Bursa Saham Asia Cenderung Melemah, Investor Amati Negosiasi Tarif AS
Bursa saham Asia terkoreksi pada Selasa (22/7/2025), di tengah rekor penutupan Wall Street dan ekspektasi musim laporan keuangan.
IDXChannel - Bursa saham Asia terkoreksi pada Selasa (22/7/2025), di tengah rekor penutupan Wall Street dan ekspektasi musim laporan keuangan.
Sementara, investor mencermati perkembangan negosiasi tarif antara Amerika Serikat (AS) dan mitra dagangnya.
Bursa Jepang kembali dibuka setelah libur sehari pasca-pemilu akhir pekan lalu, di mana koalisi partai berkuasa mengalami kekalahan dalam pemilihan majelis tinggi. Meski demikian, Perdana Menteri Shigeru Ishiba menegaskan akan tetap menjabat.
Saham Jepang, termasuk indeks Nikkei, sempat melonjak saat pembukaan sebelum terkoreksi tipis 0,04 persen.
Mengutip Reuters, pasar obligasi merespons datar karena hasil pemilu sudah banyak diperhitungkan sebelumnya dan tidak seburuk yang dikhawatirkan. Yen menguat 1 persen pada Senin, memangkas sebagian pelemahan dalam beberapa pekan terakhir, dan stabil di level JPY147,46 per USDpada Selasa.
Ekonom Commonwealth Bank of Australia, Kristina Clifton, mengatakan, melemahnya posisi Ishiba dapat membuka ruang bagi ekspansi fiskal lebih lanjut, yang dinilai negatif bagi aset Jepang, termasuk yen.
“Intinya, dalam jangka panjang, imbal hasil obligasi pemerintah Jepang dan yen bisa turun jika kekhawatiran terhadap belanja fiskal Jepang semakin dalam,” ujar Clifton.
Hang Seng Hong Kong juga turun 0,08 persen, sedangkan KOSPI merosot 0,55 persen. Demikian pula, ASX 200 Australia tergerus 0,28 persen.
Berbeda, Shanghai Composite naik tipis 0,07 persen dan ASX 200 Australia terapresiasi 0,01 persen.
Di Wall Street, indeks S&P 500 dan Nasdaq mencetak rekor penutupan pada Senin, didorong oleh kenaikan saham Alphabet dan saham-saham megacap lainnya menjelang musim laporan keuangan pekan ini.
Fokus investor kini tertuju pada negosiasi tarif menjelang tenggat 1 Agustus, di mana Uni Eropa tengah menjajaki beragam langkah balasan terhadap AS karena kemungkinan tercapainya kesepakatan dinilai makin kecil.
Clifton menambahkan bahwa kesepakatan dagang yang paling penting bagi prospek global adalah dengan Uni Eropa dan Jepang.
“Reaksi dolar AS terhadap pengumuman kesepakatan akan bergantung pada detail isi kesepakatan tersebut,” katanya, seraya menambahkan, dolar bisa kembali melemah terhadap euro dan poundsterling.
Euro stabil di level USD1,1689 setelah naik 0,5 persen pada sesi sebelumnya, namun masih berada di bawah level tertinggi empat tahun yang sempat disentuh awal bulan ini. Sepanjang tahun ini, euro telah menguat 13 persen seiring pergeseran minat investor dari aset AS yang terpukul oleh ketidakpastian tarif.
Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama berada di posisi 97,905.
Pasar juga masih dibayangi ketegangan seputar independensi The Fed dan kemungkinan Presiden AS Donald Trump akan memecat Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell. Pekan lalu, Trump disebut nyaris memecat Powell, namun akhirnya mengurungkan niatnya demi menghindari gejolak pasar.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada Senin menyatakan, seluruh struktur Federal Reserve perlu ditinjau ulang sebagai institusi, termasuk efektivitasnya--pernyataan yang semakin memicu kekhawatiran terhadap independensi bank sentral tersebut.
The Fed secara luas diperkirakan mempertahankan suku bunga dalam pertemuan Juli ini, namun bisa menurunkannya di kemudian hari. Pasar kini menanti pidato Powell pada Selasa malam waktu setempat untuk mencari sinyal arah kebijakan moneter ke depan.
Tim strategi dari Goldman Sachs memperkirakan The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin sebanyak tiga kali berturut-turut mulai September, selama ekspektasi inflasi tetap terkendali di tengah kekhawatiran soal independensi Fed. (Aldo Fernando)