MARKET NEWS

Efek Kesepakatan AS-China, Rupiah Ditutup Menguat ke Rp16.528 per USD

Anggie Ariesta 15/05/2025 15:45 WIB

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini ditutup menguat 33 poin atau sebesar 0,20 persen ke level Rp16.528 per USD.

Efek Kesepakatan AS-China, Rupiah Ditutup Menguat ke Rp16.528 per USD. (Foto

IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini ditutup menguat 33 poin atau sebesar 0,20 persen ke level Rp16.528 per USD. Penguatan ini juga didorong oleh kesepakatan antara AS dan China.

Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, kesepakatan perdagangan AS-China juga tampak mereda, mengingat AS dan China secara drastis mengurangi tarif perdagangan mereka terhadap satu sama lain pada pekan ini.

“Pasar kini menantikan penarikan tarif lebih lanjut antara raksasa ekonomi, sementara pembicaraan perdagangan AS dengan negara lain juga menjadi fokus untuk isyarat yang lebih positif,” ujar Ibrahim dalam analisisnya, Kamis (15/5/2025).

Menurut Ibrahim, fokus saat ini tertuju pada serangkaian pembacaan ekonomi AS yang akan datang, serta pidato Ketua The Fed Jerome Powell, untuk isyarat lebih lanjut tentang ekonomi terbesar di dunia.

Data inflasi indeks harga produsen untuk bulan April muncul hanya beberapa hari setelah pembacaan indeks harga konsumen yang lebih rendah dari perkiraan.

Penurunan inflasi yang berkelanjutan diperkirakan akan meningkatkan taruhan pada pemangkasan suku bunga Fed tahun ini. Data penjualan ritel AS akan dirilis pada hari Kamis, memberikan lebih banyak petunjuk tentang belanja ritel dalam menghadapi perang dagang China-AS.

Powell juga akan berpidato di kemudian hari, setelah bank sentral mempertahankan suku bunga tidak berubah minggu lalu dan memperingatkan bahwa bank sentral tidak berencana untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Powell diperkirakan berbicara tentang kerangka kebijakan moneter, cetak biru yang digunakan Fed untuk memutuskan sasarannya untuk memaksimalkan lapangan kerja, stabilitas harga, dan suku bunga.

Dari sentimen domestik, perekonomian Indonesia nampak tengah mengalami kelesuan. Ini bisa dilihat dari berbagai data yang ada, seperti beberapa di antaranya ialah indeks penjualan riil (IPR) dan indeks keyakinan konsumen (IKK).

Data terbaru dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan, Indeks Penjualan Riil (IPR) hanya tumbuh 5,5 persen secara tahunan pada Maret 2025. Angka ini lebih rendah dari Maret 2024 yang mencapai 9,3 persen.

Sementara itu, IPR pada April 2025 diprediksi hanya 231,1 atau terkontraksi 2,2 persen secara tahunan. Sedangkan IKK di Maret 2025 berada di level 121,1, menunjukkan penurunan ketimbang bulan sebelumnya, yang berada di level 126,4. Untuk April 2025, IKK menunjukkan sedikit penguatan ke level 121,7.

Maka dari itu, tak heran kalau tingkat konsumsi maupun antusiasme masyarakat Indonesia secara ekonomi pada momen Lebaran 2025 tak sebesar Lebaran di tahun-tahun sebelumnya. Kondisi itu, juga tak lepas dari realita tidak adanya signifikansi peningkatan pendapatan masyarakat.

Sebagai langkah antisipasi agar penurunan tingkat konsumsi tidak tambah parah, perlunya kebijakan intervensi seperti bantuan sosial (bansos) yang tepat sasaran dibagikan kepada masyarakat berpendapatan rendah. Sedangkan bagi kelas menengah, penciptaan industri baru menjadi solusinya.

Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp16.470-Rp16.530 per USD.

(Dhera Arizona)

SHARE