MARKET NEWS

Geliat Komoditas di Kuartal I-2024, Seberapa Menarik Bagi Investor?

Maulina Ulfa - Riset 14/03/2024 18:30 WIB

Sejumlah komoditas utama dunia mencatatkan kenaikan signifikan dalam dua pekan terakhir.

Geliat Komoditas di Kuartal I-2024, Seberapa Menarik Bagi Investor? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Sejumlah komoditas utama dunia, seperti emas, nikel dan logam mineral lainnya, minyak sawit alias Crude Palm Oil (CPO), minyak mentah hingga batu bara, mencatatkan kenaikan signifikan dalam dua pekan terakhir.

Pada perdagangan Kamis (14/3/2024), melansir Trading Economics pukul 10.00 WIB, sejumlah komoditas mengalami kenaikan tertinggi di antaranya adalah perak (3,58 persen), tembaga (3,17 persen) dan platinum (1,85 persen).

Selain itu, emas yang masing mengalami penguatan lanjutan setelah reli dalam hampir tiga pekan terakhir (0,78 persen).

Sementara itu, komoditas agrikultural yang memperoleh keuntungan tertinggi di antaranya adalah CPO dengan kenaikan 1,60 persen.

Dari pasar energi, komoditas yang mengalami kenaikan dipimpin oleh harga bensin (2,75 persen), minyak mentah WTI (2,61 persen) dan minyak mentah Brent (2,41 persen).

Ini menjadi sinyal sektor komoditas kembali menghadapi bonanza menjelang berakhirnya kuartal pertama 2024.

Lantas, bagaimana prospek komoditas di tengah optimisme pemangkasan suku bunga oleh bank sentral utama dunia, seperti The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS), hingga prospek pertumbuhan ekonomi China sebagai pasar terbesar sejumlah komoditas ini?

Arah Komoditas di Tengah Berbagai Sentimen

Perkembangan pasar komoditas tahun ini akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya permintaan global yang lemah akan membatasi pertumbuhan harga energi, ketidakpastian seputar produksi global, stabilitas pasokan, dan ketegangan geopolitik.

Tak hanya itu, risiko lain datang dari proyeksi PDB riil global yang diperkirakan akan melambat menjadi 2,7 persen pada 2024, terutama di negara-negara maju.

Menjelang berakhirnya kuartal pertama 2024, arah komoditas kini tergantung pada kinerja ekonomi dua negara adidaya, Amerika Serikat (AS) dan China

Dua negara ini baru saja merilis data inflasi bulanan dan tahunan, tepatnya pada Minggu (9/3/2024) dan Selasa (12/3).

Inflasi tahunan AS yang mengukur laju kenaikan harga tercatat sebesar 3,2 persen pada bulan Februari, naik dari 3,1 persen pada Januari, berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja AS.

China juga melaporkan inflasi bulanan di mana indeks harga konsumen (CPI) naik sebesar 0,7 persen yoy pada bulan Februari 2024, di atas perkiraan pasar sebesar 0,3 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Data terbaru ini menyelamatkan China dari deflasi alias penurunan tajam harga-harga dalam 14 tahun terakhir sebesar 0,8 persen pada Januari.

Angka terbaru ini juga menjadi inflasi konsumen yang pertama sejak Agustus lalu, yang mencapai level tertinggi dalam 11 bulan karena tingginya belanja selama liburan Tahun Baru Imlek.

Kondisi ini sedikit memberi optimisme pada harga komoditas di sepanjang 2024. Penurunan suku bunga dapat memberikan sentimen positif bagi sejumlah komoditas metal.

Ole Hansen Head of Commodity Strategy di Saxo Group menyatakan 2024 bisa menjadi tahun logam dengan fokus pada emas, perak, platinum, tembaga, dan aluminium.

“Untuk logam mulia, kami yakin prospek imbal hasil riil yang lebih rendah dan berkurangnya tingkat bunga pinjaman akan mendukung permintaan, terutama melalui produk-produk yang diperdagangkan di bursa metal selama tujuh kuartal terakhir,”ujar Hansen di awal Januari 2024.

Hansen juga mengatakan, logam industri akan mendapatkan keuntungan dari gangguan pasokan, membaiknya kebutuhan industri seiring turunnya biaya pendanaan, dan pertumbuhan permintaan yang terus berlanjut di China.

Sementara menurut laporan Euromonitor, melemahnya pertumbuhan industri dan konstruksi di China juga membatasi harga logam industri utama, meskipun diperkirakan akan tetap stabil pada Q1 2024.

Pertumbuhan manufaktur yang lebih lambat di negara-negara maju dan permasalahan yang terus berlanjut di sektor properti China akan terus membatasi pertumbuhan harga logam.

Menurut statistik nasional, total proyek perumahan baru di China menyusut sebesar 22% pada tahun 2023, yang menunjukkan menyusutnya jalur proyek baru dan lemahnya permintaan logam pada tahun 2024-2025.

Pertumbuhan manufaktur yang lebih lambat di Eropa Barat juga diperkirakan berkontribusi terhadap melemahnya permintaan logam pada paruh pertama tahun 2024.

Selain itu, per hari ini, perang antara Israel-Palestina di Timur Tengah juga belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Meskipun sejumlah negara barat telah menyerukan gencatan senjata.

Harga Komoditas sepanjang 2024

Sebelumnya, riset Commodities Outlook 2024: Cautious Optimism oleh lembaga ING pada Desember 2023 mengungkap sejumlah tantangan dan peluang komoditas di tahun ini.

Sejumlah komoditas sempat mengalami kinerja terbaik pada 2021 dan 2022 seperti halnya minyak dan nikel.

Pada 2024, ING memprediksi sejumlah komoditas ini berpotensi mengalami penguatan di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.

Berikut adalah sejumlah proyeksi harga komoditas dibandingkan real-time data per 13 Maret 2024 yang dikumpulkan oleh IDX Channel.  Secara keseluruhan, hanya komoditas Iron Ore dan minyak mentah yang masih belum melampaui maupun mendekati harga proyeksi 2024. (Lihat tabel di bawah ini.)

 

Emas

Harga emas di bulan Maret berada dalam tren bullish imbas ekspektasi pasar soal penurunan suku bunga The Fed.

Pembacaan inflasi AS juga akan menjadi fokus setelah sejumlah pejabat The Fed – terutama Ketua The Fed Jerome Powell – mengatakan bahwa waktu dan skala penurunan suku bunga tahun ini akan terkait erat dengan jalur inflasi.

Data inflasi AS juga menjadi petunjuk bagi investor kepada pasar setelah sinyal yang beragam dari data tenaga kerja.

Sejak awal 2024, harga emas meningkat sebesar USD112,08 per troy ons atau 5,43 persen, menurut contract for Difference (CFD) Trading Economics yang melacak pasar acuan komoditas ini.

Secara historis, harga emas mencapai titik tertinggi sepanjang masa di USD2.195,15 per troy ons Maret 2024. (Lihat grafik di bawah ini.)

Di tahun ini, emas dan perak juga mendapatkan keuntungan dari imbal hasil riil dan biaya pendanaan yang lebih rendah. Emas juga terus melanjutkan reli mengingat logam mulia ini merupakan instrumen safe-haven dalam berinvestasi.

“Menyusul kinerja yang sangat kuat pada tahun 2023, kita melihat kenaikan harga lebih lanjut pada tahun 2024. Keuntungan didorong oleh bank sentral yang terus membeli emas batangan dengan kecepatan tinggi,” imbuh Hansen.

Menurut analisis Hansen, rekor pembelian bank sentral dalam dua tahun terakhir adalah alasan utama mengapa harga emas berhasil menguat, meskipun imbal hasil riil melonjak, dan mengapa perak lebih menderita selama periode koreksi.

“Dengan berlanjutnya permintaan bank sentral, yang berpotensi didukung oleh melemahnya dolar, kita dapat melihat emas mencapai rekor tertinggi baru di USD2.300,” lanjut Hansen.

Nikel

Harga nikel berjangka juga berada di jalur penguatan menjadi sekitar USD18.000 per ton, dan mencapai tertinggi dalam empat bulan terakhir.

Kinerja nikel juga masih didorong oleh meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga oleh bank-bank sentral utama didukung oleh pernyataan dari anggota The Fed dan ECB.

Selain itu, investor juga masih terus menilai prospek industri dari konsumen logam terkemuka utama dunia yakni China setelah data CPI dan perdagangan yang positif.

Inflasi harga konsumen di China naik 0,7 persen yoy pada bulan Februari dan menjadi kenaikan pertama sejak September 2023.

Selain itu, penjualan kendaraan energi baru China melonjak 29,4 persen pada Januari-Februari 2024, sehingga meningkatkan permintaan nikel, yang digunakan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.

Namun, pergerakan kenaikan komoditas ini terbatas karena kelebihan pasokan yang disebabkan produksi yang masif di Indonesia.

CPO

Minyak sawit alias CPO juga telah berada di jalur penguatan sepanjang tahun ini. Per Kamis (14/3/2024), harga CPO menguat 2,38 persen melonjak di sekitar MYR4.300 pada pukul 14.04 WIB, menjadi level terkuat dalam setahun terakhir.

Harga CPO kini bahkan melampaui harga proyeksi di tahun ini sebesar MYR4.200. Secara historis, CPO mencapai angka tertinggi sepanjang masa yaitu MYR7.268 pada bulan Maret 2022.

Ini menjadi kenaikan CPO sejak harganya melemah pada 2023. Mengingat, pasokan minyak sawit diperkirakan akan tetap terbatas pada kuartal pertama 2024 karena produksi yang lebih rendah secara musiman dan cuaca buruk.

Data terbaru juga menunjukkan inventaris CPO turun 5 persen bulanan ke level terendah dalam 7 bulan sebesar 1,92 juta metrik ton di bulan Februari.

Selanjutnya, kekhawatiran mengenai lemahnya produksi masih berlanjut karena produksi anjlok 10,18 persen ke level terendah dalam 10 bulan sebesar 1,26 juta ton pada bulan lalu.

Selain itu, Ramadan dan persiapan hari raya Idul Fitri pada pertengahan April biasanya akan memicu lonjakan permintaan dalam waktu dekat.

Berdasarkan data surveyor kargo, pengiriman produk minyak sawit Malaysia untuk 1-10 Maret tumbuh 6,8 persen, menurut Intertek Testing Services. Sementara itu, AmSpec Agri mengatakan pengiriman naik 6,2 persen selama periode tersebut.

Namun, daya tarik bullish CPO bisa dibatasi data penurunan ekspor sebesar 24,75 persen selama bulan Februari.  Di India, pembeli utama minyak sawit, impor minyak sawit merosot ke level terendah dalam 9 bulan pada bulan lalu.

Meski demikian, harga CPO juga secara umum diperkirakan akan membaik pada tahun 2024, rata-rata dibandingkan dengan harga sebesar MYR3.796 per ton pada 2023 yang sebagian besar didukung oleh perkiraan produksi yang rendah hingga stagnansi di tengah kuatnya pemulihan permintaan ekspor.

Faktor-faktor utama yang mengatur harga kelapa sawit pada tahun 2024, selain fundamental penawaran dan permintaan, termasuk kebijakan pemerintah, dampak El-Nino, kebijakan campuran biodiesel, kekuatan permintaan impor China dan kebijakan Uni Eropa tentang Peraturan Bebas Deforestasi.

Tembaga

Tembaga berjangka juga melonjak hingga lebih dari USD4,0 per pon, mencapai level tertinggi dalam lebih dari tujuh bulan.

Kenaikan ini setelah pabrik peleburan tembaga terkemuka China setuju untuk mengurangi produksi di fasilitas yang tidak menguntungkan karena kekurangan bahan mentah.

Keputusan ini diambil ketika harga konsentrat tembaga anjlok ke level terendah dalam satu dekade, sehingga berdampak pada profitabilitas pabrik peleburan.

Meskipun tidak ada batasan produksi spesifik yang ditetapkan, setiap smelter akan mengevaluasi operasi dan melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan.

Meskipun terjadi perlambatan secara umum, harga tembaga diperkirakan akan menunjukkan lebih banyak volatilitas pada tahun 2024. Pasar tembaga mengalami masalah kelebihan kapasitas.

Namun, peningkatan investasi pada proyek energi ramah lingkungan dan perluasan sektor energi terbarukan di China dapat melampaui pertumbuhan pasokan. Hal ini dapat menyebabkan volatilitas harga tembaga yang lebih tinggi pada paruh kedua tahun 2024.

Iron Ore

Harga kargo bijih besi dengan kandungan bijih besi 63,5 persen untuk pengiriman di Tianjin turun menjadi USD110 per ton, terendah dalam hampir tujuh bulan karena lemahnya permintaan di China, sebagai konsumen utama.

Perlambatan permintaan menyebabkan pendekatan hati-hati di kalangan produsen baja, yang ragu-ragu untuk mengisi kembali persediaan karena lambatnya produksi kembali.

Stok baja juga dilaporkan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, mencerminkan lemahnya permintaan hilir.

Selain itu, Kongres Rakyat Nasional di China baru-baru ini gagal memberikan dukungan signifikan terhadap pasar properti, dan lambatnya sektor konstruksi China yang semakin mengurangi permintaan baja.

Perak

Harga perak naik menjadi USD24,7 per ons pada pertengahan Maret, tertinggi sejak awal Desember, dan mengikuti kenaikan logam mulia lainnya.

Kenaikan perak terdukung sentimen meningkatnya prospek bahwa bank sentral akan segera mulai memangkas suku bunga.

Baik The Fed maupun ECB diperkirakan akan mulai melonggarkan kebijakan moneternya pada bulan Juni, sementara Bank of England kemungkinan akan melakukan penurunan suku bunga pertamanya pada bulan Agustus.

Di sisi lain, Bank of Japan diperkirakan akan segera mulai menaikkan biaya pinjaman.

Baja

Harga baja berjangka juga turun hingga CNY 3.500 per ton, mencapai titik terendah sejak 1 Juni, di tengah kekhawatiran melemahnya permintaan di China.

Data perdagangan terkini mengungkapkan bahwa impor baja ke negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia pada Januari-Februari 2024 berjumlah 1,13 juta ton, turun 8,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Kondisi ini terus membebani harga baja.

Harga rata-rata impor dalam dua bulan ini turun sebesar 5,3 persen yoy ditetapkan pada USD1651 per ton.

Sebaliknya, produsen baja China mengalami lonjakan impor bijih besi sebesar 8,1 persen yoy, karena mereka secara aktif melakukan persediaan kembali untuk memenuhi kebutuhan produksi selama dan setelah liburan Tahun Baru Imlek selama seminggu.

Batu Bara

Batubara berjangka Newcastle melonjak melewati USD130 per ton, tertinggi dalam lebih dari satu bulan.

Data terakhir menunjukkan bahwa impor batu bara termal melalui laut di Asia turun menjadi 77,65 juta metrik ton pada bulan Januari, turun 5 persen dari rekor tertinggi pada bulan Desember.

Meskipun terjadi penurunan impor China dari bulan sebelumnya, impor tersebut masih 34 persen lebih tinggi dibandingkan bulan Januari 2023.

Hal ini dipicu oleh peningkatan permintaan pembangkit listrik tenaga panas karena penurunan produksi pembangkit listrik tenaga air dan keunggulan biaya dibandingkan batubara dalam negeri.

India juga mengalami penurunan impor selama tiga bulan berturut-turut namun mengalami kenaikan sebesar 27,2 persen dibandingkan Januari 2023.

Sementara itu, Jepang dan Korea Selatan menunjukkan permintaan yang kuat terhadap batubara termal.

Ke depan, India diperkirakan akan mengalami penurunan impor batu bara termal untuk pertama kalinya sejak pandemi ini, didorong oleh peningkatan produksi dalam negeri dan tingginya persediaan. Perkiraan menunjukkan penurunan impor sebesar 3-6 persen.

Minyak Mentah

Minyak mentah berjangka WTI dan Brent naik masing-masing USD79,75 per barel dan USD84,14 per barel pada perdagangan hari ini, Kamis (14/3) melanjutkan kenaikan dari sesi sebelumnya.

Harga terbaru minyak mentah ini masih belum melampaui proyeksi di mana Brent di kisaran harga USD88 per barel dan WTI di kisaran USD85 per barel.

Kenaikan harga minyak karena penurunan mengejutkan persediaan minyak mentah AS dan menandakan permintaan yang kuat dari konsumen minyak terbesar dunia tersebut.

Data EIA menunjukkan stok minyak mentah AS turun 1,536 juta barel pada pekan lalu, melampaui ekspektasi kenaikan 1,338 juta barel.

Ini merupakan penurunan pertama dalam tujuh minggu, membenarkan data industri yang dilaporkan pada hari Selasa oleh API. Selain itu, laporan tersebut menyoroti penurunan di pusat Cushing di Oklahoma, bersamaan dengan berkurangnya stok bensin.

Harga minyak juga didukung oleh serangan drone Ukraina terhadap kilang Rusia yang merusak pabrik, serta risiko geopolitik yang sedang berlangsung di Timur Tengah dan perpanjangan pengurangan pasokan dari OPEC+. (ADF)

SHARE