MARKET NEWS

Dihujani Banyak Sentimen, Rupiah Hari Ini Mager di Rp15.623 per USD

Anggie Ariesta 16/02/2024 15:44 WIB

Nilai tukar (kurs) rupiah sore ini (16/2) ditutup stagnan di level Rp15.623, setelah sebelumnya sempat menguat di level Rp15.622.

Dihujani Banyak Sentimen, Rupiah Hari Ini Mager di Rp15.623 per USD (Foto MNC Media)

IDXChannel - Nilai tukar (kurs) rupiah sore ini (16/2) ditutup stagnan di level Rp15.623, setelah sebelumnya sempat menguat di level Rp15.622.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah tak bergerak karena didorong oleh data laporan ketenagakerjaan AS yang  menunjukkan klaim awal tunjangan pengangguran negara turun 8.000 menjadi 212.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 10 Februari.

"Hal ini merupakan bukti lebih lanjut bahwa pasar tenaga kerja AS masih ketat. Data lain menunjukkan produksi industri AS bulan lalu turun lebih lemah dari perkiraan -0,1%, terendah sejak Oktober," tulis Ibrahim dalam risetnya, hari ini.

Namun, indeks manufaktur Empire State membaik menjadi -2,4 pada Februari, setelah turun ke -43,7 pada Januari, angka terendah sejak Mei 2020. 

Demikian pula, indeks manufaktur Fed Philadelphia naik menjadi 5,2 di Februari, jauh di atas ekspektasi, setelah naik ke -10,6 di bulan Januari. Angka di Februari adalah yang tertinggi sejak angka 7,7 yang dicapai pada bulan Agustus.

Selain itu, setelah pembacaan penjualan ritel pada Kamis, pejabat Fed masih memperingatkan agar tidak bertaruh pada penurunan suku bunga lebih awal. 

Presiden Fed Atlanta, Raphael Bostic mengatakan, meskipun bank sentral telah membuat kemajuan dalam menurunkan inflasi, dia masih belum siap untuk menyerukan penurunan suku bunga.

Bostic juga mengatakan inflasi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk menurun. Komentarnya muncul menjelang data inflasi indeks harga produsen, yang akan dirilis pada Jumat.

Presiden Fed San Francisco, Mary Daly juga akan berbicara hari ini. Pejabat Fed telah berulang kali memperingatkan bahwa bank sentral tidak terburu-buru menaikkan suku bunga, mengingat perekonomian AS, inflasi dan pasar tenaga kerja masih kuat.

Dari sentimen domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2024 surplus sebesar USD2,02 miliar selama 45 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Surplus neraca perdagangan ini lebih rendah USD1,27 miliar dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu.

Surplus neraca perdagangan Januari 2024 ditopang oleh surplus neraca komoditas non migas sebesar USD3,32 miliar. Disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan atau nabati, serta besi dan baja. 

Sedangkan, neraca perdagangan untuk komoditas migas menunjukan defisit sebesar USD1,30 miliar, utamanya komoditas penyumbang defisit yaitu hasil minyak dan minyak mentah.

Sementara itu, tiga negara dengan surplus neraca perdagangan non migas terbesar bagi Indonesia, yaitu India mengalami surplus sebesar USD1,38 miliar, didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan atau nabati, serta bijih, terak dan abu logam. Kemudian, Amerika Serikat mengalami surplus sebesar USD1,21 miliar, dan Filipina mengalami surplus USD0,63 miliar.

Selain itu, untuk tiga negara yang mengalami defisit terbesar yaitu China defisit sebesar USD1,38 miliar dengan komoditas tamanya bahan bakar mineral, bijih logam, terak, dan abu, kemudian logam mulia dan perhiasan atau permata. Selanjutnya, Australia mengalami defisit sebesar USD0,43 miliar dan Thailand mengalami defisit sebesar USD0,42 miliar.
 
"Dengan demikian, untuk perdagangan pekan depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif, namun ditutup lanjutkan penguatan di rentang Rp15.590 - Rp15.650," pungkas Ibrahim.

(FAY)

SHARE