Diapresiasi Elon Musk, Seberapa Besar Potensi Industri EV Tanah Air?
Elon Musk mengapresiasi kontribusi Indonesia dalam pengembangan EV. Industri EV punya potensi yang besar, didukung oleh pemain industri ini.
IDXChannel – Industri kendaraan listrik Tanah Air mulai berkembang di Tanah Air didukung oleh sejumlah emiten yang jadi pemain industri ini. Hal ini diapresiasi oleh bos Tesla, yakni Elon Musk pada acara B20 Summit.
Adapun Chief Executive Officer Tesla tersebut mengapresiasi Indonesia yang dianggap telah berkontribusi dengan baik terhadap pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di level internasional.
Apresiasi tersebut disampaikan Musk saat hadir secara virtual dalam gelaran B20 Summit Day 2, di Nusa Dua, Senin (14/11/2022).
Menurutnya, kontribusi Indonesia sejauh ini sudah cukup baik, dan bahkan sangat bermanfaat bagi upaya pengembangan teknologi kendaraan di masa depan.
"Indonesia sudah berkontribusi dengan baik melalui produksi baterai listrik yang dibutuhkan oleh kendaraan listrik. Hal ini sangat bermanfaat bagi (teknologi) kendaraan jangka panjang," jawab Musk.
Ia menyampaikan, lithium hanya mengambil porsi sedikit dari berat baterai, sementara nikel mengambil porsi yang jauh lebih besar. Tak hanya untuk kendaraan darat, Musk juga menyebut bahwa kontribusi Indonesia ini nantinya juga akan sangat bermanfaat bagi pesawat.
Menurut data Kementerian BUMN, Indonesia memiliki cadangan material industri baterai yang melimpah, termasuk nikel yang cadangannya per 2021 mencapai 21 juta ton.
Di samping itu, Indonesia memiliki produksi nikel yang melimpah. Per 2021, produksi feronikel Tanah Air mencapai 1,59 juta ton. Sementara pada tahun ini, produksi nikel ditargetkan meningkat menjadi 1,66 juta ton.
Emiten Nikel dan Pendukung Baterai Listrik
Adapun peluang dari EV hingga produksi nikel untuk pemenuhan baterai kendaraan listrik tentunya jadi ladang cuan bagi pemain nikel di Tanah Air.
Sebut saja PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang mendiversifikasi usahanya ke industri nikel melalui anak usahanya yakni PT Harum Nickel Industry (HNI).
Tercatat, emiten batu bara ini mengambil bagian atas 250 ribu saham baru dalam PT Westrong Metal Industry yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang smelter nikel.
Adapun smelter emiten ini berkapasitas produksi tahunan antara 44 ribu hingga 56 ribu ton nikel berbentuk Feronikel maupun Nickel Pig Iron (NPI).
Selain itu, emiten nikel lain yang ikut ‘nyemplung’ di segmen baterai kendaraan listrik adalah PT Aneka Tambang (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Timah Tbk (TINS).
ANTM berkolaborasi dengan PLN melalui penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) terkait pengadaan pasokan listrik Smelter Feronikel Halmahera Timur untuk periode 30 tahun kedepan. Adapun nilai investasinya mencapai Rp3,5 triliun.
Selain itu, ANTM juga terlibat dalam pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC) guna mendukung pemerintah dalam mengembangkan produksi mineral dari cadangan perusahaan. Adapun ANTM berkolaborasi dengan PLN, Inalum, dan Pertamina dalam proyek tersebut
Sementara INCO berekspansi melalui Final Investment Decision (FID) untuk proyek fasilitas nikel Bahodopi. Emiten nikel ini juga menandatangani dokumen perjanjian Kerangka Kerjasama Proyek untuk Fasilitas Pengolahan Nikel Bahodopi dengan mitra lainnya yakni Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai) pada tahun lalu.
Sedangkan, dikutip dalam riset Reliance Sekuritas yang diterbitkan pada Senin (14/11) bertajuk “Daily Insight”, INCO sedang menggandeng Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd (Huayou) untuk memproses bijih nikel dari Blok Pomalaa di Kolaka, Sulawesi Tenggara.
“Proyek HPAL Blok Pomalaa diperkirakan akan menghasilkan 120 kiloton nikel yang menjadi bagian penting untuk mendukung ekosistem baterai kendaraan listrik,” tulis riset tersebut.
Sementara TINS juga merambah sektor nikel melalui anak usahanya, yakni PT TIM Nkel Sejahtera.
Selain emiten-emiten di atas, emiten penambang emas PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) mengakuisisi perusahaan holding tambang nikel di Sulawesi dari PT Provident Capital Indonesia melalui anak usahanya yaitu PT Batutua Tambang Abadi (BTA).
Adapun PT Indika Energy Tbk (INDY) juga berpartisipasi dalam mengembangkan baterai kendaraan listrik melalui penandatanganan MoU dengan PT Indonesia Battery Corporation (IBC), Hon Hai Precision Co. Ltd. (Foxconn), dan Gogoro Inc.
Kolaborasi tersebut dilakukan dengan skema Build, Operate, & Localize (BOL) di Indonesia. Kerja sama tersebut meliputi penjajakan investasi mulai dari pembuatan baterai listrik, meliputi sel baterai, modul baterai, dan baterai.
Teranyar, INDY juga mendirikan entitas usaha di segmen dealer motor listrik. Melalui anak usahanya, PT Solusi Mobilitas Indonesia (SMI) bersama PT Electra Distribusi Indonesia (EDI) mendirikan perusahaan PT Electra Auto Indonesia (EAI) untuk tujuan dealership.
Emiten yang Kembangkan EV
Selain berkontribusi dalam pengembangan baterai listrik, sejumlah emiten juga nyemplung dalam industri kendaraan listrik. Di antaranya adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang menguasai kepemilikan produsen motor listrik lokal, Gesits.
Sebagai informasi, motor listrik nasional dengan nama Gesits, merupakan proyek kerja sama yang melibatkan konsorium penelitian perguruan tinggi serta pihak industri dari BUMN maupun swasta.
Selain WIKA, PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS) juga sudah memproduksi sepeda listrik dan motor listrik. Emiten produsen barang elektronik seperti lampu dan kipas angin tersebut fokus pada perakitan kendaraan listrik baik motor maupun sepeda listrik.
Selanjutnya yaitu PT TBS Energi Utama Tbk atau TOBA yang membentuk perusahaan patungan dengan Gojek terkait pengembangan bisnis sepeda motor listrik di Tanah Air pada November tahun lalu.
Terakhir, PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) yang merupakan anak usaha dari PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) menjalin kerja sama dengan perusahaan layanan kurir PT SiCepat Eskpres Indonesia menjajaki bisnis kendaraan listrik.
Kedua emiten tersebut membentuk perusahaan patungan bernama PT Energi Selalu Baru (ESB). Per 9 Juli 2021, sebagaimana dikutip dari keterbukaan informasi, ESB berfokus pada distribusi motor listrik, penukaran baterai, dan berbagai layanan pendukungnya.
Kinerja Saham Emiten
Emiten-emiten yang ‘nyemplung’ di industri EV masih mencatatkan kinerja saham yang melesat sepanjang tahun 2022. Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada penutupan Rabu (16/11), INDY mengungguli kinerja saham emiten lainnya, yakni terkerek hingga 80,58 persen secara year to date (YTD).
Menyusul INDY, saham INCO juga melambung hingga 55,45 persen secara YTD. Selain kedua emiten tersebut, saham MDKA juga ikut melesat sebesar 16,50 persen sepanjang 2022.
Melesatnya saham MDKA seiring dengan meningkatnya kinerja keuangan emiten. Melansir laporan keuangan teranyar MDKA di semester I-2022, pendapatan bersih MDKA melesat hingga 152,11 persen.
Adapun pendapatan yang diperoleh di periode ini sebesar USD341,40 juta atau setara Rp5,29 triliun dengan asumsi kurs sebesar Rp15.500/USD.
Melesatnya pendapatan bersih dari MDKA di semester I-2022 ditopang oleh pendapatan dari ekspor emas, perak, katoda, tembaga, dan feronikel sebesar USD304,82 (Rp4,72 triliun) yang tumbuh 154,82 persen year on year (yoy).
Sedangkan laba bersih yang dibukukan di periode ini juga melesat hingga 1.549,51 persen menjadi USD96,79 juta atau senilai Rp1,50 triliun.
Kendati saham emiten di atas menghijau, saham beberapa emiten lainnya justru terkontraksi. Menurut data BEI pada periode yang sama, TINS dan ANTM yang masing-masing sahamnya merosot sebesar 4,47 persen dan 9,78 persen.
Adapun saham SLIS mengalami kontraksi terdalam, yakni anjlok hingga 71,50 persen sepanjang tahun 2022.
Potensi Industri EV ke Depan
Industri EV diproyeksikan akan tumbuh pesat kedepannya. Melansir riset Natixis pada 7 September 2022 bertajuk “Welcome to the Golden Age of Electric Vehicles in Asia”, negara-negara Asia punya posisi yang baik dalam produksi EV termasuk komponen pendukungnya.
Dalam riset tersebut disebutkan, baterai menjadi jantung dari produksi EV yang menyumbang 40 persen dari biaya produksi. Dengan demikian, industri pembuatan baterai kendaraan listrik termasuk produsen komponennya seperti nikel juga bakal kecipratan cuan dari potensi ini.
“Seiring dengan pertumbuhan permintaan EV yang pesat, kapasitas aki mobil yang terpasang telah berlipat ganda sejauh ini pada tahun 2022 dibandingkan tahun 2021. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang kuat dan didominasi oleh perusahaan-perusahaan Asia,” tulis riset tersebut.
Sedangkan negara Asia yang menguasai pasar EV yakni Korea Selatan, China, dan Jepang. Adapun Korea Selatan dan Jepang masing-masing menguasai 30 persen dan 14 persen dari pasar EV. Namun, China lebih unggul dalam menguasai pangsa pasar komponen baterai.
“Secara keseluruhan, sektor EV akan mengalami pertumbuhan besar dalam beberapa dekade mendatang dan Asia berada di posisi yang tepat untuk memanfaatkan peluang ini,” tulis riset tersebut.
Sementara riset Samuel Sekuritas Indonesia yang dirilis pada 31 Oktober 2022 bertajuk “2W Electric Vehicle: The Ride of Tomorrow?” menyebutkan, produksi kendaraan listrik terutama motor listrik akan tumbuh pesat kedepannya.
Merujuk data Gabungan Industri Sepeda Motor Indonesia, hingga September 2022, masyarakat Indonesia telah membeli 514 ribu unit motor listrik. Adapun 87,62 persen di antaranya dibandrol dengan harga antara Rp 17 - 23 juta. (Lihat grafik di bawah ini.)
Menurut Samuel Sekuritas, motor listrik lebih diminati masyarakat sebab memiliki biaya operasional yang lebih murah terutama dapat digunakan bagi pengemudi transportasi online.
“Pemerintah dan perusahaan ride-hailing telah menargetkan pada tahun 2030, semua pengemudi ride-hailing akan menggunakan EV sebagai moda transportasi utama mereka,” tulis riset tersebut.
Adapun, Samuel Sekuritas menyebutkan, terdapat dua perusahaan yang terlibat dalam motor listrik yaitu NFCX dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang punya peluang besar di industri ini.
GOTO akan memiliki peluang luar biasa di ruang EV 2W, terutama dengan driver Gojek sebagai target pasarnya. Sedangkan NFCX bakal memproduksi motor listrik (Volta) dengan harga kompetitif dan biaya operasional yang murah dapat menjadi sentimen positif bagi prospek perusahaannya di masa depan. (TSA)