Bursa se-Asia Amblas, Isu Eropa Timur dan The Fed Jadi Pemicunya
Bursa di kawasan Asia Pasifik bergerak di zona merah pada perdagangan Selasa (22/2/2022) pagi.
IDXChannel - Bursa di kawasan Asia Pasifik bergerak di zona merah pada perdagangan Selasa (22/2/2022) pagi. Hal ini terkait dengan kabar terbaru gejolak konflik di Eropa Timur, ketika Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukannya menuju wilayah timur Ukraina.
Hingga pukul 09:55 WIB, aksi profit taking mewarnai indeks Asia seperti Nikkei 225 Jepang (N225) melemah -2,18% di 26.325, KOSPI Korea Selatan (KS11) terpuruk -1,78% di 2.694,93 dan Hang Seng Hong Kong (HSI) tertekan -2,91% di 23.467.
Shanghai Composite China (SSEC) turun -1,20% di 3.448,73, Taiwan Weighted (TWII) merosot -1,56% di 17.936,91. Adapun Straits Times Singapura anjlok -0,76% di 3.410,26, Australia ASX 200 (AXJO) longsor -1,39% di 7.133,10, dan Indonesia Composite Index / IHSG jatuh -0,58% di 6.862,63.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang tergelincir -1,44%, terseret oleh koreksi di bursa Hong Kong dan daratan China.
Pada Senin lalu (21/2), Putin mengakui dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur sebagai wilayah merdeka dan memerintahkan tentara Rusia untuk melancarkan apa yang disebut Moskow sebagai operasi penjaga perdamaian ke wilayah itu. Hal tersebut meningkatkan risiko krisis yang dapat memicu perang besar.
Sebagaimana pengamatan Reuters pada Selasa pagi (22/2), terlihat sejumlah kendaraan militer termasuk tank berada di pinggiran Donetsk, ibu kota salah satu dari dua wilayah yang memisahkan diri tersebut.
Dalam hal ini Putin menandatangani perjanjian dengan para pemimpin dari dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina tersebut, yang memberi Rusia hak untuk membangun pangkalan militer di sana.
Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat di Eropa mengutuk langkah itu, bersumpah akan memberikan sanksi baru bagi Rusia. Menteri luar negeri Ukraina mengatakan dia telah mendapat dukungan besar dari Uni Eropa.
Namun, seorang pejabat administrasi Biden mengatakan langkah Rusia belum merupakan "invasi lanjutan", yang dinilai bukan penyimpangan dari apa yang telah dilakukan Rusia.
"Kita lebih dekat dengan kemungkinan adanya intervensi militer, yang tentu saja akan mendorong banyak risiko sentimen di pasar," kata Ekonom Senior wilayah Asia di UBP, Carlos Casanova, dilansir Reuters, Selasa (22/2/2022).
Carlos mencermati konflik tersebut akan menimbulkan volatilitas jangka pendek di pasar, selain karena kecemasan dari persiapan Federal Reserve AS dalam menaikkan suku bunga pada Maret mendatang.
Menurutnya, konsekuensi yang terjadi dari konflik tersebut adalah meningkatnya harga minyak, potensi aksi jual di pasar ekuitas, dan investor dinilai akan berbondong-bondong beralih ke aset safe haven.
Selain isu geopolitik, kelanjutan kabar kenaikan suku bunga The Fed juga masih menjadi batu sandungan pasar. Diketahui, para pembuat kebijakan di AS sedang berdebat secara terbuka terkait seberapa agresif untuk memulai pengetatan.
Anggota Dewan Gubernur Federal Reserve Michelle Bowman mengatakan pada Senin lalu (21/2) bahwa dia akan menganalisa data ekonomi yang masuk selama tiga minggu ke depan untuk memutuskan apakah kenaikan suku bunga diperlukan pada pertemuan bank sentral berikutnya pada Maret mendatang. (TYO)