Gara-Gara Produk ELS, Penurunan Hang Seng Berisiko Rugikan Investor Korsel
Produk tersebut memberikan kupon obligasi jika ekuitas atau indeks mampu bertahan pada level tertentu.
IDXChannel - Tren kejatuhan bursa saham di Hong Kong berdampak luas di masyarakat, terutama pelaku pasar, baik domestik maupun internasional.
Tak tanggung-tanggung, total kerugian yang muncul ditaksir mencapai USD15 miliar, yang dihitung dari produk turunan terstruktur yang telah beredar di kalangan investor ritel Korea Selatan (Korsel)
Kondisi ini terjadi seiring tren pelemahan yang terjadi di bursa Hong Kong, seperti Hang Seng yang ditutup ambruk hingga 6,36 persen ke posisi 15.180,69, dan indeks Shanghai yang ambles 2,02 persen menjadi 2.977,56.
Sebagaimana dilansir Bloomberg, Rabu (26/10/2022), sebanyak 2 triliun won, atau setara USD14,8 miliar dari produk sekuritas berbasis ekuitas (Equity-Linked Security/ELS) pada indeks Hang Seng diketahui belum jatuh tempo.
Produk tersebut memberikan kupon obligasi jika ekuitas atau indeks mampu bertahan pada level tertentu. Namun, jika levelnya turun, maka investor berisiko kehilangan sebagian hingga seluruh keuntungan mereka.
Produk ELS yang paling banyak terjual di saham utama Hang Seng berada di tingkat knock-in 50 persen, yang artinya investor bisa saja merugi jika terdapat penurunan 50 persen atau lebih dalam indeks tersebut.
Bahkan pada hari Senin (24/10/2022) lalu, sekitar 2,8 triliun won produk ELS terkait HSCEI telah mencapai level knock-in, sebagaimana diungkap oleh Analis di Korea Investment & Securities Co, Baek Doosan selaku.
Indeks Hang Seng China sayangnya harus terkoreksi dengan penurunan 7,3 persen pada hari Senin kemarin, dan turun sekitar 37 persen tahun ini. Ini membuat indeks Hang Seng menghasilkan kinerja terburuk kedua di dunia pada tahun 2022.
Jika aksi jual terus berlanjut maka piala Korea akan terbebani dengan kerugian karena biaya lindung nilai risiko mereka meningkat.
Risiko yang timbul dari kejatuhan saham Hong Kong menunjukkan bagaimana penjualan produk terstruktur yang sangat rumit ke investor Korea, yang berusaha mencari keuntungan saat suku bunga rendah, malah berisiko merugikan ketika pasar melemah. (TSA)
Penulis: Ribka Christiana