MARKET NEWS

GOTO Tertidur di Harga Gocap, Sudah Murah atau Masih Mahal?

TIM RISET IDX CHANNEL 07/07/2024 09:59 WIB

Apakah di harga ini emiten e-commerce dan jasa ride-hailing tersebut sudah murah (undervalued)?

GOTO Tertidur di Harga Gocap, Sudah Murah atau Masih Mahal? (Foto: GoTo)

IDXChannel – Saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) kembali ditutup stagnan di harga Rp50 per saham alias gocap pada Jumat (5/7/2024). Apakah di harga ini emiten e-commerce dan jasa ride-hailing tersebut sudah murah (undervalued)?

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham GOTO selalu ditutup di level gocap selama delapan hari berturut-turut.

Sementara memang dalam tren penurunan (downtrend) panjang, saham GOTO mulai mengalami tekanan jual tinggi sejak akhir Mei 2024 yang membuat harga saham perusahaan turun dengan cepat dari kisaran Rp70 per saham ke Rp50 per saham.

Dalam sebulan, saham ini merosot 15,25 persen dan sejak awal 2024 (YtD) turun tajam 41,86 persen.

Menyinggung rapor keuangan GOTO, perusahaan ini mencatatkan rugi bersih sebesar Rp862 miliar. Rugi tersebut susut 78 persen dari sebelumnya sebesar Rp3,86 triliun. 

Ini pertama kalinya GOTO membukukan rugi bersih kuartalan di bawah Rp1 triliun atau terendah sejak tercatat di BEI.

Sejalan dengan itu, GOTO juga membukukan pendapatan Rp4,07 triliun di kuartal I-2024. Angka itu mengalami peningkatan sebesar 22 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp3,33 triliun.

Lebih lanjut, setelah mencatatkan EBITDA yang disesuaikan positif pada kuartal keempat 2023, pada kuartal pertama tahun 2024, perseroan mencatatkan EBITDA yang disesuaikan sebesar Rp102 miliar, atau -0,09 persen dari GTV (gross transaction value), dengan penurunan kerugian sebesar 89 persen.

Hal tersebut disebabkan oleh pelaksanaan rencana peningkatan investasi untuk ekspansi bisnis Financial Technology GoTo, serta perlambatan yang disebabkan oleh kondisi musiman pada segmen On-Demand Services di bulan Januari dan Februari 2024.

Manajemen optimistis GoTo tetap berada dalam jalur yang tepat untuk mencapai pedoman kinerja EBITDA Grup yang disesuaikan impas (breakeven) untuk keseluruhan tahun buku 2024.

Soal Valuasi

Lantas, bagaimana valuasi GOTO saat ini? Bagi para value investor atau investor yang gemar membeli suatu saham yang dihargai di bawah nilai intrinsiknya, GOTO mungkin masih terbilang belum menarik.

Selain masih merugi bertahun-tahun, harga saham yang masih di atas nilai buku, yakni dengan rasio price-to book value (PBV) 1,60 kali, persaingan ketat dari sisi ride-hailing hingga e-commerce sehingga membuat sempitnya economic moat (dalam bahasa Warren Buffett) alias keunggulan kompetitif bisa menjadi segelintir alasan untuk para value/quality investor tidak mengoleksi GOTO.

Kemudian, jika menggunakan perspektif lainnya, misalnya, rasio harga saham dibandingkan dengan penjualan (price-to sales ratio/PS), GOTO juga terbilang mahal (overvalued) dibandingkan perusahaan sejenis (peers).

Rasio PS GOTO saat ini 3,5 kali, di atas rerata peers yang hanya 2 kali.

Namun, apabila kita bertumpu pada hitung-hitungan arus kas masa depan, misalnya menggunakan model Discounted Cash Flow (DCF), saham GOTO bisa dibilang di bawah nilai wajarnya (fair value).

Secara teknis, dengan menggunakan model 2 stage free cash flow to equity dengan discount rate 14,5 persen dan perpetual growth rate 6,8 persen, fair value GOTO tercatat di angka Rp91 per saham. Artinya, saham GOTO diperdagangkan 45 persen di bawah fair value berdasarkan perhitungan arus kas.

Perhitungan di atas cenderung selaras dengan estimasi 10 analis teranyar, yang mematok harga target (TP) GOTO di angka rata-rata Rp84 per saham.

Yang terang, kendati terdapat perbedaan dalam melihat valuasi GOTO di muka, investor tetap perlu memerhatikan faktor lainnya, termasuk potensi pertumbuhan jangka panjang perusahaan (soal apakah potensinya cukup besar untuk mengimbangi risikonya), kualitas manajemen, tren industri, situasi makro, kebijakan fiskal, hingga neraca perusahaan.

Belum lagi, saham GOTO yang tengah tertidur di gocap berpotensi membawa risiko lainnya, yakni terlempar ke papan pemantauan khusus (PPK) yang menggunakan mekanisme full call auction (FCA), yang berpeluang mengurangi transparansi dan likuiditas perdagangan.

Di papan pemantauan, harga saham GOTO bisa diperdagangkan hingga ke Rp1 per saham, di luar kelaziman selama ini yang mana harga saham biasanya mentok di Rp50 per saham.

Kabar baiknya, GOTO baru beberapa hari di level gocap dan masih mencatatkan transaksi perdagangan.

Maksudnya, hanya ketika mengalami kekeringan likuiditas (sesuai aturan di atas) dalam tiga bulan ke depan dan secara bersamaan harga saham masih berada di Rp50, barulah saham GOTO akan masuk FCA.

Dus, untuk saat ini, apabila berkaca dengan ramainya historical volume dan transaksi perdagangan saham GOTO, investor emiten tersebut tampaknya bisa bernapas lega--setidaknya, saham induk Gojek ini masih bisa bertahan di papan reguler dalam waktu dekat.

Transaksi Nego Jumbo Rp6 Triliun

Sebelumnya, GOTO memberikan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait transaksi saham perseroan di Pasar Negosiasi sejumlah 14.109.719.208 saham atau 1,17 persen dari listed share (1.201.409.662.836 saham) senilai Rp6,06 triliun.

Sekretaris Perusahaan GOTO RA Koesoemohadiani mengatakan, transaksi dilakukan oleh salah satu pemegang saham perseroan, yang bukan merupakan pemegang saham yang memiliki saham perseroan paling sedikit sebanyak 5 persen dari modal disetor dan ditempatkan di dalam perseroan.

"Sejauh pengetahuan perseroan, transaksi saham GOTO tersebut dilakukan oleh pemegang saham terkait berdasarkan suatu perjanjian historis untuk mengalihkan saham GOTO yang dimilikinya ke pihak lain dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya," kata Koesoemohadiani dalam keterbukaan informasi di Jakarta, Senin (1/7).

Menurutnya, merujuk pada ketentuan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.04/2017 tentang Laporan Kepemilikan Atau Setiap Perubahan Kepemilikan Saham Perusahaan Terbuka, pemegang saham tersebut tidak memiliki kewajiban untuk melakukan laporan atas perubahan kepemilikannya sehingga tidak ada kewajiban memberikan laporan atas Transaksi Saham GOTO.

"Perseroan tidak memiliki informasi lebih lanjut atas tujuan dari transaksi saham GOTO tersebut, dan sejauh pemahaman perseroan, setiap pemegang saham perseroan memiliki kebebasan untuk menentukan dan mengambil keputusan atas investasi mereka," ujar dia.

Koesoemohadiani menegaskan, transaksi saham GOTO tersebut tidak terkait dengan perseroan ataupun pemegang saham pengendali perseroan (pemegang saham seri B perseroan).

Patrick Walujo Borong Saham

Kabar sebelumnya, Direktur Utama GOTO Patrick Sugito Walujo melakukan pembelian saham emiten e-commerce & ride-hailing tersebut sebanyak 98.500.000 saham.

Menurut keterbukaan informasi, Senin (24/6) lalu, Patrick Walujo membeli saham GOTO di pasar reguler pada 20 Juni 2024.

Kini, kepemilikan Patrick mencapai 365.750.000 Saham Seri A atau setara 0,03 persen saham GOTO, dari sebelumnya 267.250.000 saham.

Sementara, harga pembelian saham GOTO oleh Patrick berkisar di rentang Rp50 - 51 per saham. Apabila dihitung, nilai transaksi pembelian sahamnya mencapai Rp5 miliar.

“Transaksi pembelian saham dilakukan untuk tujuan investasi pribadi,” tulis Sugito Walujo dalam keterbukaan, dikutip IDXChannel.com, Senin (24/6) lalu.

Saham GOTO, demikian masih mengutip Patrick, “dimiliki secara langsung dan terdaftar atas nama Sugito Walujo.”

Dari pasar saham, GOTO ditutup naik 2,00 persen ke posisi Rp51 per saham. Nilai transaksi tercatat mencapai Rp95,22 miliar dan volume perdagangan 1,90 miliar.

Buyback Saham

Sebelumnya, pemegang saham GOTO menyetujui seluruh agenda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), pada 11 Juni lalu.

Menurut siaran pers perseroan, di antara persetujuan yang telah didapatkan, GOTO mendapatkan restu pemegang saham atas rencana perseroan untuk melakukan pembelian kembali (share buyback) saham Perseroan serta sejumlah perubahan pada jajaran Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan.

GOTO sebelumnya berencana melakukan buyback saham sebanyak-banyaknya USD200 juta atau sekitar Rp3,2 triliun.

Namun, GOTO menunda agenda persetujuan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement yang seharusnya masuk ke dalam agenda RUPSLB pada 11 Juni 2024. (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE