Harapan Penurunan Suku Bunga The Fed Menguat, Rupiah Semringah
Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini (9/7) ditutup menguat tipis 7 poin atau 0,04 persen ke level Rp16.251 per USD.
IDXChannel - Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini (9/7) ditutup menguat tipis 7 poin atau 0,04 persen ke level Rp16.251 per USD. Berdasarkan data Bloomberg, Rupiah sempat dibuka pada level Rp16.305 per USD.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS dipengaruhi data yang lemah di pasar tenaga kerja membuat para pedagang bertaruh bahwa Powell akan memberikan pernyataan dovish selama dua hari kesaksiannya di hadapan Kongres, yang akan dimulai pada Selasa ini.
"Meskipun Powell baru-baru ini mencatat kemajuan menuju disinflasi, dia juga mengatakan bahwa The Fed masih memerlukan kepercayaan lebih untuk mulai menurunkan suku bunga," kata Ibrahim dalam risetnya, Selasa (9/7) sore.
Selain Powell, lanjut Ibrahim, lebih banyak pejabat Fed juga akan memberikan pidatonya minggu ini. Data utama inflasi indeks harga konsumen juga tersedia, dan kemungkinan besar akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga The Fed.
Para pelaku pasar saat ini menetapkan peluang sekitar 76 persen untuk penurunan suku bunga pada pertemuan The Fed September, naik dari 64 persen pada pekan lalu, menurut FedWatch Tool dari CME Group.
Lebih jauh kata Ibrahim, sentimen terhadap China tetap tegang setelah Uni Eropa memberlakukan tarif tinggi terhadap impor kendaraan listrik China. Pasar mengamati adanya pembalasan dari Beijing, terutama ketika para pejabat mengisyaratkan kemungkinan perang dagang mengenai tarif.
Saham-saham di Bursa China sebagian besar tertinggal dari rekan-rekan mereka sepanjang Juni karena optimisme terhadap pemulihan ekonomi di negara tersebut semakin tipis di tengah pembacaan perekonomian yang tidak terlalu signifikan.
Ibrahim menambahkan, fokus investor minggu ini adalah pada pembacaan perdagangan dan inflasi dari China untuk mendapatkan lebih banyak petunjuk mengenai negara tersebut.
"Dari sentimen internal, pemerintah memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan melebar menjadi 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau mencapai Rp609,7 triliun pada akhir 2024," ujar Ibrahim.
Proyeksi defisit tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan target awal dalam APBN 2024 yang sebesar Rp522,8 triliun atau setara dengan 2,29 persen dari PDB.
Defisit tersebut dikarenakan belanja negara yang diperkirakan melonjak mencapai sebesar Rp3.412,2 triliun pada akhir 2024, dari pagu awal sebesar Rp3.325,1 triliun. Sementara itu, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.802,5 triliun pada akhir 2024, naik tipis dari target awal Rp2.802,3 triliun.
Dengan perkembangan tersebut, pembiayaan anggaran untuk menutup tambahan defisit tersebut diperkirakan sebesar Rp609,7 triliun.
Oleh karena itu, pemerintah akan menambah utang baru untuk menutup selisih defisit tersebut melalui tambahan penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp100 triliun, bukan lewat utang baru. Namun melalui penerbitan surat berharga Negara (SBN) hingga akhir 2024 akan tetap rendah.
Sebelumnya, pemerintah pada 2022 dan 2023 mampu mengumpulkan saldo anggaran lebih (SAL) yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan saat ini, di tengah kondisi suku bunga global yang cenderung tinggi.
"Berdasarkan data tersebut, mata uang Rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp16.270-Rp16.330 per USD," kata Ibrahim.
(FAY)