MARKET NEWS

Data Inflasi dan Isu Tarif Uji Wall Street Pekan Depan

Nia Deviyana 07/09/2025 05:00 WIB

Pasar yang masih fokus dengan ketidakpastian baru terkait tarif dan imbal hasil obligasi pemerintah, sementara valuasi ekuitas berada di level tinggi.

Data Inflasi dan Isu Tarif Uji Wall Street Pekan Depan. Foto: AP.

IDXChannel - Serangkaian data inflasi akan menjadi tantangan bagi investor saham Amerika Serikat (AS) pada pekan depan. Pasar yang masih fokus dengan ketidakpastian baru terkait tarif dan imbal hasil obligasi pemerintah, sementara valuasi ekuitas berada di level tinggi.

September secara historis menjadi periode terburuk bagi saham selama 35 tahun terakhir. 

Adapun saham-saham terkoreksi pada Jumat setelah laporan ketenagakerjaan AS secara bulanan menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja melemah pada Agustus.

"September dikenal sebagai periode yang dapat mengikis sentimen," kata co-chief investment strategist di Manulife John Hancock Investments, Matthew Miskin, dilansir Investing, Minggu (7/9/2025).

Saat ini pasar saham belum sepenuhnya mencerminkan potensi risiko yang ada, sementara harganya sudah berada di level tinggi sehingga ruang kenaikan terbatas namun rentan terkoreksi jika muncul sentimen negatif

Indeks Harga Konsumen (CPI) AS bulanan menjadi sorotan utama rilis ekonomi pekan depan. Investor akan fokus pada sinyal dari data inflasi mengenai prospek pemangkasan suku bunga dan dampak tarif terhadap harga.

Setelah pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell akhir bulan lalu yang menyoroti meningkatnya risiko terhadap lapangan kerja, pasar secara luas memperkirakan bank sentral akan menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan pada pertemuan 16–17 September.

Investor bahkan bertaruh pada pelonggaran yang lebih cepat setelah laporan ketenagakerjaan yang lemah. Data LSEG pada Jumat sore menunjukkan bahwa futures Fed Funds memperkirakan 90 persen peluang pemangkasan suku bunga seperempat poin pada pertemuan tersebut, dan sekitar 10 persen peluang pemangkasan lebih besar setengah poin.

"Belakangan ini, prospek pemangkasan suku bunga The Fed menjadi faktor dominan yang mendorong sentimen positif di pasar ekuitas. Jika hal itu berbalik, bisa jadi masalah bagi saham," kata Matthew.

Selain CPI, laporan harga produsen (PPI) pada Rabu juga dapat mengungkap dampak tarif impor. Data PPI bulan lalu menunjukkan harga produsen AS naik paling tinggi dalam tiga tahun pada Juli seiring lonjakan biaya barang dan jasa.

Tarif dan implikasi ekonominya sebelumnya menjadi risiko utama bagi pasar pada awal tahun ini, namun belakangan faktor lain seperti independensi The Fed serta kehati-hatian terhadap perdagangan berbasis kecerdasan buatan lebih menonjol. 

Isu tarif kembali mencuat pekan ini setelah pengadilan banding AS memutuskan sebagian besar tarif era Presiden Donald Trump ilegal. Meski pemerintah Trump meminta Mahkamah Agung AS mengkaji upaya mempertahankan tarif tersebut, putusan itu kembali menambah ketidakpastian bagi pasar.

Kemungkinan hilangnya penerimaan dari tarif, yang berpotensi memperlebar defisit fiskal AS, disebut menjadi salah satu pemicu lonjakan tajam imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor panjang di awal pekan. 

Kenaikan ini terjadi setelah tren serupa juga terlihat pada imbal hasil obligasi di Inggris dan sejumlah kawasan lain.

(NIA DEVIYANA)

SHARE