MARKET NEWS

Dolar Lanjutkan Penurunan, Peluang Rupiah Bersinar Lagi

Maulina Ulfa - Riset 28/11/2023 10:33 WIB

Indeks dolar turun di level 103,14 pada perdagangan Selasa (28/11/2023) di tengah investor yang terus bertaruh bahwa The Fed berhenti menaikkan bunga acuan.

Dolar Lanjutkan Penurunan, Peluang Rupiah Bersinar Lagi (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Indeks dolar turun di level 103,14 pada perdagangan Selasa (28/11/2023) di tengah investor yang terus bertaruh bahwa The Federal Reserve (The Fed) berhenti menaikan bunga acuannya.

Ekspektasi pasar bahwa siklus kenaikan suku bunga The Fed akhirnya berakhir memberikan tekanan pada greenback. Dolar AS melemah ke level terendah dalam tiga bulan sejak 31 Agustus lalu. Dalam sebulan, indeks dolar (DXY) sudah melemah 3,23 persen. (Lihat grafik di bawah ini).

Sekitar 25 persen pasar melihat kemungkinan bahwa The Fed dapat mulai menurunkan suku bunga pada awal Maret dan meningkat menjadi hampir 45 persen pada Mei tahun depan berdasarkan CME FedWatch.

“Lambatnya momentum pertumbuhan, puncak suku bunga, penurunan suku bunga tahun depan, dan pembatalan posisi beli menjadi sentimen yang mendorong pelemahan dolar AS yang berdampak pada seluruh mata uang,” kata Kyle Rodda, analis pasar keuangan senior di Capital.com.

Pekan lalu, PMI Global awal S&P menunjukkan manufaktur turun lebih dari yang diharapkan sementara indeks PMI jasa naik lebih cepat. 

Minggu ini, pasar akan memantau dengan cermat rilis data indeks PCE, pendapatan pribadi, dan pengeluaran serta PMI Manufaktur ISM serta beberapa pernyataan pejabat The Fed. 

Dolar juga mengalami pelemahan terbesar terhadap sejumlah mata uang dolar Australia, Pound Inggris, dan yen Jepang.

Penurunan dolar didukung oleh turunnya imbal hasil obligasi Treasury AS bertenor 10-tahun yang saat ini berada di level 4,47 persen pada awal minggu terakhir bulan November.

Sementara itu, investor juga akan mengamati lelang Treasury, termasuk obligasi bertenor 2 tahun senilai USD54 miliar, obligasi bertenor 5 tahun senilai USD55 miliar, dan obligasi bertenor 7 tahun senilai USD39 miliar. Pekan lalu, permintaan obligasi Treasury AS jatuh tempo dalam 20 tahun cukup kuat.

Penjualan rumah baru di AS juga turun 5,6 persen secara yoy sebesar 679.000 unit sepanjang Oktober. Angka ini di bawah perkiraan oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters sebesar 723.000 unit dan menyebabkan penurunan imbal hasil Treasury.

Para investor juga tengah mengamati hasil pertemuan OPEC+ sedang mempertimbangkan untuk memperdalam pengurangan produksi minyak. Serta data PMI China yang juga akan diumumkan.

Sejumlah Mata Uang Menguat

Menanggapi pelemahan dolar, Rupiah mengalami penguatan di level Rp 15.462 per USD pada perdagangan hari ini, Selasa (28/11) pukul 09.35 WIB. Dalam sepekan terakhir, rupiah sudah menguat 0,19 persen, sementara dalam 6 bulan terakhir menguat 3,07 persen, berdasarkan data Tradingview. (Lihat grafik di bawah ini).

Di negara lain, dolar Australia sempat menyentuh level tertinggi baru dalam tiga setengah bulan di AUS0,66155 per USD sebelum jatuh ke AUS0,66105 per USD. Data yang dirilis Selasa pagi di Australia menunjukkan penjualan ritel domestik pada Oktober mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.

New Zealand dollar juga sempat mencapai level tertinggi sejak 10 Agustus di NZD0,61055 per USD sebelum meluncur kembali ke NZD0,61005 per USD. Reserve Bank of New Zealand mengadakan pertemuan kebijakan moneter pada Rabu ini, di mana diperkirakan akan mempertahankan suku bunga stabil di 5,50 persen untuk keempat kalinya berturut-turut.

Di tempat lain, yen bertahan di sekitar 148,10 karena pelemahan dolar baru-baru ini terus memberikan ruang bernapas bagi mata uang Jepang tersebut

Meskipun tugas The Fed mungkin telah selesai, ekspektasi meningkat terhadap Bank of Japan untuk akhirnya mulai keluar dari kebijakan moneter ultra longgar. Lebih dari separuh ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan bank sentral Jepang akan mengambil tindakan pada pertemuan April tahun depan.

Meski demikian, Tony Sycamore, analis pasar di IG menyebut dolar masih memiliki keunggulan imbal hasil yang signifikan dibandingkan yen.

"Kami menduga penurunan agresif tidak mungkin terjadi kecuali (dolar/yen) menembus support channel tren di area 146,50/30," kata Tony dalam sebuah catatan.

(DES)

SHARE