Fokus Go Green, BNBR Kembangkan Teknologi Konstruksi 3D Printing Ramah Lingkungan
BNBR merupakan pionir dalam penggunaan teknologi paling mutakhir di industri kontruksi 3D printing ini.
IDXChannel - PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) terus menggenjot dan mempercepat transformasi bisnis ke industri hijau (green industry).
Hal tersebut dilakukan guna mendukung program pemerintah dalam mengurangi emisi, sekaligus mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060, sesuai dengan Paris Agreement.
Terbaru, entitas bisnis di bawah Bakrie Group tersebut kembali mewujudkan upaya transformasi tersebut dengan melebarkan ekspansi bisnisnya ke sektor konstruksi ramah lingkungan melalui salah satu anak usahanya, yaitu PT Modula Tiga Dimensi.
"Hari ini, dengan bangga kami umumkan bahwa BNBR mulai masuk ke industri konstruksi tiga dimensi ramah lingkungan melalui PT Modula," ujar Direktur & Chief Financial Officer CFO BNBR, Roy Hendrajanto M Sakti, dalam soft launching Modula, di Bekasi, Selasa (21/5/2024).
Menurut Roy, langkah ini menjadi aksi korporasi terbaru perusahaan menuju Go Green, setelah sebelumnya telah masuk di industri energi hijau lewat pengembangan ekosistem kendaraan listrik melalui PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) dan industri energi baru terbarukan (EBT) melalui PT Helio Synar Energi.
Dalam struktur manajemen Modula sendiri, Roy didapuk sebagai perwakilan induk usaha, dengan menempati jabatan sebagai Komisaris Utama Perusahaan.
Roy menjelaskan, masuknya BNBR di industri konstruksi 3D printing ramah lingkungan ini ditandai dengan peluncuran mesin 3D construction printing tipe BOD3 yang teknologinya telah banyak digunakan di Eropa.
Di Indonesia, BNBR merupakan pionir dalam penggunaan teknologi paling mutakhir di industri kontruksi 3D printing ini.
"Alhamdulillah, di Indonesia BNBR melalui Modula merupakan pionir dalam industri konstruksi yang menggunakan 3D Construction Printing. Kita berharap teknologi ini mampu mengejar housing backlog di Indonesia, khususnya di segmen konstruksi bangunan dan perumahan, yang sekaligus sejalan dengan prinsip ESG," tutur Roy.
PT Modula Tiga Dimensi, lanjut Roy, merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara BNBR dan perusahaan pembuat 3D construction printer terkemuka asal Denmark, COBOD International.
Roy yakin, kerja sama ini mampu berkontribusi secara signifikan di tengah pertumbuhan industri kontruksi bangunan dan perumahan di Tanah Air dengan efisiensi yang tinggi melalui penerapan 3D construction printing yang ramah lingkungan.
"Kami melihat bahwa potensi pertumbuhan industri ini di Indonesia amat besar. Ini peluang bisnis yang patut dijajaki dan dikembangkan," ungkap Roy.
Sementara, Direktur Utama PT Modula Tiga Dimensi, Adi Bagus Tirto, menyebut bahwa saat ini pasar perumahan di Indonesia masih mengalami kekurangan pasokan, dan bahkan akan berlangsung hingga 2030 mendatang.
Adi mengatakan, kebutuhan rumah layak huni di Indonesia mencapai sekitar 600-800 ribu unit per tahun. Namun, pasokan yang tersedia hanya 400-500 ribu unit per tahun.
Menurut Adi, sejumlah 40 persen dari seluruh populasi rumah tangga di Indonesia mengalami housing backlog. Ia memperkirakan, sejumlah 30 juta rumah tangga di Indonesia akan membutuhkan hunian yang layak pada 2030 nanti.
Di sisi lain, sektor konstruksi dunia ternyata menyumbang emisi sejumlah 37 persen, atau 1/3 dari jumlah emisi global. Dari besaran tersebut, sejumlah 25 persen emisi disumbang oleh material bangunan (embodied emission) dan akan terus naik angkanya hingga sekitar 49 persen di 2030.
"Dengan penggunaan teknologi 3D construction printing ini diharapkan dapat mengurangi emisi dari sektor konstruksi, khususnya di Indonesia," ujar Adi.
Di lain pihak, Co-Founder & Head of Asia-Pacific COBOD International, Simon Klint Bergh, yang juga merupakan Direktur PT Modula Tiga Dimensi, mengatakan bahwa teknologi 3D construction printing ini berfokus pada solusi terhadap masalah housing backlog dengan berpegang pada prinsip berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Teknologi ini mampu membangun rumah dengan lebih cerdas (smarter), lebih cepat (faster), berkelanjutan (sustainable), dan hemat energi (energy efficient).
"Teknologi ini mengurangi lebih dari 50% dari durasi waktu yang dibutuhkan dalam konstruksi rumah secara konvensional, menghemat 35% tenaga kerja, menghemat pembuangan residu material hingga 20% dan memiliki kemampuan fleksibilitas desain serta presisi yang tinggi. Ini semua merupakan solusi nyata bagi dunia konstruksi di Indonesia," ujar Simon. (TSA)