Dirut PT Timah (TINS) Buka-bukaan Faktor Penyebab Rugi Rp450 Miliar di 2023
PT Timah mencatat rugi Rp450 miliar pada 2023, berbalik dari realisasi 2022 yang membukukan laba Rp 1 triliun. Dirut pun buka suara terkait penyebabnya.
IDXChannel - PT Timah Tbk (TINS) mencatat rugi Rp450 miliar pada 2023, berbalik dari realisasi 2022 yang membukukan laba Rp 1 triliun. Direktur Utama PT Timah (TINS) Ahmad Dani Virsal mengatakan ada beragam faktor yang memengaruhi merosotnya kinerja perseroan.
"Beban peak atau peak cost-nya tetap tapi pendapatan jauh menurun karena produksinya juga menurun, ditambah parah lagi harga jual timah menurun sehingga pendapatan jomplang, jauh sekali," jelas Dani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) TINS bersama Komisi VII DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Lebih lanjut, dia menyebut penyebab terbesar kerugian tersebut yaitu penurunan produksi serta melemahnya harga timah di pasar global. Kondisi itu membuat pendapatan TINS ikut merosot yang berdampak pada laba.
Produksi bijih timah TINS sepanjang 2023 yang tercatat hanya 14.885 ton, atau turun 26 persen dari 2022 yang tercatat sebanyak 20.079 ton. "Tahun 2022 itu juga lebih rendah dibandingkan 2021. Jadi tiga tahun terakhir terus turun (produksi)," urai Dani.
Tak hanya biji timah, produksi logam timah juga hanya 15.340 ton, turun 23 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya yang tercatat 19.825 ton.
Sejalan dengan itu, penjualan logam timah juga ikut terkoreksi 31% dari 20.805 MT pada 2022 menjadi hanya 14.385 MT di 2023 lalu. Padahal, TINS mencatat penjualan logam timah pada 2021 sebesar 26.602 MT.
"Harga rata-rata logam timah juga mengalami penurunan. Jadi, terakhir kita itu di rata-rata USD26.583 per metrik ton," imbuh Dani.
Anjloknya kinerja operasi TINS itu akhirnya berimbas kepada kinerja keuangan. Bukan hanya laba, pendapatan perusahaan tahun 2023 juga anjlok 33% menjadi Rp8,3 triliun dari tahun sebelumnya yang menyentuh Rp12,5 triliun.
"Dari sisi kinerja keuangan karena ada penurunan volume penjualan logam dan karena ada penurunan harga jual logam, maka pendapatan perusahaan juga menurun. Jadi beban peak-nya tetap, costnya tetap, tapi pendapatan kita jauh menurun karena produksinya juga menurun," tuturnya.
Bahkan dari sisi aset TINS pun susut 1,6 persen dari 2022 yang sebesae Rp13,06 triliun menjadi 12,85 triliun di akhir 2023. Penurunan aset ini karena stok dan nilai logam perusahaan berkurang.
Begitu pula dengan ekuitas perusahaan yang turun 11 persen menjadi sebesar Rp 6,2 triliun dari sebelumnya Rp 7,04 triliun. Sementara interest bearing debt sebesar Rp 3,48 triliun, naik 26 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,77 triliun.
"Interest bearing debt naik karena mengalami kesulitan cashflow sehingga memperbesar pinjaman, dan akibatnya juga kita mengalami peningkatan suku bunga dari perbankan, karena ekuitas kita menurun, aset kita juga menurun. Jadi dari sisi kepercayaan perbankan juga menurun," tutup Ahmad Dani.
Sebelumnya, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah Fina Eliani juga telah mengakui bahwa penambangan timah tanpa izin yang terjadi di Bangka Belitung akibat tata kelola pertimahan yang belum membaik, berdampak negatif pada bisnis pertimahan di Indonesia khususnya perseroan.
Fina Eliani mengatakan lambatnya pemulihan perekonomian global dan domestik, serta tekanan harga logam timah dunia di tahun 2023 akibat penguatan mata uang AS dan lemahnya permintaan timah karena tingginya persediaan LME berdampak pada menurunnya ekspor timah Indonesia sejak tahun 2022 sampai dengan saat ini.
"Kondisi ekonomi global dan domestik yang belum membaik serta lemahnya permintaan logam timah global di tengah aktivitas penambangan tanpa izin berdampak pada kinerja Perseroan di tahun 2023," jelas Fina dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (30/3/2024) lalu.
(FRI)