Dibayangi Sentimen Global, Rupiah Ditutup Melemah ke Rp16.723 per USD
Melansir Bloomberg, rupiah melemah 29 poin atau 0,17 persen ke Rp16.723 per USD.
IDXChannel - Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada perdagangan Kamis (18/12/2025). Melansir Bloomberg, rupiah melemah 29 poin atau 0,17 persen ke Rp16.723 per USD.
Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi menilai perkembangan yang terjadi di eksternal masih cukup memengaruhi pergerakan rupiah.
"Ketidakpastian mengenai perekonomian AS meningkat minggu ini, terutama karena data resmi pemerintah memberikan sinyal yang beragam mengenai pasar tenaga kerja. Operasi pembelian aset Federal Reserve juga memicu beberapa keraguan atas likuiditas pasar di negara tersebut," tulis Ibrahim dalam risetnya.
Pasar kini menantikan data inflasi indeks harga konsumen (CPI) untuk mendapatkan petunjuk mengenai perekonomian terbesar di dunia itu. Data tersebut diperkirakan menunjukkan inflasi CPI utama yang sedikit meningkat, sementara CPI inti diperkirakan tetap stabil di angka 3 persen per tahun.
Pasar tenaga kerja dan inflasi adalah dua pertimbangan terbesar Fed untuk menyesuaikan kebijakan. Namun, selain suku bunga, pasar juga khawatir tentang potensi periode stagflasi bagi perekonomian AS, sebuah skenario di mana pengangguran meningkat seiring dengan inflasi.
Sentimen geopolitik juga turut membebani pergerakan rupiah. Pada Selasa, Trump mengumumkan blokade yang menargetkan kapal tanker yang membawa minyak Venezuela yang sudah dikenai sanksi AS, meningkatkan tekanan pada pemerintahan Presiden Nicolas Maduro dan menimbulkan kekhawatiran akan gangguan lebih lanjut terhadap ekspor dari anggota OPEC tersebut.
Selain itu, laporan media mengatakan pemerintah AS sedang mempersiapkan sanksi yang lebih ketat terhadap sektor energi Rusia jika upaya untuk mengamankan kesepakatan perdamaian di Ukraina gagal.
Langkah-langkah yang sedang dibahas dapat menargetkan bagian-bagian dari produksi minyak, pengiriman, dan infrastruktur ekspor Rusia, berpotensi membatasi aliran dari salah satu eksportir minyak mentah terbesar di dunia itu.
Dari sentimen domestik, Bank Dunia atau World Bank dalam rilis Desember 2025 mengerek naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam ramalan terbarunya, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh di level 5 persen pada 2025-2026, sebagaimana proyeksi yang telah dilakukan pada 2023-2024.
Lalu, pada 2027 baru akan mengalami pertumbuhan ke level 5,2 persen secara tahunan.
Level pertumbuhan ini naik pesat dibanding proyeksi sebelumnya dalam IEP edisi Juni 2025 yang memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,7 persen pada 2025, tumbuh 4,8 persen 2026, dan 5 persen pada 2027.
Bank Dunia mendasari laju pertumbuhan di kisaran 5 persen itu dari kinerja ekspor dan investasi yang kuat sepanjang tahun ini. Didukung oleh percepatan pengiriman ekspor dan meningkatnya permintaan global terhadap komoditas, khususnya minyak kelapa sawit, besi, baja, dan emas.
Pertumbuhan tersebut didorong oleh investasi dan ekspor yang dinilai mampu mengimbangi tren konsumsi swasta yang sedikit melemah.
Bank Dunia juga menganggap kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) turut berkontribusi dalam percepatan pertumbuhan. Sejak September 2024, BI-Rate telah turun sebesar 150 bps, yaitu 25 bps pada September 2024 dan 125 bps selama 2025 menjadi 4,75 persen hingga November 2025, yang merupakan level terendah sejak 2022.
Secara keseluruhan, Bank Dunia memperkirakan, laju pertumbuhan 5 persen pada 2025-2026 itu ditopang oleh kinerja ekspor yang mampu tumbuh 7 persen pada 2025 dan 5,6 persen pada 2026.
Investasi diproyeksi tumbuh 6,1 persen pada 2025 dan 6,2 persen pada 2026. Sementara itu, konsumsi swasta hanya tumbuh 4,9 persen, dan konsumsi pemerintah tumbuh 0,1 persen.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memproyeksi mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.720 - Rp16.750 per USD.
(NIA DEVIYANA)