berkshire juga menyatakan telah menjual 20 juta lembar saham produsen iPhone, Apple (NASDAQ:AAPL) pada kuartal kedua, dan mengurangi kepemilikan saham utama lainnya, Bank of America (NYSE:BAC).
Berkshire juga meningkatkan investasinya pada perusahaan pengembang perumahan, dengan mengungkapkan kepemilikan saham baru di DR Horton (NYSE:DHI) dan kepemilikan saham yang jauh lebih besar di Lennar (NYSE:LEN).
(kunthi fahmar sandy)